Nobita POV
Seharian ini kami sudah menghabiskan banyak waktu untuk bermain di luar rumah. Menonton baseball, bermain basket sampai sore di lapangan dan sekedar makan malam di kedai terdekat. Tapi yang membuatku sedikit kesal hanya, Dekisugi yang terlalu sering membuka ponselnya, tak tahu tempat dan waktu. adang-kadang, dia mengabaikan pembicaraan yang aku mulai atau sudah di tengah jalan. Seperti malam ini, saat kami duduk di ruang tengah untuk makan camilan dan menonotn Tv, dia tidak melepas pandangannya dari ponselnya.
"Dekisugi...,"
"..."
"Dekisugi kamu sibuk sekali dengan ponselmu...,"
"..."
"Dekisugi kamu tidak mendengarku?"
"hmm... ah... ya. Ada apa?"
"Sejak tadi pagi aku perhatikan, kau terus saja memandang ponselmu. Padahal Aku mengajakmu bicara tapi kamu tidak menjawab. Apa tadi kau tidak mendengarku?."
"Maaf, Nobi-kun.... Aku akan matikan ponselku,"
Namun tiba-tiba ponselnya berbunyi. Panggilan masuk dari nomor yang tidak terdaftar. Aku menyuruhnya mengangkatnya dan aku berdiri, ingin melangkah tapi dia menarik tanganku.
"Kau mau kemana, Nobi-kun?"
"Aku mau tidur. Cepat angkat panggilannya."
Dia mengganguk saja dan melepas tanganku. Aku meninggalkanya yang mulai bicara pada orang di seberang sana. Terdengar sedikit olehku pembicaraan yang membuatku agak kaget, sepertinya Dekisugi membentak orang tersebut. Tapi aku tidak mau ikut campur dan memilih untuk segera ke kamar.
...
Paginya aku terbangun dan mendapati Dekisugi sudah tidak ada di kasurnya. Aku mencarinya ke dapur, kamar mandi dan ruang tengah juga tidak ada. Pintu depan terbuka sedikit dan aku melihat dia menelpon seseorang dengan wajah kusut sambil memegang rambutnya sepertinya kesal. Aku pura-pura tidak melihat dan menuju dapur untuk masak makanan.
Lalu beberapa menit dia masuk kembali dengan matanya yang agak sembab, kami bertatapan cukup cepat sebelum dia menunduk dan berjalan menuju dapur lalu membantuku memasak.
"Sepertinya memang sangat penting, orang yang menghubungimu,"
"Tidak. Tidak ada yang penting. Mereka hanya sering mengganggu."
"Kau tidak perlu terlalu pusing. Kalau itu memang penting, kau bisa tenangkan dirimu sebentar sebelum menangkat telponnya. Tapi jika mereka memang menggangumu, matikan saja ponselmu. Kamu punya hak untuk itu, tidak ada yang boleh melarang."
"Iya...,"
"Kalau kau butuh bantuan hubungi aku saja."
"Iya"
Kami pun makan dengan tenang sambil sedikit berbincang. Jika aku perhatikan, Dekisugi sering menundukkan kepalanya seperti berpikir. Aku penasaran apa yang menyebabkanya seperti itu.
Siang itu, Dekisugi pamit pulang. Dia sudah bersiap memakai sepatunya.
"Nobi-kun...,"
"iya?"
"Terimakasih sudah mau menberiku inpan dan menjagaku. Aku mungkin tidak akan sebahagia ini untuk beberapa jam kedepan dan seterunya,"
"haha... bicara apa kau? Kau bisa datang kesini kapanpun kau mau atau kau bisa mengundang aku ke rumahmu, kita bisa main bersama bahkan mengajak teman yang lain. Tidak usah sungkan atau malu. Aku tau, kita baru beberapa hari ini benar-benar menjadi dekat dan kadang masih agak... yah... kau tahu sendiri. Tapi perlahan-lahan pasti kita jadi lebih akrab,"
"Ya, aku harap begitu. Aku senang jika kita bisa terus seperti ini,"
Dekisugi berdiri lalu, membalikan badannya menghadapku, seraya mengembalikan syalku. Sambil menggaruk tengkunya yang sepertinya tidak gatal, Dekisugi berkata padaku, kalau dia ingin sekali aku menonton pertunjukanya dua hari lagi.
"Tentu saja, aku kan memang harus di sana," jawabku sambil tertawa kecil.
