07 | Perihal Agama

10 4 0
                                    

Happy reading!

.
.
.
.
.

"Aduh, aku malu banget, Fiaaa ...." Gadis itu menutup wajah dengan kedua tangannya.

Si lawan bicara hanya menatap jengah. "Lo kenapa sih?" tanyanya heran.

"Aku nggak tau kalo ternyata itu emang punya dia, ish, malu bangettttt," Pricilla masih menutup wajahnya, gadis itu tak kuasa menahan malu jika mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.

Fia memutar bola matanya malas. Seakan teringat sesuatu, gadis itu memutar tubuhnya 45° menghadap Pricilla.

"Betewe, lo kenal tuh cowok?" tanyanya penasaran.

Pricilla mengangguk polos. "Iya, 'kan tadi udah kenalan."

Fia berdecak. "Maksud gue tuh, sebelumnya lo udah kenal dia?"

"Oh ... belum. 'Kan kenalannya baru tadi," jawab Pricilla santai.

Gadis dengan rambut sebahu itu menghela napas panjang. Pricilla ini polos atau bodoh si? Tapi kalau bodoh tidak mungkin. Mengingat dia adalah siswa kelas unggulan.

"Sekarang gini deh, lo bisa kenalan sama dia karena apa? Terus apa hubungannya sama sapu tangan yang lo cari itu?" Fia sudah seperti detektif yang sedang mewawancarai narasumbernya, matanya memicing ke arah Pricilla.

Fia itu mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Jadi, ia harus menuntaskan segala hal yang mengganggu pikirannya. Cover nya saja yang terlihat cuek, tetapi dalamnya ia mempunyai jiwa kepo, sama seperti kaum hawa lainnya.

Pricilla menatap Fia bingung, pasalnya Fia terlihat cuek-cuek saja ketika di butik tadi, tetapi kenapa sekarang malah banyak bertanya seperti ini? Meskipun begitu, Pricilla senang. Sebab ia merasa diperhatikan oleh Fia.

"Itu sebenernya emang sapu tangan dia. Waktu itu aku habis pulang ngelamar kerja, terus duduk di halte. Dia lewat naik motor sambil ngebut nggak sengaja deh muka aku kecipratan air kotor," jelas Pricilla seraya mengamati satu persatu objek di taman ini. Setelah selesai makan tadi, Fia mengajak Pricilla ke taman dekat butik. Untuk sekedar menikmati angin sore, katanya.

"Terus dia ngasih sapu tangannya ke lo?" tanya Fia dengan raut muka yang masih terlihat penasaran.

Pricilla mengangguk samar. "Iya."

"Heleh, pasaran banget modusnya." gadis itu mencibir.

"Kayanya dia suka deh, sama lo."

Pricilla tertawa kecil mendengar penuturan Fia. "Nggak mungkin lah."

"Jangan mau deh kalo diajak pacaran sama dia, mukanya tampang buaya soalnya," ujar Fia.

"Hush, nggak boleh gitu. Lagian dalam Islam 'kan haram pacaran," tanggap Pricilla masih mengamati objek di taman.

Gadis dengan rambut sebahu itu bungkam. Ngomong-ngomong soal agama, ia jadi teringat sesuatu. Fia tersenyum kecut.

"Lo udah tau ya," ujarnya seraya menyenderkan punggung di senderan kursi taman.

Pricilla menoleh, "Udah tau apa?" tanya nya polos.

PricillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang