Halal🕊️

580 57 6
                                    

Seminggu setelah kepulangan Afka, Adzra baru membuka kedua mata. Sontak saja membuat orang-orang yang menjaganya mengucapkan syukur. Orang yang ditunggu-tunggu kesadarannya kini telah tiba masanya. Dua hari sebelumnya Adzra sudah diberi tahu, bahwasanya Afka ingin menikahi dirinya, hari ini, dirumah sakit, tempatnya dirawat, tanpa ada hiasan sedikitpun, tanpa ada ancang-ancang, tanpa persiapan, namun seminggu lalu, Afka langsung mengajukan diri ke KUA.

Tepat hari ini, Afka akan menjabat tangan Andra, untuk menerima tanggung jawab atas putrinya, menerima dosa bahkan perbuatan jelek yang ada dalam diri wanitanya. Maka dari itu, sejak dahulu Afka menghindari yang berbau pernikahan, dosanya saja sudah setinggi gunung bahkan lebih, terus harus nanggung dosa anak orang juga? Ah, yang benar saja. Namun setelah pertemuannya dengan Ali, pertahan Afka runtuh, bagaikan gunung paling tinggi diguncang longsor, sehingga gunung itu berubah menjadi lapangan.

Yang menghadiri hanya keluarga dekat, serta beberapa saksi, dokter serta suster yang menangani Adzra juga turut hadir, memberi ucapan semangat sekaligus selamat kepada dua mempelai. Sebelum akad benar-benar dilangsungkan, Andra selalu bertanya, dengan pertanyaan yang serupa, sampai Afka bosan untuk menjawab.

Kamu serius, dengan keputusan ini? Adzra, penyakitan lho?

Mungkin maksud Andra itu bukan apa-apa, hanya saja sebagai seorang Ayah, ia takut anaknya disakiti oleh Afka, ditinggal pergi pas lagi sayang-sayangnya, dengan alasan sebuah penyakit. Ah tidak, Andra tidak mau itu sampai terjadi pada putrinya. Adzra, segalanya, tak boleh ada yang menyakiti gadis itu, tak terkecuali.

Dejavu. Afka menjabat tangan Andra, keduanya hanya dibatasi oleh sebuah brankar. Keringat dari setiap sudut telah membahasi wajah pria itu, bagaikan ada sebuah alat mesin dalam tubuhnya, bergetar. Sungguh, ini diluar ekspektasi dirinya. Zhafran yang berada disamping putranya, hanya bisa menguatkan lewat doa, andai ijab Kabul bisa di wakilkan, mungkin ia orang pertama yang akan menggantikan posisi Afka sekarang ini, tapi, ah sudahlah, pemikiran lelaki paruh baya itu melantur tak jelas.

Ternyata begini rasanya menikah, batin Afka menggerutu.

Tenggorokan lelaki itu tercekat ketika melihat bibir Andra mengucapkan sebuah kalimat yang harus ia jawab dengan cepat. Sekujur tubuh terasa tak bertulang, dan tidak memiliki darah yang mengalir disana. Rasanya ingin sekali ia menutup seluruh tubuh menggunakan karung goni, supaya menutupi raut wajah yang terlihat begitu tegang menahan gejolak di dalam kalbu.

Saat Andra hampir sampai dikalimat akhirnya, Afka menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, “Saya terima nikah dan kawinnya Adzra Izzatunissa binti Andra Dayliqui Suynafga dengan maskawin tersebut dibayar tunai.”

Kata SAH tiba-tiba mengudara di setiap penjuru ruangan, malaikat mencatat dan mengaminkan setiap doa yang dipanjatkan oleh para manusia itu, lembaran baru telah dibuka untuk kedua mempelai, kedua malaikat sudah siap mencatat kegiatan dua insan yang menjadi satu dalam ikatan sakral itu.

Adzra mencium tangan Afka dengan takzim, diakhiri dengan sebuah kecupan di kening gadis itu, sebelumnya Afka sudah membacakan doa, yang di aamiin 'kan oleh Adzra dalam hati. Berganti, Mila memberikan sebuah kotak beludru, yang berisi sepasang cincin. Adzra memasangkan cincin itu disalah satu jari Afka, begitupun sebaliknya, sampai pandangan keduanya beradu. Netra coklat bak senja itu kini bertemu dengan terangnya cahaya malam, gelap namun menyejukkan.

Ntah janjian atau apa, keduanya sama-sama tersenyum canggung mendominasi. Pernikahan tanpa gaun, namun mampu membuat keduanya merasakan indahnya sebuah akad, dilandasi lillahi ta'ala, insya Allah, yang mana akan membawa keduanya menuju surga, suatu saat nanti, dengan ridho Allah.

Kebahagian meletup dalam dua hati keduanya. Tak hayal, orang-orang diruangan itu juga mendadak bisu, bergerak tanpa suara, hanya memperhatikan interaksi Afka dan Adzra, pengantin baru yang masih malu-malu kucing. Hayla yang memperhatikan keduanya greget sendiri, apalagi tingkah Afka, yang sangat kaku, gak ada romantis-romantisnya, peluk kek, atau beri gombalan maut, ya walau terdengar receh, setidaknya menghibur.

Bidadari TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang