Nayla POV
Hari ini Mas Ardi masuk lebih pagi, katanya ada hal yang harus ia lakukan. Setelah mengurus kebutuhan Mas Ardi, aku melangkahkan kaki ke dapur untuk mempersiapkan makanan buat Gio. Tidak biasanya Gio belum bangun, biasanya ia sudah bangun jam enam pagi. Ini sudah jam delapan pagi, tetapi suara Gio belum menggema di rumah ini.
Aku selalu mempersiapkan makanan yang sehat, Gio yang sudah bisa makan nasi membuatku mudah memilih makanan buat Gio. Hari ini aku berniat memasak sayur bayam dengan bacem ati ayam, sudah cukup buat Gio apalagi nanti siang Gio akan makan buah.
Setelah selesai memasak, aku masuk ke kamar untuk membangunkan Gio. Aku lihat Gio masih terlelap di box-nya. Box ini ukurannya besar, mampu menampung dua orang. Sebenarnya aku berniat memindahkan box ini ke kamar samping. Tetapi Mas Ardi belum berani berpisah dengan anaknya. Padahal cuma pisah tidur saja. Ada-ada aja Mas Ardi ini.
Ku lihat Gio sudah sedikit membuka matanya. Ku kecup kening Gio dan berucap. " Selamat Pagi Sayang. Ayok bangun sudah siang."
"Hmmm, gio mau mandi ma. Badan Gio bau." Ucapnya setelah aku artikan bahasanya. Tutur kata Gio itu masih cadel, terkadang susah mengartikan jika tidak terbiasa berbicara dengannya.
"Yaudah ayo bangun, mamah sudah siapin air hangat buat Gio." Aku mengangkat tubuh Gio, dan bersiap ke kamar mandi. Aku lepas semua yang ada di tubuh Gio dan aku masukkan tubuh Gio ke dalam bathup. Aku selalu memandikannya terkadang jika akhir pekan Gio di mandikan Mas Ardi.
Setelah selesai aku mengangkat tubuh Gio dengan handuk yang melingkar di tubuh mungil anakku ini. Ku dudukkan di sofa kamar tidur dan mengganti handuk dengan baju yang sudah aku siapkan.
Setelah selesai aku mengajak Gio keluar untuk memakan sarapan yang sudah aku persiapkan. Ketika Gio sedang makan sarapannya, bel pintu berbunyi. Aku meninggalkan Gio dan keluar untuk membukakkan pintu.
Siapa yang berkunjung sepagi ini?
Ku buka pintu utama, dan memperlihatkan seorang wanita paruh baya yang masih cantik diusianya kini. Ibu yang sudah melahirkan Mas Ardi, Mama Dian.
"Ayok masuk Mah. Mamah mau minum apa?" Mama Dian duduk di sofa ruang tamu dengan wajah yang tidak bersahabat. Memang Mamah Dian tidak merestui hubungan kami. Tetapi sebagai menantu, aku hanya bisa menghormati dan mamaklumi sikap Mamah Dian yang tidak pernah berubah.
"Minum teh aja, Mamah ke sini mau ngajaki Gio main." Ucapnya dengan wajah judes.
"Main ke mana Mah, kok mamah nggak bilang jauh-jauh hari kalau mau ngajakin Gio pergi. Kan aku bisa mempersiapkan kebutuhan Gio mah." Kataku sedikit berhati-hati, takut jika Mamah tersinggung.
"Nggak usah banyak bicara, Mamah sudah bilang sama Ardi kalau mau ngajak Gio pergi. Kamu siapin aja kebutuhan Gio, sekarang mana cucu Mamah?"
"Gio sedang makan Mah dibelakang, aku buatin minum dulu baru bersiap buat kebutuhan Gio." Aku melangkahkan kaki ke dalam, membuat teh dan kembali berkutat dengan perlengkapan Gio.
Kenapa Mas Ardi tidak bicara kalau Mamah mau mengajak Gio main. Apa Mas Ardi lupa?
Aku melangkahkan kaki keluar dengan membawa tas besar berisi perlengkapan Gio. Di ruang tamu, Gio sedang bermain dengan Mamah Dian dengan senyum yang menghiasi wajah Gio. Memang Gio sangat dekat dengan Mamah Dian dan adik Mas Ardi, Dina.
Aku mendekat dan meletakkan tas di samping sofa di ruang tamu.
"Mamah mau ajak Gio menginap di puncak, besuk sore pulang sampai sini. Ardi juga mau nyusul Gio kesana, jadi kamu nggak usah cari Ardi." ujarnya dengan membawa tubuh Gio ke gendongannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Dia, Kamu ✔ - Dunia Gio (Karyakarsa)
RomanceMemiliki keluarga yang bahagia adalah sebuah anugerah terindah. Ketika suami yang selalu mendukung dan membantu pekerjaan rumah yang belum selesai setelah habis bekerja. Rumah tangga kami selalu bahagia mesti ada batu krikil kehidupan, suara tangis...