PROLOGUE

232 23 2
                                    

Enjoy reading
:)

Kamis pagi yang kelabu. Ditambah lagi hujan deras mengguyur sebagian besar kota Seoul. Chanyeol tidak menonton ramalan cuaca hari ini dan alhasil ia terjebak hujan dan dengan terpaksa harus berlindung di sebuah kedai kopi. Hampir seluruh mantelnya basah karena ia memaksa menembus hujan ketika mencari tempat untuk berteduh.

Di depannya sudah ada secangkir coffee latte hangat – favoritnya. Takdir baik memang tidak memihak padanya hari ini. Ia melamun, menatap kosong ke arah depan. Jari telunjuknya memutari bibir cangkir sembari bertopang dagu pada tangan kirinya. Ia sendiri tidak tahu sedang memikirkan apa. Dia hanya mendengar suara guyuran hujan yang semakin deras, pengunjung dan barista yang sedang bertransaksi, dan terkadang suara lonceng kecil pada pintu kedai terdengar ketika seseorang membuka pintunya.

Lelaki bertubuh tinggi itu bukanlah tipikal orang yang menyukai keramaian. Ia lebih memilih tinggal di dalam gudang yang gelap dan pengap daripada datang ke pesta. Tipikal seorang introvert garis keras.

Chanyeol akhirnya menyeruput sedikit minuman hangatnya, meletakkannya kembali, dan melamun untuk yang kesekian kalinya. Untung saja ini masih pukul delapan lewat dua puluh lima menit. Pegawai perusahaan start-up ini masih punya waktu empat puluh lima menit sebelum jam kerjanya dimulai. Setidaknya ia tidak terlalu basah untuk mengikuti rapat rutin.

Park Chanyeol sudah menjadi "budak" di perusahaan itu selama tiga tahun. Sebuah neraka baginya. Bosnya bukan orang yang bisa diajak berkompromi dan tidak suka disalahkan. Ingin rasanya Chanyeol mengakhiri semuanya tapi dia terlalu takut tidak bisa mendapat pekerjaan yang lebih baik dari ini.

"Kapan hujan ini akan berhenti?" Gumamnya, memandang lurus ke luar jendela. Hujan tampak taka da tanda akan berhenti, malahan semakin deras. "Astaga! Aku tidak ingin menjadi kandidat PHK selanjutnya!"

Sebuah mimpi buruk baginya. Bulan ini adalah bulan dimana perusahaan akan melakukan perombakan. Yang kuat yang bertahan. Chanyeol adalah satu dari sekian banyak orang yang tidak sedang dalam posisi baik-baik saja. Well, tapi apa yang bisa diharapkan dari pegawai rendahan semacam Park Chanyeol selain media pelampiasan amarah sang pimpinan.

Ponselnya yang tiba-tiba mengeluarkan bunyi berhasil menarik perhatiannya. Tidak biasanya ada orang meneleponnya pagi-pagi begini. Di layar tercatat dengan jelas nama rekan satu divisinya.

"Halo?"

"YAK! Kau dimana?!" Sahut Taemin dari balik telepon.

"Berteduh. Masih ada tiga puluh menit lagi. Aku sudah dekat jadi jangan terlalu khawatir." Balasnya santai.

"Bagaimana aku tidak khawatir jika kau dan aku menerima surat PHK dari perusahaan!" Katanya, berhasil menghentikan jantung Chanyeol.

"A-apa! Surat PHK?" Tubuh Chanyeol lemas seketika. Mimpi buruknya menjadi nyata.

"Cepat kemari jika pesangonmu tak ingin dipotong!"

Tolong katakan pada Chanyeol untuk tidak gugup. Dia seperti anak kecil yang kehilangan ibunya di pasar malam. Chanyeol benar-benar lari menerobos hujan. Ia tidak peduli lagi dengan pakaiannya yang basah dan sepatunya yang sudah menggenang air di dalamnya. Ia tidak ingin pesangon atau apalah itu namanya untuknya dipotong.

