Rani beberapa kali berdiri di depan jendela, menyibak sedikit gorden lalu kembali duduk di ruang tengah, menonton televisi bersama adiknya Rasti. Rasti yang saat itu tengah asik menonton drama korea favorit tak begitu menghiraukan kegelisahan Rani. Rani sedang menunggu suaminya pulang, tidak seperti biasa Dika telat. Harusnya jam empat sore, dia sudah perjalanan pulang tapi sampai isya menjelang belum juga sampai di rumah.
"Telpon aja kak, jangan clingukan gitu !" celetuk Rasti.
"Udah tapi handphone nya gak aktif".
Rasti duduk di kelas satu SMA sekarang. Dia memilih ikut kakaknya di kota dan sekolah disana sedangkan orangtua mereka berada di Jawa Tengah bersama anak pertamanya yang telah berkeluarga, dengan kata lain Rasti anak terakhir dari tiga bersaudara. Akhirnya, Rani meletakkan handphone di meja dan turut asik menonton acara kesukaan adiknya hingga suara motor Dika terdengar.
"Tuh, mas Dika pulang"
Rani berjalan ke depan, membukakan pintu dan menyambut kedatangan Dika sembari bertanya perihal keterlambatannya.
"Tadi ban motorku pecah, tidak bisa ditambal jadi harus ganti ban baru."
"Loh, dorong jauh gak tadi ?"
"Lumayan sih"
"HP kok gak bisa dihubungi ?"
"Iya maaf, batrainya habis dan aku ada satu kabar dari atasan. Gak tahu kamu bakal suka atau enggak. Nanti kita bahas sambil nonton televisi, sekarang aku mau mandi dan makan dulu" Rani mengangguk.
Seperti yang telah dijanjikan, Dika memberitahu Rani dan Rasti mengenai kabar yang ia terima dari atasannya.
"Aku dimutasi ke desa Dlangu" ucapnya membuka perbincangan.
"Kenapa ?" tanya Rani.
"Perusahaan buka cabang disana dan aku termasuk dalam sepuluh orang yang dimutasi"
"Dimana desa Dlangu itu mas ?"
"Lumayan jauh Ras, kurang lebih tiga sampai empat jam dari sini"
"Sekolahku gimana ?"
"Nah, ini yang mau aku bahas sama kalian, ada dua pilihan. Satu, kita semua pindah kesana, dengan kata lain, sekolahnya Rasti dipindah juga tapi sayang sih karna kontrakan disini masih ada empat bulan lagi. Pilihan kedua, kalian berdua tetap disini, aku sendiri yang kos disana, dengan begitu gak perlu ribet urus pindah sekolah tapi biaya sama aja, malah nambah untuk kos"
"Wah, kesannya kok jadi aku pemberatnya di pilihan ini".
"Enggak, kita musyawarah aja Ras"
Terjadi perbincangan serius malam itu. Menimbang semua hal baik dan buruknya hingga dicapailah keputusan bulat yakni mereka akan pindah ke desa Dlangu dan mengontrak disana. Rasti tidak keberatan jika harus pindah sekolah ditambah biaya akan makin membengkak jika tinggal berjauhan karna harus nambah uang sewa dan nambah biaya untuk makan juga. Tanpa membuang waktu, Rani segera mengurus kepindahan sekolah adiknya pada keesokan harinya karna minggu depan mereka harus sudah pindah ke desa Dlangu dan hari senin, Dika mulai bekerja disana.
Sementara Rani mengurus kepindahan Rasti, Dika mencari kontrakan yang akan mereka tempati. Selama tiga hari masih belum ada kontrakan yang cocok untuk mereka tempati hingga akhirnya Dika izin kerja setengah hari untuk datang langsung ke desa Dlangu dan mencari kontrakan dengan bertanya sana-sini. Dika tak sendiri, dia ditemani Toni untuk pergi ke desa itu. Toni juga mencari kontrakan karna dia juga diperintahkan untuk mutasi kerja seperti Dika. Sekitar pukul tiga sore mereka sampai di kantor cabang desa Dlangu dan mulai menyusuri perkampungan untuk mencari kontrakan. Setelah beberapa lama mencari akhirnya mereka temukan dua kontrakan yang langsung memikat hati. Kontrakan itu berada di gang Kenari, gambaran rumah-rumah di gang itu sudah ramai dan tertata rapi. Toni memilih kontrakan di sisi utara jalan sedangkan Dika diseberang, sisi selatan jalan. Untuk menuju ke kontrakan Dika harus melewati tiga rumah setelah kontrakan Toni. Dika memotret seluruh ruangan di rumah itu dan merekam video untuk dikirimkan ke Rani. Ternyata Rani dan Rasti menyukainya. Pada hari itu juga, Dani membayar uang muka kontrakan sebelum kembali ke kota.
Hari-hari berikutnya mereka kemas sedikit demi sedikit barang-barang agar tak ada yang tertinggal. Rasa antusias membumbung hingga hari minggupun tiba. Mereka bertiga menyewa sebuah mobil pick up untuk mengangkut barang-barang. Ada juga teman sekantornya yang menawarkan mobilnya untuk mengantar Dika, Rani dan Rasti ke kontrakan baru mereka.
Mereka bersenda gurau hangat sepanjang perjalanan. Temannya Dika turut senang ketika sampai di kontrakan, ternyata dia menyukai suasana di sana tapi sayangnya dia tidak termasuk dalam sepuluh orang yang dimutasi.
"Gus, aku makasih banget loh dibantuin pindahan"
"Santai saja, disini tenang banget Dik, sayang bukan aku yang dimutasi"
"Mau tukeran ?" canda Dika yang lekas mengundang tawa semuanya.
Bagus membantu menurunkan barang-barang dan membantu menatanya juga lalu mereka beristirahat di teras sembari menenggak es sirup buatan Rasti. Bagus tak habis-habisnya memuji perkampungan disana, rumah yang nyaman, warga yang ramah dan suasana yang tenang.
"Kayaknya kamu gak bakal bisa tidur malam ini" tutur Dika.
"Kenapa ?"
"Kepikiran kontrakanku"
Sekali lagi ucapan Dika mengundang gelak tawa.Tak lama makan siang dihidangkan. Rani tidak memasak melainkan membeli makanan di warung dekat kontrakannya. Sore menjelang ketika mereka selesai makan. Satu persatu membersihkan diri lalu solat ashar. Selepas maghrib barulah Bagus pamit pulang.
Dika dan Rani mengantarnya sembari mengucapkan terimakasih."Ajak main istri dan anakmu kesini ya, pasti mereka juga senang !"
"Pasti, inshaalloh minggu depan aku kesini lagi"
"Iya, makasih ya, hati-hati"
Akhirnya Bagus berlalu pergi, tak lupa menyapa Toni yang juga pindahan di hari yang sama. Malam hari masih diisi dengan agenda menata barang-barang kecil dan pakaian sebelum mereka terlelap sekitar pukul sepuluh malam.
Rumah itu memiliki tiga kamar. Satu di samping ruang tamu yang ditempati Rasti. Dua kamar lagi berada di samping ruang tengah yang salah satunya menjadi kamar Rani dan Dika. Satu kamar terakhir difungsikan sebagai musholla. Diruang paling belakang ada dapur dan kamar mandi.
Malam itu mereka tidur dengan nyenyak. Mungkin karna kecapek an membuat tidur mereka makin pulas hingga pagi kembali menyapa. Pagi itu, Rani bangun lebih dulu, membersihkan diri lalu solat dan kemudian menyiapkan sarapan. Dia belum tahu harus belanja dimana jadi pagi itu mereka hanya sarapan menggunakan mie instan. Pikirnya, nanti siang dia akan membeli makanan di warung dan bertanya ke penjual warung tentang apapun yang belum ia ketahui termasuk dimana penjual sayuran terdekat dari kontrakannya.
Pukul 06.30 Dika dan Rasti pamit untuk pergi bekerja dan sekolah. Tinggallah Rani sendirian di rumah. Ia buka semua jendela agar sinar matahari masuk sebagai pencahayaan sekaligus untuk melancarkan sirkulasi udara. Matanya menatap lurus ke tumpukan kardus barang yang belum sempat ditata. Ia hembuskan nafas panjang lalu beranjak untuk membongkar kardus dan menata isinya.
BAB 1 SELESAI
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH NOMER 5 [END] Sdh TERBIT E-BOOK Nya.
HorrorBerawal dari mutasi kerja suami, membuat kami harus pindah ke desa Dlangu dan mengontrak rumah disana. Sejujurnya aku suka dan merasa nyaman dengan rumah tersebut tapi pertanyaan-pertanyaan tetangga seringkali meninggalkan tanda tanya besar di otakk...