1. Pertemuan

3.8K 382 34
                                    


Nayaka mengembuskan napas berat, sejak awal menikahi Nirmala ia sama sekali tak tertarik pada wanita itu, wanita yang disodorkan Bapaknya adalah wanita turunan ningrat yang juga sama dengan dirinya, tapi entah mengapa ia tak tertarik pada tubuh mulus wanita itu. Kalau pun ia melakukan kewajibannya sebagai suami pasti dalam pikirannya hanya kepuasan dan hasrat untuk menyakiti. Sering ia merasa puas saat istrinya berteriak kesakitan dan baru berhenti setelah bayang wajah Lyora berkelebat, Lyora kekasihnya yang kini berada di belahan dunia lain. Yang tak akan pernah berhenti ia cintai. Sekali lagi Nayaka mengembuskan napas lalu kembali memejamkan matanya, menyandarkan kepala pada kursi. Kembali bayang wajah Lyora berkelebat.

🥀🥀🥀

Jam menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Nayaka hendak meninggalkan gerainya. Ia ke luar dari ruang kerjanya dan menutup pintunya. Namun gerakannya terhenti saat ia mendengar suara aneh dari arah dapur. Ia melangkah pelan siapa yang masih di sana saat jam sudah larut? Saat semakin dekat ia semakin jelas mendengar suara air mengalir dan benda yang saling beradu. Nayaka kaget saat melihat tubuh kecil nan ringkih yang sedang membersihkan dapur dan beberapa alat masak yang tersisa.

"Mengapa jam segini masih bekerja? Bukankah harusnya semua karyawan sudah pulang?" Suara Nayaka mengagetkan gadis kecil itu, ia terlonjak dan berbalik lalu menunduk.

"Maaf Pak terpaksa saya lakukan, biar besok saya datang agak siang, saya ... saya merawat ibu saya yang sakit."

Nayaka menghela napas, bagaimana ia tak tahu apa yang terjadi pada karyawannya. Baru kali ini Nayaka merasa dirinya buruk karena memiliki beberapa gerai makanan tapi melalaikan tanggung jawabnya sebagai pemilik gerai makanan terkenal.

"Kamu Nastiti kan? Kamu masih sangat muda, aku menerimamu bekerja karena saran dari karyawan di sini, kau butuh uang, tapi aku tak tahu jika kau semuda ini, di foto surat lamaran pekerjaanmu kau tak terlihat semuda dan sekurus ini, mulai besok aku mau bilang pada penanggung jawab di sini agar kau jangan lagi kerja sampai malam."

"Jangan Pak, jangaaan, semua karyawan di sini baik pada saya, makanya saya kerja malam agar semuanya beres dan saya bisa datang agak siang setelah memandikan dan menyuapi ibu, saya mohon ijinkan saya melakukannya malam hari."

"Tapi kamu tidak aman kan pulang sendirian malam-malam," ujar Nayaka dan Nastiti masih menunduk.

"Nggak papa Pak, satpam di sini baik-baik, kan ada tiga yang jaga kalo malam, salah satunya ngantar saya ke rumah kalo saya pulang," sahut Nastiti pelan.

"Syukurlah, tapi aku tetap tak suka kau kerja sampai jauh malam, perhatikan kesehatanmu, ibumu sakit apa? Siapa yang menjaga jika kau kerja sampai malam begini?" tanya Nayaka lagi.

"Stroke Pak, kalau malam begini malah aman, ibu sudah tidur, lalu pas saya kerja siang ya saya titipin tetangga, suru sesekali nengok, dan bantu nyuapin juga."

"Baiklah, aku pulang dulu, jika selesai pulanglah."

"Baik Pak, terima kasih."

Nastiti mengangkat wajahnya, keduanya saling menatap sesaat, meski akhirnya Nastiti yang memilih segera menunduk. Sekali lagi Nayaka kaget karena wajah Nastiti yang lebih mirip anak SMP juga tubuh kecilnya menunjang penampilannya yang terlihat masih sangat belia.

Nayaka melangkah ragu, berbalik namun segera menoleh lagi ia melihat Nastiti yang masih berdiri di tempatnya.

"Masih banyak pekerjaanmu?" tanya Nayaka.

"Sudah selesai Pak, hanya membereskan yang kecil-kecil saja."

"Aku tunggu di depan." Nayaka melangkah meninggalkan Nastiti yang hendak membuka mulut tapi urung karena Nayaka telah menjauh, tak sopan rasanya jika ia berteriak memanggil bosnya.

Senandung Luka (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang