Kostum

8 2 0
                                    

"Kalau kita memang jodoh," gadis itu tersenyum, namun pilu yang terasa, "semesta akan mempertemukan lagi."

31 Oktober 2020.

Keriaan yang terpancar di seluruh kota berbanding terbalik dengan raut wajahnya. Hari ini, hari yang paling ditunggu dari bulan kesepuluh, dimana semua orang mempersiapkan kostum terbaik mereka. Ada yang berniat saling menakuti, ada juga yang mengincar permen dan pesta.

Tapi tidak keduanya untuk perempuan itu.

Bekerja di perusahaan mode paling terkenal di negara itu tidak berarti ia menyukai pesta. Bahkan memasuki tahun ke enamnya, terbilang ratusan pesta malam telah ia lewati. Ia sekedar menuntaskan pekerjaannya pada setiap catwalk dan langsung kembali ke rumah setelahnya.

Jika bukan karena pesan dari ketua tim pagi ini, perempuan itu tidak mungkin berdiri di depan lemarinya dengan wajah putus asa sekarang.

Bramantyo : Anjani, kamu hrs ikut pesta malam ini. Kesempatan kamu utk naik jabatan.

Ketika ia bertanya apa hubungan antara kenaikan jabatan dengan pesta, ketua timnya itu hanya menjawab 'nanti kamu tau'.

Untuk beberapa tahun belakangan Anjani masih menjabat sebagai fashion illustrator, ia sudah mendambakan dari lama untuk menjadi salah satu designer di perusahaannya.

Setelah berpikir beribu kali apakah ia sangat membutuhkan kenaikan jabatan itu, disinilah Anjani, berusaha dengan susah payah memasangkan atasan dan bawahan demi membentuk suatu kostum.

Kalau kamu bertanya kenapa Anjani begitu menghindari pesta, jawabannya adalah karena pesta dan segala bentuk keramaian mengingatkannya pada lelaki itu.

Lelaki yang Anjani tinggalkan enam tahun lalu.

Saat itu keduanya masih terlalu muda dan bodoh.

Anjani yang masih lugu dan naif. Anjani yang ingin mengejar cita hingga merelakan cintanya.

Sangat jauh berbeda dengan lelaki itu.

Anjani lebih memilih kesendirian, sedangkan lelaki itu menyukai keramaian.

Keterbalikan itu yang awalnya mempersatukan mereka. Tapi ironinya perbedaan itu yang memisahkan mereka.

Cinta mereka tidak sesederhana itu. Tapi waktu berkata belum saatnya, maka semesta memisahkan mereka dari satu sama lain.

Anjani berusaha menyibukkan diri untuk melupakan semua kenangan mereka. Namun, cinta pertama tidak semudah itu untuk tergantikan bukan?

Perempuan itu mengacak rambutnya frustasi. Tiga jam lagi sampai acara dimulai dan ia belum menemukan apapun untuk dipakai.

"Duh, Bramantyooooo!" Anjani meneriakan nama ketua timnya itu dengan kesal.

**

Terdengar suara banyak kamera yang membidik para artis yang baru turun dari kendaraan mereka, sebaik mungkin tidak melewatkan barang satu gerakan.

Anjani menarik napasnya dalam. Ini yang ia takutkan. Banyak pasang mata yang tertuju padanya, kerlap-kerlip lampu, dan lensa yang berusaha mengabadikan setiap geraknya.

Semakin dekat waktunya untuk turun dari mobil. Jari-jemarinya saling bertautan dengan gelisah.

Perempuan itu melihat beberapa orang sebelum dirinya yang datang bersama pasangan masing-masing. Ia bahkan hampir tidak punya cukup waktu untuk memilih kostum, apa lagi mencari plus one.

Tiba saatnya untuk Anjani turun.

Pintu di sebelahnya dibuka, lalu tangan terjulur untuk membantunya turun.

Unspoken WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang