Bab 13 - Emosi

1 0 0
                                    

Pagi hari aku sudah disambut oleh emosi. Entah mengapa bisa terjadi seperti ini. Mungkin, karena aku terlalu sibuk bermain hingga dini hari.

Seperti biasa, ada kelas pukul 8 pagi. Aku sudah bersedia pukul 7, namun tertidur kembali. Tidurku terlalu pulas bagaikan bayi. Ketika aku tertidur, tidak ada satupun dari keluargaku yang menyadarinya. Ayah, Ibu, kak Michi, semuanya tak ada yang membangunkanku. Untung saja ada Echa yang menerorku dari chat dan dia terlihat cukup marah karena aku terlambat. Sepertinya, dia khawatir.

Aku tetap merasa malas dengan sekeluargaku, mereka seakan-akan tidak peduli sama sekali terhadapku. Alhasil, aku terbawa emosi. Pagi yang indah itu rusak dengan teriakanku ke setiap orang yang mengajakku berbicara.

Sial, keributan itu sekilas terdengar ke anak-anak sekelas.
Memalukan sekali, rasanya aku ingin mengakhiri semuanya hari ini. Aku sudah tidak mampu berpikir mengenai apapun. Yang ada di otakku saat ini hanyalah kebencian yang sangat ingin kuluapkan. Tanganku bergetar dan jantungku berdegup sangat kencang.

Echa sebisa mungkin menenangkanku yang sudah telanjur marah. Aku hanya bisa meluapkan semuanya melalui air mata. Menyedihkan.
Tak henti-hentinya Echa berpesan mengenai banyak hal dan menguatkanku saat itu. Aku merasa hanya dia yang bisa mengerti kondisiku. Jika tidak ada dia, entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Pasti lebih buruk.

Setelah keadaan lebih membaik, aku berusaha untuk memperbaiki komunikasi dengan keluargaku.
Dari kejadian kali ini, aku dapat mempelajari sesuatu. Sebesar apapun masalah, komunikasi adalah jalan terbaik untuk menyelesaikan semuanya.
Masalah selesai. Saatnya memperjuangkan hal lain.

Reflection ; About Echa.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang