2020 (3)

52 7 0
                                    

Hans (Wonwoo)

Aku menghempaskan tubuhku di bangku bus. Kenapa aku bisa naik bus? Haha....
Semua hanya karena aku....
Aku mengelengkan kepala. Umur sudah seperempat abad masih saja tidak bisa mengontrol diri.

Admit it, Han. Jujur sama diri sendirilah kalau kamu tuh rindu sekaligus takut bertemu dengan Soonyoung hari ini.

Jadi alih-alih mengunakan mobil, kamu memilih naik bus 4 jam lebih awal dari waktu pertemuan dan untuk apa? Mengenang masa lalu?
Ini bahkan bukan bus dan rute yang sama dengan dulu. Bukan kota yang sama juga.

Sejak Eight menjelaskan misi barunya dan menyebut nama Kwon Soonyoung, aku sudah gelisah.

Aku menghela nafas panjang. Kenapa sulit sekali mengontrol emosiku jika sudah berurusan dengan Kwon Soonyoung?

Eight mungkin menyebut Soonyoung duri dalam daging, tapi buat aku, kamu masih dan selalu menjadi matahariku. Pusat orbit dan my kryptonite.

Hanya memikirkan kalau aku akan bertemu denganmu lagi saja. Aku sudah kebingungan seperti ini. Excited, guilt and longing. Semua bercampur menjadi satu gulungan yang membuat dadaku sesak.

Kumparan yang tidak mampu kulepas. Tidak mau kulepas? Karena kalau rasa bersalah ini adalah satu-satunya benang pengingat untukku. Maka biarlah. Setidaknya dengan begitu aku jadi lebih tahu diri. Bagaimapun juga dulu aku yang memutuskan untuk meninggalkan kamu dengan cara pura-pura mati kan?

Dengan melipat tangan di dada, aku mulai memandangi penumpang bus. Berusaha mengalihkan jalan pikir otakku yang mulai menghalu. Senyumku mengembang otomatis ketika melihat beberapa pelajar yang sibuk berceloteh sambil menunjuk-nunjuk ponsel mereka.

Sebuah kenangan lain kembali muncul. Soal kamu yang tidak bisa berhenti mengulang pertandingan taekwondo. Buat heboh 1 bus karena teriak-teriak dan membuat penumpang lain ikut menonton aksi kemenanganmu.
Untung anak 1 sekolah sudah hafal tingkah kamu yang selalu norak. Dimana ada Kwon Soonyoung disana pasti ada tawa.

Aku mengerucutkan bibir, shit.... I should stop smiling.
Aku Jeon Wonwoo, artis papan atas. Bukan Yoon Jeonghan teman SMA Kwon Soonyoung.

Artis mana yang naik transportasi umum seorang diri, pukul 6 pagi, hari Jumat pula! Bagus tidak ada yang memgenali.

Yah, mungkin dengan dandananku sekarang, Ei pun akan kesulitan mengenaliku. Masker, topi bucket menutupi setengah wajah, hoodie dan celana training. Untungnya aku tidak memilih warna hitam atau aku pasti dikira maling atau berandalan yang berniat jahat.

Bus berhenti, pelajar-pelajar tersebut turun dan diganti dengan kerumunan orang dengan jas hitam.
Aku memicingkan mataku curiga. Tapi buru-buru mengalihkan perhatianku ketika melihat wajah salah satu dari mereka.

Dari sekian banyak bus dan hari, kenapa dia bisa memilih bus ini dan hari ini? Kenapa juga dia bisa naik bus? Kemana mobil mewah yang dia miliki?

Life sure loves to see me miserable.

Aku menurunkan topiku sedikit dan memalingkan wajahku ke jendela bus. Tapi mataku tidak lepas dari sosok laki-laki yang sedang mengomel tidak henti. Mengamati melalui pantulan bayangan jendela bus.

"Jun, is it really necessary? Ini bus umum, bukan pasar." Oceh orang itu.

"Boss, ini Seoul, bahkan di New York, anda tidak pernah naik bus. Emang ngak tahu bahaya apa?" Jawab laki-laki jangkung yang memasang wajah galak.

Soonyoung mendorong deretan bodyguardnya dan duduk 2 bangku di depanku. Serentak para bodyguardnya ikut berdiri mengitari Soonyoung dengan Jun berdiri di sebelah Soonyoung, dekat dengan pintu keluar sambil meminta maaf ke penumpang lain atas kegaduhan yang mereka buat.

Aku memusatkan perhatianku pada Jun. Karena jika aku harus mendekati Soonyoung lagi, maka Jun adalah tembok yang harus aku taklukan. Sepertinya Jun ini bukan hanya bodyguard utama Soonyoung tapi juga merangkap sebagai sekertaris dan aspri.

Bisa dilihat dari sibuknya laki-laki jangkung itu dengan ponsel dan sesekali meminta persetujuan Soonyoung.

Mereka juga terlihat akrab dan Soonyoung sangat mempercayai Jun.

Soonyoung sendiri malah terlihat asyik memandangi jendela dan pandangan kami bertemu. Membuat aku menunduk buru-buru.

Shit, dia pasti mengira aku orang aneh.

Hm. Mungkin lebih baik kalau aku turun di perhentian berikutnya. Aku tidak boleh menarik perhatiannya...

Aku terkekeh, aku lupa. Dia mana mungkin mengenaliku. Aku Wonwoo bukan Jeonghan.

Well, the more I have to go. Wonwoo punya reputasi yang harus dijaga dan seorang artis papan atas tidak mungkin naik bus seorang diri.

Lagipula, mereka seharusnya bertemu di kantor Soonyoung kan? Pertemuan pertama mereka harus diatur sedemikian rupa hingga Soonyoung lebih tertarik menghabiskan waktu bersama Wonwoo dan berhenti mencaritahu soal Gun.

Misi satu lagi, Hans juga harus memastikan kalau Soonyoung percaya bahwa Yoon Jeonghan sudah mati. Atau dia, Gun, Eight, semua temannya akan terancam bahaya dan .... sebut saja hidup mereka akan lebih sulit.

Mungkin aku harus sedikit menjelaskan mengapa aku harus memastikan Soonyoung percaya kalau Yoon Jeonghan itu betul-betul sudah meninggal. Tapi nanti, saat ini aku harus turun dari bus dan menghilang tanpa menarik perhatian Soonyoung.

Aku berdiri menuju pintu bus, yang artinya melewati bangku Soonyoung. Setengah mati aku berusaha untuk tidak melirik ke arahnya.

Tapi dasar mata tidak bisa dikontrol, aku menoleh dan Soonyoung tersenyum lebar ke arahku.

????

Aku tertegun. Diam mematung, lupa bernafas juga. Aku rasa, aku tidak tahu. Otakku sepertinya ikut berhenti berfungsi.

Tapi kemudian pintu bus terbuka dan orang-orang mulai berjalan masuk melewati aku yang masih berdiri mematung. Memandangi Soonyoung yang masih tersenyum.

"Ngak jadi turun?" Tanya Soonyoung.

"Huh?" Buru-buru aku melompat keluar dari bus dan berlari. Kemana aku tidak tahu yang pasti menjauh dari Bus dan ke arah yang berlawan dari tujuan Bus tersebut.

TRAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang