Part 1

4K 118 2
                                    

Nayla POV

Pagi ini aku terbangun dengan senyum bahagia. Laki-laki yang sudah mempersuntingku sekarang terlelap tidur disampingku. Ku usah rahang yang kokoh ini, rahang yang menampilkan katampanan dan ketegasan. Ketampanan ini diturunkan Mas Ardi ke anak kami yang bernama Gio Wisnuatmaja.

Baby Gio yang sekarang masih terlelap di box tempat tidurnya. Ku tatap ciptaan Tuhan ini, betapa bersyukurnya diriku memiliki suami yang mau menerima gadis yatim sepertiku untuk dijadikan istrinya. Latar belakang keluarga kami juga sangat berbeda, Mas Ardi anak seorang pengacara ternama sedangkan aku hanya anak petani di desa dan mendapatkan beasiswa kuliah dengan jurusan yang sama seperti Mas Ardi. Kesempatan ini yang mempertemukanku dengan sosok Ardi Wisnuatmaja.

Dan jangan lupa Gio, buah hati hasil cinta kami berdua. Tubuh Gio mengeliat, ku lihat selimut Gio sudah dibawah kakinya. Memang Gio kalau tidur tidak bisa diam sama kaya Ayahnya. Seperti pepatah "like son like father".

Ku ambil selimutnya dan kupasangkan kembali, karena pagi ini sangat dingin. Sebelum keluar kamar, aku mendekat ke suamiku dan mengecup singkat pipinya. Aku harus bergegas mempersiapkan sarapan buat Mas Ardi.

Mas Ardi seorang banker di bank milik swasta. Ketika tanggal muda, maka mas Ardi harus berangkat lebih pagi, begitu juga ketika akhir bulan pulangnya bisa larut malam. Ku buka kulkas dan memperlihatkan bahan masakan. Memang sudah kebiasaan keluarga kami, jika sarapan harus makanan berat. Kata Mas Ardi kalau cuma roti, tidak bisa mengganjal perutnya sampai siang, apalagi pekerjaannya yang memungkinkan harus berkonsentrasi penuh.

Ku berpikir sebentar, masak apa ya? Aku putuskan masak sop ayam, sayur bayam, sama tempe goreng, jangan lupa sambal. Sambal disini sangat wajib buat Mas Ardi. Mas Ardi sangat menyukai sambal buatanku, katanya sambalnya enak kaya sambal buatan Mamahnya.

Aku sibuk memasak sampai tidak tahu, jika Mas Ardi sudah mendekat ke dapur.

"Pagi Sayang." Ucapnya.

"Pagi, Mas sudah bangun. Mandi dulu aja Mas, takutnya nanti Gio bangun. Dan nggak ada yang jaga." aku memyuruh Mas Ardi mandi, karena disini kami tidak memperkerjakan ART. Aku yang bersikukuh untuk mengerjakan semuannya sendiri, karena ini merupakan ladang pahala istri.

"Moorning kiss dulu dong. Masak langsung mandi, ini masih pagi." ujarnya dengan memanyunkan bibirnya. Kebiasan Mas Ardi kalau pagi, harus dicium dulu. Katanya biar semangat kerjanya. Entahlah suamiku setelah kehadiran Gio tambah manja aja.

"Apaan sih Mas, kan belum gosok gigik. Bau acem." jawabku dengan masih memotong bayam.

"Ya gak papa dong, lagian kita juga sudah sah suami istri. Mau lebih aja boleh, masak ciuman nggak boleh." gerutu Mas Ardi, yang aku balas dengan tawa kecil.

"Bukannya nggak mau Mas, aku mau tapi nanti setelah Mas mandi dan gosok gigi." jelasku, memang kalau mgomong sama Mas Ardi harus jelas.

"Ih, jadi gemes deh sama kamu. Yaudah aku mandi dulu ya, janji lo kalau habis mandi mau kasih vitamin."

"Iya Mas. Apa sih yang tidak buatmu." godaku, dengan mengedipkan satu mata.

Setelah menyelesaikan memasak menu sarapan, aku melangkahkan kaki ke kamar. Aku harus menyiapkan baju buat Mas Ardi. Pilihanku jatuh ke kemeja garis vertikal warna biru dongker dengan dasinya. Setelah semuanya siap, suara tangisan Gio terdengar.

Langkahku mendekat ke tubuh Gio, Gio yang menangis karena tidak menemukan orang lain disisinya. Ku ambil Gio dari box dan mengendongnya, ku usap punggunya untuk menenangkan Gio. Gio bukan anak yang rewel, Gio anak yang aktif dan kalau dia terjatuh jangankan menangis. Gio pasti langsung lari cari aku untuk diusap kakinya. Meskipun secara fisik mirip Mas Ardi tetapi sifatnya mirip aku.

Terkadang aku dan Gio sangat manja dengan Mas Ardi. Entah bawaan ketika hamil Gio dan terbawa sampai sekarang.

Tiba-tiba ada tangan yang melingkar di perutku, dan hembusan nafas menyapu di kulitku. Memang aku tidak bisa melihat siapa yang memelukku, tetapi aku tahu jika pelakunya Mas Ardi. Karena aroma parfum yang sudah aku kenali.

"Sudah bangun, anak Ayah." sambil mengusap pipi Gio yang masih basah air matanya.

"Yah yah yah." sambil memanggil Mas Ardi, Gio merentangkan tangannya seolah dia ingin digendong sama Ayahnya. Memang sudah menjadi kebiasaan Gio ketika pagi hari harus digendong dengan Ayahnya.

Mas Ardi yang tahu akan apa yang diinginkan anaknya, sontak melepas tangannya diperutku. Dan mengambil Gio dari gendonganku.

"Anak Mamah, mau digendong Ayah ya? Kangen Ayah. Yaudah kalau gitu, Mamah keluar dulu buat nyiapin sarapan Ayah." Ku kecup pipi Gio dan melangkahkan kaki ke luar kamar.

Sebelum kembali berjalan keluar, tanganku seolah ada yang menarik ke belakang. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Mas Ardi.

"Ayah kok nggak di cium sih Mah. Ayah juga mau dong, bukan Gio aja." Mas Ardi merajuk dengan bibir yang dimonyongkan. Ada-ada aja Ayah Gio ini. Masak nggak mau kalah sama Gio.

"Malu, ada Gio Yah." ujarku.

"Gio, nanti aku tutupin Mah. Lagian Gio juga belum pahamkan." jelasnya dengan menampilkan wajah yang merajuk.

" Yaudah, mata Gio tutupi dulu."

Cup

"Sudah ya Ayah Gio, Mamah mau siapin sarapan dulu." aku melangkah keluar kamar, sedangkam Mas Ardi sedang sibuk bermain dengan Gio.

Sekitar pukul enam, Gio dan Mas Ardi turun. Aku mengambil Gio dari gendongan Mas Ardi.

"Gio, duduk disini ya. mamah mau ambilin makan buat Ayah." ucapku.

"Kan kan kan."

"Gio mau makan?" Aku belum membuatkan makanan khusus buat Gio, jadi aku kasih jajanan yang sehat buat balita ini. Dia sibuk dengan makanannya, dan kesempatan ini aku gunakan untuk melayani suamiku. Aku nggak mau sampai suamiku terabaikan. Dia yang akan mengantarkanku ke surga kelak.

"Makasih ya Mah." ucap suamiku.

"Iya sama-sama, Mas nanti pulang jam berapa? Mau dimasakin apa?"

"Jam tujuh kayaknya, terserah Mamah. Papah bakal makan semua masakan Mamah." lanjutnya dengan sudah menyendok makanan masuk ke mulutnya. Betapa bahagianya keluarga kami.

Setelah selesai makan, Mas Ardi melihat jam di tangannya. Dan bergegas pergi ke kantor. Aku dengan Gio mengantarkannya sampai di depan pintu. Ku kecup punggung tangan suamiku, dan dibalas dengan ciuman di pipiku dan Gio.

"Hati-hati Ayah. Gio dan mamah menunggu di rumah." Ucapku menirukan suara anak kecil.

"Iya, Ayah akan hati-hati. Gio jagain Mamah ya, jangan nakal kalau sama Mamah dirumah." Ujar Mas Ardi.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." ucapku menutup obrolan pagi ini. Ku lihat mobil Mas Ardi melaju ke jalan dan ku ajak Gio masuk ke dalam rumah.
----

Gimana part satu-nya?

Suka tidak?

jangan lupa follow akun ini ya, vote bintang dan komen.

Aku, Dia, Kamu ✔ - Dunia Gio (Karyakarsa) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang