Dua Puluh Sembilan

228 34 8
                                    

I hate you I hate you I hate you but I was just kidding myself
-Lewis Capaldi-
______________________

Beberapa Bulan Kemudian...

Rex memasuki mobil dan menyandarkan kepalanya. Akhirnya setelah hampir setahun, Rex kembali ke negara asalnya ini. Larg segera menjalankan mobil setelah Rex duduk dengan nyaman.

Larg sesekali melirik Rex dari kaca spion, miris. Hanya dengan melihat sedikit pun Larg langsung tahu siapa yang ada di pikiran Rex saat ini.

"She's fine, Rex. Kamu gak perlu mengkhawatirkan dia," kata Larg.

"Selama ini kamu cemas kan? Tapi aku sudah memastikan seratus persen Darron gak akan berbuat apa-apa ke Sasa."

Perkataan Larg harusnya membuat Rex tenang tapi Rex malah merasa sedikit kesal. Selama setahun ini Larg sudah lumayan sering bertemu Sasa. Mengingat Larg memiliki perasaan pada cewek itu, tentunya membuat Rex sedikit... cemburu?

Tapi jika yang Larg katakan benar, jika Sasa dan Rex memang benar-benar saling memiliki perasaan satu sama lain. Mungkin semuanya akan kembali seperti semula dan akan baik-baik saja.

Larg menghela nafas. "Sasa takut, kamu pun begitu. Tapi sampai kapan kalian mau begini?"

"Terlalu banyak bicara, Larg," cetus Rex dingin. Ia selalu merasa tertohok karena setiap perkataan Larg ada benarnya.

Larg terkekeh kecil ketika mendengar suara dingin Rex. "Tenang, kembali ke Indonesia sudah menjadi salah satu keputusan yang tepat."

Rex mendesah pelan, ia pun berharap begitu.

<<<•>>>

Sasa berbaring di kasurnya sambil menatap kosong langit-langit kamar. Tak lama lagi Sasa sudah naik ke kelas tiga. Dan tetap saja tidak ada perubahan dalam dirinya. Untungnya Sasa masih bisa meningkatkan kembali peringakatnya hingga kembali meraih juara satu.

Tapi, Sasa merasa ia tidak mengalami perubahan. Rasa sedih itu masih ada. Celah kosong didirinya itu masih terasa jelas. Sasa membuka ponselnya, menatap pesan terakhir di roomchat nya dengan Rex.

Rex fucking Lorgan
It's okay
Kamu aman selama jauh dari aku

Membacanya justru Sasa menjadi tidak rela. Jika jauh dari Rex membuatnya aman dari Darron, tapi Sasa masih merasakan kekosongan itu. Maka Sasa bersedia membuang keamanan itu.

Sasa akhirnya mengambil ponsel dan menekan tombol hijau di kontak seseorang. Dalam hati Sasa berharap ia ingin meliangkan sedikit waktu untuk menemaninya.

Setelah terdengar dering beberapa kali berturut-turut, akhirnya panggilan Sasa diangkat.

"Halo, Larg?"

Di tempat lain, raut wajah Rex berubah ketika mendengar suara Sasa dari ponsel Larg. Ingin sekali Rex merebut dan melemparnya.

"Iya Sa? Kenapa?"

Larg melirik Rex was-was. Pasti Rex sudah tahu siapa yang menelfonnya saat ini apalagi Larg merasa aura disini terasa mencekam.

"Aku kosong. Kalau kamu ada waktu, mau pergi?" tanya Sasa.

Larg menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia merasa panik sendiri ketika mendengar Sasa berkata seperti itu.

"Kemana?"

"Terserah sih, tapi kamu ada waktu kan? Kalau kamu gak bisa menjemput aku, kita ketemuan aja."

Rex berjalan pergi setelah mendengar perkataan Sasa. Berjalan dengan tangan didalam saku menuju taman belakang rumahnya. Setidaknya Rex harus menahan emosinya ini.

My Blind Boy 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang