Dekisugi POV
Aku kaget sekali. Kenapa ada Nobita tidur disebelahku? Aku mencoba bangun tapi jantungku berdebar keras dan kepalaku sangat sakit seperi berputar-putar. Dan aku baru sadar kalau aku tidur dikamar Nobita. Bagaimana bisa?
"Dekisugi, kau sudah bangun? Duluan saja sana nanti aku menyusul," ucap Nobita tiba-tiba yang masih memejamkan matanya.
Apanya yang duluan? Aku tidak paham kenapa bisa begini. Aku berusaha bangun dengan keadaan pusing dan mual. Pasti aku terlalu banyak menelan obat tidur.
Obat itu diberikan oleh psikiatrerku. Katanya, setiap kali aku minum satu butir efeknya aku tertidur mode deep sleep. Kadang obat itu aku perlukan jika dalam perjalanan jauh atau keadaan sulit atau insomnia. Ada berapa efek jika kelebihan dosis beberapa mili saja maka akan terjadi kematian sel otak.
Tapi satu butir tidak pernah memberiku efek yang sempurna dalam deep sleep, selalu ada yang menggangguku entah itu pikiranku sendiri atau yang lain. Seringkali, aku minum dua butir atau tiga tergantung situasinya. Jumlah itu akan membuatku tertidur sekitar lima sampai enam jam lamanya.
Obat itu pun sepertinya tidak mempengaruhi kerja ototku, yang gawatnya aku masih bisa melakukan aktifitas seperti biasa. Kata pembatuku aku pernah hampir saja tertabrak mobil hingga memukul seorang di jalan. Aku tidak peduli, bagaimana aku mulai kecanduan diumurku, aku hanya terus merahasiakan pada semua orang.
Sambil berjalan menuju kamar mandi, aku berpikir kejadian tadi malam. Aku yakin, hanya meminum sebutir dan tidur di toserba. Aku tidak tahu mengapa sampai bisa berakhir dikamar Nobita. Aku sungguh tidak sadar keadaan. Aku jadi khawatir apa yang terjadi selama aku tertidur tadi malam. Kuharap aku tidak membahayakan Nobita atau orang lain.
Setelah dari kamar mandi, aku kembali ke kamar nobita dan duduk dimeja belajarnya. Aku melihat dia masih tertidur pulas. Aku mengalihkan pandanganku kearah jam meja yang menunjukan pukul 4:55 pagi. Artinya aku tidur hampir delapan jam, suatu rekor tidur terlamaku. aku beralih melihat keluar jendala dan memandangi langit yang masih gelap.
...
Mataku mengerjap berusaha membuka, sepertinya aku tertidur di atas meja belajar Nobita. Ada selimut dipungungku. Aku bagun dengan kesusahan karena kepalaku bagaikan dihantam beban keras. Sakit sekali. Sepertinya obat itu masih menyisakan efeknya.
Padanganku beredar kesekeliling kamar Nobita. Rupanya dia telah bangun lebih dulu, kulihat kasurnya ditinggalkan dengan berantakan.
Sambil membantu membersihkan kamar ini aku bernostalgia sedikit. Tidak banyak yang berubah dari kamar ini. Meski cuma beberapa kali aku datang ke sini tapi aku masih ingat letak benda-bendanya. Meja belajar yang menghadap ke jendele, lemari yang dipenuhi buku-buku dan lemari yang dulu pernah menjadi tempat tidur robot kucingnya- yang kini beralih untuk dijadikan tempat kasur lipat. Tidak banyak yang berubah selain warna karpet baru yang berganti biru gelap.
Kemudian aku melangkah turun dan menemukannya Nobita sedang memasak makanan. Dia memintaku untuk memasuki dapur dan membantunya menyiapkan piring. Dia menghidangkan sup rumput laut dan telur goreng di atas meja. Kepulan asap panas mengudara, saat dia membuka penanak nasi. Aroma makanan yang menggugah saraf mengirim sinyal lapar ke otak. Semua makanan ini seperti memanggilku untuk menyantapnya.