"Bos sialan!" Umpatnya selagi berlari.

Dia benar-benar seperti seekor anjing yang basah kuyub. Rambutnya basah seperti sehabis keramas. Dia terlihat sangat tidak baik sekarang.

Teman sekantornya melihatnya iba. Terlebih karena ia termasuk salah satu orang yang akan di PHK. Tidak tanggung-tanggung memang. Dua puluh orang di PHK bulan ini. Ia tidak menyangka bahwa hidupnya akan menjadi semenyedihkan ini.

"Apa boleh buat. Semua orang paham bagaimana perusahaan ini." Kata Taemin pasrah.

"Tapi bisakah tidak semendadak ini? Aku punya tanggungan istri dan dua orang anak!" Ungkap kesal Kibum.

"Aku juga masih memiliki tanggungan untuk Sehun. Dia tidak mungkin harus putus kuliah hanya karena aku dipecat."

Tiba-tiba segerombolan orang menghampiri mereka bertiga. Sebagian menangis, sebagian menatap iba, sebagian lagi mencoba memberi ketegaran.

"Kalian tidak layak untuk dipecat! Kalian adalah karyawan terbaik!" Kata Yuri, sekretaris kepala divisi.

"Maafkan aku karena tidak bisa mempertahankan kalian." Kata Yunho, Kepala divisi, dengan penuh penyesalan.

"Ini semua bukan salahmu, Pak! Mungkin memang perusahaan menghendaki kami untuk pergi." Kata Chanyeol, mencoba untuk membuat Yunho tidak merasa bersalah.

"Lalu, bagaimana dengan adikmu? Bukankah dia masih kuliah?"

"Aku akan memikirkannya nanti. Sekarang aku ingin mengucapkan terima kasih karena kalian semua sudah menjadi rekan kerja yang baik. Doakan aku supaya bisa segera mendapat pekerjaan yang lebih layak."

"Tentu saja! Kau tampan dan kau harus bekerja dengan layak!" Kata Sooyoung sambil menangis, disambut tawa yang lainnya.

***

Sesampainya di rumah, ia segera mengganti bajunya dan menyeduh secangkir the hangat. Ia mendapat uang banyak tapi dia tidak bisa mempertahankan uang itu selamanya. Ia harus terus bekerja untuk perputaran ekonominya. Uang itu akan habis dalam tiga bulan saja karena harus membayar uang kuliah Sehun.

Sekarang yang ada di pikirannya adalah bagaimana menyampaikannya pada Sehun. Dia tidak ingin adiknya itu merasa terbebani dan bersalah karena kakaknya harus mencari uang untuk membiayai kuliahnya.

"Sehun pasti akan merasa bersalah." Keluhnya.

Karena tak ingin semakin pusing, ia menyalakan televisi dan melihat cuplikan berita yang nyatanya tidak membantu sama sekali.

Karena tidak membantu apapun, ia berselancar di ponselnya untuk mencari lowongan pekerjaan. Dia berharap setidaknya ia menemukan lowongan kerja part time. Dia benar-benar putus asa.

Usianya tidak lagi muda. Dua puluh delapan tahun adalah usia yang terlalu tua untuk melamar di sebuah perusahaan. Semua lowongan yang ia temui memiliki batas usia maksimal adalah dua puluh lima tahun.

"YA! Apakah orang yang sudah tua tidak boleh bekerja?!" Gerutunya.

Kesalahan terbesar yang pernah ia buat adalah bekerja di perusahaan yang sudah membuatnyasengsara. Jika bukan karena rekomendasi teman sekampusnya, selamanya ia tidakakan pernah mau bekerja disana. Menjajahkan kaki saja tidak mau. Dia tahu bagaimana kepemimpinan Keluarga Lim. Berita di televisi dan desas-desus berkata demikian. Tapi karena kenaifan masa mudanya, ia mengesampingkan semua itu dan memilih untuk masuk kedalam nerakanya sendiri.

*

How To Be Mr. Executive | CHANSOO AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang