Gadis dengan gaun tipis berwarna biru muda dengan hiasan bunga yang sangat pas dipenghujung musim panas itu duduk memandang sepatunya, jari-jarinya menggamit satu sama lain dengan resah.
"Asa," panggilnya lembut seraya menoleh.
Mata cokelat muda gadis itu bersitatap dengan mata hitam pekat milik lelaki di sebelahnya, yang sedari tadi memandanginya.
Yang dipanggil bergumam sebagai jawaban.
Matanya belum lepas dari gadis itu, walaupun gadis itu sudah kembali menatap ujung sepatunya.
Seperti saat mereka baru pertama kali bertemu, empat belas tahun lalu, tatapan Asa masih sama kepada gadis itu. Masih hangat dan penuh kasih.
Setelah enam bulan terpisah karena Asa harus melanjutkan studi di belahan dunia lain, akhirnya diminggu terakhir musim panas sebelum berganti dengan musim gugur mereka bisa berjumpa lagi.
Di sinilah mereka, tempat dimana semua kenangan pertemanan mereka dimulai. Di salah satu bangku kayu di bibir pantai, menunggu mentari kembali ke rumahnya.
"Kenapa, Jana?" tanya Asa karena gadis di sebelahnya hening begitu lama.
Asa terlihat tenang, namun pikirannya sedang berkecamuk.
Enam bulan tanpa bertemu dengan Renjana, kecuali via video, membuat hidupnya terlalu kosong dan diselimuti keheningan.
Apa lagi beberapa bulan terakhir, Asa merasa ada sedikit bagian dari Renjana yang berubah. Perlahan lelaki itu merasa gadisnya menjauh.
Ia tidak bisa, lebih tepatnya tidak mau. Ia harus mengutarakannya. Perasaan yang sudah terpendam bertahun-tahun.
Asa jelas takut bila perasaannya tidak terbalas. Tapi Asa lebih takut, bila ia pergi lagi, saat ia harus kembali tidak ada Renjana yang menyambutnya.
Ada keheningan di antara mereka.
Setelah membulatkan pikirannya,
Asa membuka suara, "Jana-"
"Aku-"
Mereka menatap satu sama lain karena keheningan itu terpecah bersamaan.
Asa tersenyum, "Kamu duluan."
"Asa," Renjana memulai dengan suara sekecil hembusan angin, lelaki di sampingnya pun mendekat, "Aku mau kasih tau kamu dari lama."
Renjana mengarahkan tangannya ke perutnya.
Kalimat itu membuat hati Asa melambung. Apakah Renjana akan mengungkapkan hal yang sama?
"Jana, aku juga-" dua kata dari Asa terpotong.
"Di dalam sini ada nyawa lain, Sa."
Kedua mata cokelat muda Renjana terpejam, mata yang selalu berhasil menenggelamkan Asa.
Pandangan lelaki itu tertuju kepada tangan Renjana yang mengusap lembut perutnya. Di balik gaun biru mudanya yang tipis, terlihat perut gadis itu yang memiliki sedikit benjolan.
Memang saat awal melihat Renjana, ada sedikit perubahan pada bentuk tubuhnya yang terbilang kecil. Tapi Asa tidak terlalu menghiraukan.
Asa berusaha mengumpulkan dirinya sendiri, "Sudah berapa lama?"
Perempuan itu bisa mendengar jelas nada hancur dari suara Asa.
"Sekarang sudah minggu ke 18," Renjana semakin menundukkan wajahnya, terlalu takut melihat reaksi Asa.
"Sama siapa, Renjana?"
Asa tau, lebih tau dari siapapun, Renjana bukan wanita seperti itu.
Renjana paham, saat Asa menyembutkan namanya secara lengkap, Asa serius.
"Bian," saat itu juga seluruh dunia Asa runtuh di depan matanya.
Asa jelas tau siapa Bian. Salah satu lelaki brengsek di sekolah menengah mereka, yang selalu terus-terusan mengganggu Renjana, karena hanya Renjana yang terlihat tidak menghiraukan kehadiran Bian.
Lelaki di sebelahnya sudah berdiri dengan kepalan tangan dan deru nafas yang berat. Renjana menggenggam tangan itu.
"Gapapa, Asa. Jana sudah bilang ke ayah ibu, Bian juga sudah ketemu mereka dan mau tanggung jawab. Maaf, Jana ngecewain Asa."
Bahkan di saat seperti ini pun Renjana masih meminta maaf, padahal sudah jelas ini bukan salahnya.
Asa merengkuh perempuan yang jauh lebih kecil daripadanya.
Renjana menaruh kepalanya di dada Asa. Air mata pertama pun berhasil lolos.
"Maafin Jana ya," katanya ditengah senggukkannya.
"Jana, Asa sayang sama Jana," yang lelaki mengusap puncak kepala yang perempuan, "Jana nikah sama Asa, ya? Asa janji bakal bikin Jana Bahagia."
Perempuan di dalam pelukannya menggeleng pelan.
"Ini bukan salah Asa. Jana juga sayang sama Asa, tapi Jana gak mau bikin hidup Asa hancur. Asa punya masa depan yang cerah, Asa harus ketemu sama perempuan yang lebih baik."
Tanpa Asa ketahui, setitik air mata lolos jatuh ke pipinya.
Harapannya membangun hubungan lebih serius dengan gadis yang dicintainya pupus.
Asa secara terpaksa harus menjauh dari cintanya.
Di penghujung musim panas itu, perasaan Asa gugur bersama daun yang menguning.
÷÷
renjana : cinta kasih, rasa hati yang kuat
KAMU SEDANG MEMBACA
Unspoken Words
Teen FictionBerisikan pemikiran yang terbersit saat menatap langit-langit kamar.