"Maaf ya... aku merepotkanmu Nobi-kun,"
"Sama sekali tidak. Aku malah senang karena ada teman hari ini. Sarapan sendiri itu rasanya tidak enak. Semoga makanan hari ini juga enak," jawabnya diselingi tawa.
Dan kamipun duduk bersama menikmati makanan ini.
"Selamat makan," kami mengucapkan bersamaan.
Aku lihat Nobita tampak lahap menyantap makanannya.
"Bagimana, enak?"
Aku mengangguk saja dan dia tampak senang.
"Beberapa hari ini aku tidak makan dengan keluargaku. Saat pertama kali aku harus makan sendiri dimeja makan ini, rasanya aneh. Tapi Aku benar-benar senang saat kau makan bersamaku disini," Kalimat itu membuatku tersenyum getir.
Bukannya aku tidak senang, hanya saja seumur hidupku baru kali ini aku sarapan dengan tenang.
Kehidupanku selama ini biasa saja, terbiasa dengan kesendirian setiap harinya. Sejak TK aku tidak tahu bagaimana rasanya makan di atas meja bersama orang tuaku, mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan. Tidak ada sarapan yang tenang, mereka semua terlalu terburu-buru menyambar roti dan selai di meja, mengambil sekotak susu lalu mengendarai mereka mobil sambil mengunyah sisa makanan. Hanya pembantu yang selalu menemaniku ketika sarapan. Makan malampun begitu, orangtuaku hanya membicarakn pekerjaan tanpa menanyakan keadaanku. Kecuali saat kami dinner bersama rekan kerja orangtuaku, mereka mencoba membangakan dan menyanjungku berlebihan. Bertahun-tahun selalu begitu dan sangat membosankan.
Sampai aku kelas 5 dan mereka pindah ke Amerika mengejar pekerjaan masing-masing. Tidak ada sarapan di atas meja dengan keributan itu lagi. Hanya aku sendiri yang duduk disana, bermalas-malasan mencoba untuk menikmati sereal dan roti yang ada. Yang selalu menemaniku hanya pemandangan halaman yang penuh dengan burung berkicau ria memakan serangga pagi dengan rakus. Kadang mereka membuatku iri, bisa dengan kepakan sayap yang lincah dan kercipan yang bahagia bersama keluarga mereka.
Tapi hari ini, pagi yang tak terduga, seseorang menyiapakan makanan dan duduk dihadapanku. Dia menyambutku dengan senyum ramah yang membuatku tidak bisa berpaling melihat wajahnya. Suaranya yang bersemangat, membuatku nyaman melahap makanan dimeja, semuanya tampak begitu membuatku bahagia."Hey! Dekisugi kenapa kau menangis? Tidak enak makannya?"
"Ah! Tidak... Ini enak sekali, sungguh enak. Aku menyukainya. Aku sangat menyukainya."
"Wah! bikin kaget saja. Aku kira kamu sedih karena makan ini tidak enak. Habis aku tidak terlalu bisa masak, sih." ucapanya sambil tertawa ringan.
Aku memegang tangan Nobita dan menatap matanya yang penuh keheranan itu. Rasanya aku ingin berteriak untuk mengucapkan terimakasih padanya sebanyak-banyaknya, sekeras yang aku bisa. Tapi aku malah jatuh tertawa dan dia membalasnya dengan tertawa juga sambil memukulku pelan.
"Hari ini ada pertandingan baseball di lapangan. Ayo kita lihat dan dukung Giant bertanding." Aku mengangguk, mengiyakan ajakannya.
Bersambung...

KAMU SEDANG MEMBACA
I Play This Piano For You
FanfictionAlunan piano berputar meniti kisah tentang kehidupan manusia. Kisah-kisah tentang cinta, perpisahan, keraguan, kesedihan, kemarahan, penyesalan dan sebagainya. Alunan itu tidak hanya bisa dirasakan penciptanya tapi juga orang lain. Beberapa orang mu...