3. Memulai Rasa

2.2K 325 25
                                    


Sepuluh hari berlalu, entah mengapa Nayaka seolah merasa nyaman tiap kali ia mendatangi Nastiti, menikmati masakannya dan menatap mata teduhnya.

"Bapak mau bermalam di sini?" tanya Nastiti malam itu. Nayaka diam saja, sempat menatap Nastiti sekilas dan berlalu masuk ke kamarnya, setelah mengangguk.

Nastiti tak bisa mengusir laki-laki yang telah memberinya hidup lebih nyaman. Kejadian kemarin malam membuat Nastiti harus bisa menjaga perasaanya, ia tak mau hanyut karena ia harus sadar siapa dia, siapa bosnya.

Kemarin malam saat mereka duduk berdua nonton televisi, kebetulan Nastiti menyukai drakor, entah terbawa film yang ditonton atau memang suasana hati Nayaka yang sedang galau karena bayangan Lyora kembali melintas. Tiba-tiba saja Nayaka duduk semakin dekat, memandang wajah Nastiti dan meraih dagunya, lalu mengulum lembut bibir yang hanya diam tanpa perlawanan, bahkan bergetar hebat karena takut.

Nastiti melepas ciuman Nayaka dan cepat bergegas masuk ke kamarnya. Ia menutup pintu dan memegang dadanya mengusap bibirnya perlahan. Seumur-umur baru kali ini Nastiti merasakan ciuman laki-laki yang mampu membuat ia lemas hingga tak bertenaga.

Malam hari Nayaka bangun karena lapar, ia melangkah menuju dapur dan tertegun saat melihat Nastiti yang berdiri membelakanginya di dapur menggunakan celana pendek dan kaos tanpa lengan, sedang minum dan meletakkan gelas lalu berbalik. Terlihat mata terkejut Nastiti, cepat melewati Nayaka menuju kamarnya.

Nayaka menarik Nastiti dalam pelukannya. Nastiti berusaha meronta namun pelukan erat Nayaka membuatnya sulit bergerak hingga ia akhirnya diam.

"Diamlah, kau tahu, kau mengingatkan aku pada cinta pertamaku, dia sepertimu, sabar, mata yang seolah selalu meminta pertolongan."

Suara Nayaka sangat dekat di telinga Nastiti. Nastiti merasakan tangan Nayaka yang mengangkat dagunya, ibu jari Nayaka mengusap bibirnya dan ia merasakan lagi bibir lembut itu bergerak pelan di bibirnya, lalu napas mereka yang tak lagi terkendali.

Tubuh Nastiti seolah melayang ringan, terempas di lembah indah nan menghanyutkan. Sentuhan demi sentuhan tangan Nayaka membuatnya lupa di mana ia berada, bahkan hawa dingin yang menusuk kulitnya saat ia merasakan lembar demi lembar bajunya menjauh dari tubuhnya tak ia rasakan lagi. Hawa panas menguap, napas sesak sempat ia rasakan dan perih yang berujung nikmat saat ia merasakan penuh di bagian tubuh yang harusnya tak terjamah.

"Sakiiit ... Paaak." Suara Nastiti mencicit lirih namun rasa itu bercampur dengan rasa nikmat yang lain saat dadanya dimanjakan oleh lidah Nayaka. Hentakan yang awalnya perih kini berujung nikmat. Liar gerakan Nayaka membuat tubuh ringkih Nastiti bergerak searah hentakan Nayaka. Nastiti hanya mampu terpejam meremas seprei saat Hujaman itu semakin cepat.

"Ly ... aaahh ... Ly ..."

Lenguhan panjang Nayaka menyadarkan Nastiti bahwa ada sebagian dari tubuhnya telah tak suci lagi. Ia menangis dalam pelukan Nayaka, yang mengusap lembut wajahnya dan berjanji akan membawanya pada ikatan suci. Nastiti hanya bisa pasrah, malam panjang telah membuatnya lupa bahwa ia tak seharusnya melakukan hal yang nikmat tapi penuh dosa. Mereka melakukan sepanjang sisa malam itu, Nayaka bagai kehausan dan terpuaskan dahaganya malam itu oleh tubuh kecil Nastiti.

Hanya ada tanya dalam pikiran Nastiti, siapa Ly? Mengapa sepanjang malam nama itu disebut Nayaka berulang. Wanita masa lalu Nayaka atau entah siapa? Nastiti berusaha tak peduli, yang ia tahu dirinya harus berterima kasih pada Nayaka laki-laki yang telah menyelamatkan hidupnya, ia tak peduli apa yang Nayaka lakukan padanya karena jika tak ada Nayaka bisa jadi ia tidur di jalan atau entah berada di mana.