Sebelum dia melewati pintu, aku memberinya pelukan sebagai tanda salam perpisahan. Tapi dia tidak membalas pelukanku dan malah sedikit mendorongku melepaskannya lalu, dia pamit dengan agak terburu-buru.
Ya. Memang dia agak canggung, aku bisa memaklumi hal itu.
Dekisugi POV
Sial. Kenapa bisa aku mendorongnya seperti itu? Tapi mau bagaimana lagi, tubuhku benar-benar kaget. Sepertinya tubuhku memilik refleks yang buruk. Tadi, aku merasakan jantungku berdebar kuat dan wajahku panas hingga aku terburu-buru pergi.
Maaf ya, Nobita.
Namun perasaan itu, seketika hilang ketika ponselku berbunyi nyaring. Lagi, panggilan masuk dari nomor yang baru meneleponku pagi tadi. Notifikasi pesanku juga terus berbunyi. Lagi-lagi aku merasa cemas dan takut. Tapi aku berusaha untuk tetap tenang untuk sampai kerumah.
Aku masuk dan melihat seisi rumah, sepi seperti biasa. Hanya ada satu pembantu dan penjaga kebun yang bekerja di belakang rumah. Menyebalkan. Bahkan mereka terlalu sibuk sampai-sampai tidak melihat aku masuk.
Saat aku mengganti pakaianku, kemudian sebuah panggilan masuk, kali ini bukan dari nomor pengggangu melainkan seseorang yang aku kenal.
"Halo? Ada apa? Tolong bicara dalam bahasa Jepang dan bicara yang penting saja,"
"Kenapa memangnya? Salah, kalau aku pakai bahasa inggris? Apa kau pikir, kejadian yang sama akan terjadi lagi? Mereka seharusnya tidak mengganggu percakapan orang lain,"
"Aku bilang, aku tidak mau membahas itu lagi,"
"Ingat, Hidetoshi. Aku yang menyelamatkanmu dan menjagamu selama ini, aku sampai harus ke sekolahmu dan menyamar. Kau tahu, itu tugasku. Apa kamu mau ada temanmu yang terluka saat mereka mengetahui keadaanmu yang sebeneranya,"
"Jangan mengancamku seperti itu. Kalau kamu memang disuruh untuk membantuku jangan libatkan orang lain. Asal kau tahu, aku bisa mengatasinya sendiri tanpa perlu bantuanmu!"
"Aku tidak melibatkan orang lain. Aku hanya memberi tahu kemungkinan yang akan terjadi disekitarmu sekarang atau nanti, atau besok atau suatu hari nanti. Bayangkan saja mereka menyandera temanmu atau lebih dari itu,"
"SUDAH AKU BILANG JANGAN SEPERTI ITU!!"
"Aku berusaha realistis. Kita mau semua selamat dan keadaan kembali seperti awal. Tidak ada kebusukan, tidak ada ancaman, tidak ada yang dipermainkan,"
"Kau tidak mengerti. Aku berusaha mati-matian agar semua aman dan tidak ada yang tahu, bahkan sebelum kau datang. Jadi berhenti bicara tentang temanku. Lagi pula aku cuma siswa SMP. Memangnya orang-orang itu tidak tahu hukum atas tindakan ancaman terhadap anak dibawah umur?"
"Siapa yang peduli semua itu. Mereka hanya melakukan hal penting untuk bisnis dan reputasi,"
"Aku tidak mau ada yang celaka sedikit pun. Jadi, jika tugasmu untuk melindungiku, jangan pernah mengecewakanku,"
"Aku tidak memberikan orang lain pelayanan yang tidak mereka butuhkan. Tapi aku pasti memberi lebih jika aku mampu dan menyukainya,"
"Aku tutup teleponya!"
Kata-kata itu membuatku jijik. Kenapa mereka menyewa makhluk tidak berperasaan seperti dia untuk membantu. Sungguh sia-sia uang mereka.
"Tunggu. Ini hal pentingnya, dengarkan baik-baik, Hidetoshi..."
"Cepat. Jangan buang waktuku,"
...
Bersambung...

KAMU SEDANG MEMBACA
I Play This Piano For You
FanfictionAlunan piano berputar meniti kisah tentang kehidupan manusia. Kisah-kisah tentang cinta, perpisahan, keraguan, kesedihan, kemarahan, penyesalan dan sebagainya. Alunan itu tidak hanya bisa dirasakan penciptanya tapi juga orang lain. Beberapa orang mu...