Lampu-lampu jalan berwarna kuning perlahan menyala menerangi jalan. Dimusim gugur ini orang-orang akan merasa rumah adalah segalanya apalagi suasana hangat karena dikelilingi keluarga. Tapi sayang sekali, hari ini ibu dan ayahku tiba-tiba harus pergi ke rumah paman karena urusan tertentu dan aku harus tinggal sendiri dirumah. Bahkan Ibu tidak sempat membuat makan malam karena pergi mendadak.
Aku memutuskan untuk membeli ramen dan makan ringan di toserba dekat rumah. Saat akan melihat-lihat etalase, aku bertemu seorang yang aku kenal. Dekisugi, dia memasuki toserba yang sama denganku. Tanpa melihat apa yang dipilih, dia memasukan makanan yang dia ambil ke keranjang belanjaan. Dia hanya menunduk memperhatikan poselnya tanpa peduli sekelilingnya. Wajahnya kusut, matanya sayu tampak lelah, dan masih berserangam lengkap tapi tidak memakali jaket maupun syal.
Kenapa dia baru pulang jam segini? Ini kan sudah hampir jam delapan malam.
"Hai, Dekisugi!" dia menoleh lalu menatapku dengan ekspersi kaget dan bingung seperti bertemu orang asing.
"ah...Nobi-kun..hai," jawaban cukup canggung yang membuat aku terdiam. Aku merasa aneh saja saat berbicara padanya padahal kita sudah saling kenal.
Dulu aku mengganggap dia rivalku saat kelas 5, Meskipun begitu kami tetap sering bertemu dan berbicara. Tapi kami baru bertemu lagi ditahun pertama sekolah menengah ini, setelah dia kembali dari Amerika karena harus mengikuti dinas orang tuanya disana selama dua tahun. Kini dia berubah. Dia agak pendiam ditambah lagi kami berbeda kelas jadi jarang bertemu.
Kali ini aku ingin mecoba lebih dekat dengan dia. Aku memesan ramen, lalu mengajaknya makan bersama dan berbincang tentang hari ini. Kebanyakan dia hanya mendengarkanku saja sambil sesekali menatapku. Meskipun dia menatapku dengan tersenyum, rasanya tatapannya sangat dalam dan menyiratkan sesuatu yang tidak aku mengerti.
"Kukira kamu sudah pulang, Dekisugi?" Perlahan senyumnya memudar yang aku sadari itu bukan pertanyaan yang tepat sepertinya.
"Tadi... ada ada latihan olimpiade."
"Kamu ikut olimpiade lagi? padahal kau kan baru kemarin ikut olimpiade nasional matematika, kau hebat sekali!"
"hmm.." gumamnya. Aku bener-benar heran padanya, entah berapa kali dia selalu dipanggil untuk ikut olimpiade dan selalu masuk juara 1 atau setidaknya 3 besar, padahal dia baru kelas 1 tapi dia sanggup ngalahkan lawannya yang mungkin lebih tinggi tingkatnya. Dia juga termasuk siswa yang sering menjadi sorotan di dalam maupun di luar sekolah karena peringkatnya yang selalu baik.
"Kau juga Nobita. Kau jauh berkembang setelah terakhir kali kita bertemu di Sekolah Dasar."
"Itu tidak benar ," mendengar jawabanya aku hanya tertawa dan mengelak. Mana mungkin aku sehebat itu.
Pembicaraan kami berakhir begitu saja, kami berdua kehabisan topik bahasan dan berakhir dengan canggung. Waktu telah menunjukan pukul setengah sembilan lewat dan aku meminta izin untuk pulang lebih dulu. Aku meninggalkanya setelah memberikan syalku padanya, dia tersenyum sebentar dan kembali fokus pada ponselnya lalu memasang earphon, tapi aku malah khawatir padanya. Bukankah itu aneh? Aku tiba-tiba merasa khawatir padanya padahal dia sudah besar, yang pasti akan pulang kerumahnya sendiri.
Dekisugi POV
Setelah dia memberikan syalnya, dia melambaikan tangan lalu meninggalkanku sendiri bersama setengah mangkuk mie yang sudah dingin. Maaf, Nobita. Aku tidak bisa menghabiskannya, aku kehilangan selera makan.
Musik yang kumainkan menjadi tidak terdengar karena ponselku terus menampilkan notifikasi pesan masuk yang membuatku pusing dan gelisah. Pesan tidak penting selalu saja datang dari berbagai nomor acak, mereka selalu menggangu. Meski aku mengabaikan dan mematikan notifikasi tapi pesan itu terus muncul dilayar entah bagaimana.
Aku mencoba menghapus pikiran yang mengusiku dan beralih mencoba mengingat kejadian yang baru saja terjadi.
Aku bertemu dan berbincang cukup lama dengan Nobita, meski dia yang paling banyak bicara dan aku hanya menjawab pertanyaannya singkat.
Nobita. Dia benar-benar berubah. Tidak kusangka dia berubah sangat cepat, selalu berada diperingkat yang baik selama beberapa ujian. Tidakkah dia menyadari kehebatannya? dia juga mudah bergaul dan disukai anak-anak organisasi dan klub di sekolah. Aku menyesal tidak menyanjungnya dan berbicara lebih lama dengannya. Aku melewatkan kesempatan dan waktu ku yang berharga.
Seperti kejadian beberapa bulan lalu. Dia berani menegur senior yang membuli anak lain di halaman belakang sampai senior itu membuang minumannya dengan kesal. Beruntung ada anak OSIS yang kebetulah lewat dan membantu situasi yang keruh itu. Anak OSIS itu sampai menjabat tangan Nobita dengan bangga. Bukankah itu alasan yang menarik jika Nobita akhirnya masuk anggota OSIS tanpa mendaftakan diri? Jika benar aku berharap dapat menyaksikan pelantikan dan melihat wajah bangganya.
Bersambung...
Aku harap teman-teman yang baca cerita ini bisa menunggu kelanjutanya karena masih banyak yang perlu revisi. Dan cerita ini akan slow alurnya supaya lebih bisa dinikmati.
Terimaksih yang sudah mau baca dan boleh kirim saran dan kritiknya ya <3

KAMU SEDANG MEMBACA
I Play This Piano For You
FanfictionAlunan piano berputar meniti kisah tentang kehidupan manusia. Kisah-kisah tentang cinta, perpisahan, keraguan, kesedihan, kemarahan, penyesalan dan sebagainya. Alunan itu tidak hanya bisa dirasakan penciptanya tapi juga orang lain. Beberapa orang mu...