🥀🥀🥀

"Kau sering tidak menginap di sini Ka, ibu kesepian meski di sini banyak pembantu tapi mereka kan tidak ada yang dekat dengan ibu, mereka di belakang sana."

Nayaka menatap mata lelah ibunya, ia peluk ibunya yang menangis di dadanya.

"Nayaka lelah ibu, begitu banyak kejadian yang tak Nayaka inginkan terjadi begitu saja, Nayaka berusaha bangkit lagi."

"Lalu kau menginap di mana?" Lestari melepas pelukannya, menarik Nayaka duduk, mengusap pipi Nayaka yang terlihat tirus tapi mata anaknya yang seolah kembali bersinar membuatnya yakin Nayaka baik-baik saja.

"Di apartemen Ibu."

"Lalu makanmu? Atau jika kau ingin apa?"

Nayaka berusaha tersenyum, naluri seorang ibu yang meski tahu Nayaka pandai memasak tetap khawatir.

"Aku seorang koki kalau ibu lupa, aku tidak akan kelaparan."

Lestari mengangguk, tapi ia melihat pendar bahagia di mata anaknya, bagi seorang ibu seperti apapun rasa yang disembunyikan anaknya pasti akan terasa juga.

"Kau betul tak ke tempat lain Ka?"

"Tidak Ibu, aku hanya di apartemen, mengapa ibu bertanya?"

"Kau terlihat lebih bahagia justru setelah tak ada Anya dan Nirmala."

"Mereka kesalahan dalam hidupku Bu, aku ingin melupakan semuanya dan menata hidupku lebih baik lagi, aku sudah mengurus perceraianku dengan Nirmala, jika dengan Anya aku cukup mengatakannya secara langsung maka selesai sudah."

Lestari mengerutkan keningnya, bagaimana cara Nayaka menemui Anya jika sampai saat ini ia belum juga ditemukan?

"Kau 'kan tak tahu di mana Anya?"

Nayaka menatap wajah ibunya, sepertinya ia tak perlu lagi berbohong.

"Anya ada di suatu tempat aman Ibu, saat dia melarikan aku tahu, tapi aku diamkan karena itu kemauan dia."

Lestari menutup mulutnya, bagaimana mungkin Nayaka setenang itu padahal Anya sedang mengandung anaknya.

"Itu anakmu loh le, darah dagingmu, bagaimana mungkin kau setenang ini?"

"Ia ada di tempat aman ibu, aku mengirimnya uang agar anak yang ia kandung tetap sehat, aku tak bisa memaksakan hatiku padanya, hanya kemarahan tiap kali aku melihat wajahnya."

Air mata mulai mengalir di pipi wanita yang masih tersisa kecantikan di masa lalu.

"Lakukan yang baik untuk anakmu, kelak ia akan mencari siapa bapaknya, jangan sampai kau menyesal."

"Sekali lagi aku tak bisa memaksakan hatiku padanya Ibu, aku akan tetap memberi nafkah pada anakku sekalipun suatu saat ia menikah."

🥀🥀🥀

Enam bulan berlalu, enam bulan pula Nayaka merasa nyaman di samping Nastiti, enam bulan pula mereka bergelung dalam dosa yang tak mereka sadari, hanya karena kenikmatan semu yang direguk keduanya.

Malam itu Nayaka kembali mendatangi apartemennya, dan Nastiti segera menyiapkan makan malam. Mereka makan berdua dalam diam, wajah Nastiti tampak lebih bersih dan berisi. Dan kelebat wajah Lyora kembali menari di mata Nayaka.

Saat Nastiti telah terlelap, ia merasakan sapuan napas di lehernya, lalu remasan lembut di dadanya membuat Nastiti berbalik, ia telah melihat Nayaka yang tak menggunakan apapun.

Kejadian nikmat penuh dosa kembali berulang hingga saat Nayaka tersungkur di atas tubuh kecil itu Nastiti berbisik.

"Saya takut hamil Pak, saya takut."

"Aku akan menikahimu, pasti." Bisik Nayaka dan untuk kesekian kalinya ia menyatukan dirinya dengan wanita ringkih di bawahnya. Hentakan Nayaka membuat tubuh kecilnya bergerak kasar. Sakit namun nikmat.

Dan ponsel Nayaka berbunyi berkali-kali. Nayaka tak peduli, ia tengah menikmati malam penuh kenikmatan bersama wanita yang membuatnya nyaman, sementara di tempat lain seorang wanita tengah berjuang mempertahankan bayinya, agar tetap selamat, sesekali menyerukan nama Nayaka, laki-laki yang ia cintai namun tak mungkin ia miliki.

🥀🥀🥀

14 November 2020 (14.33)

Senandung Luka (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang