Nayla POV
Aku keluar dengan membawa satu tas yang berisi baju ganti untuk satu hari kedepan. Aku menghambiri Mas Ardi yang duduk di sofa.
"Mau berangkat sekarang Mas?" tanyaku.
"Iya, ini sudah jam 2 siang. Takut nanti macet apalagi ini hari akhir kerja." jawabnya.
"Mas, sudah makan?"
"Belum, kita makan di luar saja. Sekalian beragkat."
Mas Ardi mengambil tas yang aku bawa dan memasukkan di bagasi mobil. Aku sibuk mengunci pintu dan gerbang. Memang rumah kami tidak begitu besar dan tidak ada satpam buat berjaga. Tetapi komplek perumahan ini sudah disediakan satpam untuk menjaga 24 jam. Jadi tidak terlalu was-was jika meninggalkan rumah dalam keadaan kosong.Aku masuk dan duduk disamping Mas Ardi. Mas Ardi mengarahkan mobil ke jalan menuju puncak.
"Mas?" Ucapku mengawali pembicaraan.
"Iya, ada apa?"
Aku masih takut menanyakan masalah Gio. Kata Mamah dia sudah meminta izin Mas Ardi, tetapi mengapa Mas Ardi tidak memberitahu ku."Emmm, tadi Mamah datang buat jemput Gio, terus Mamah bilang sudah minta izin Mas Ardi. Tapi kok Mas nggak bilang ke aku?" tanyaku dengan pandangan kedepan.
"Oh itu, aku lupa bilang sama kamu. Kemarin Mamah bilang keluarga besar ngadain acara di puncak dan mau ngajak Gio. Yaudah, aku mengizinkan. Terus tadi pagi juga pekerjaan Mas kan juga ada yang bermasalah jadi harus langsung ke kantor. Jadi lupa bilang ke kamu."
Oh lupa ternyata, aku merasa lega atas apa yang diucapkkan Mas Ardi. Memang perjalanan menuju puncak agak ramai, banyak karyawan perkantoran yang mengisi akhir pekan mereka ke puncak, bukan hanya untuk istirahat tetapi juga mengunjungi objek pariwisata yang ada disana.
Aku lihat disepanjang perjalanan, hanya ada pohon-pohon, ruko, resort,restoran memang kami sudah memasuki wilayah Bogor. Ketika aku melihat keadaan di luar mobil, Mas Ardi menghentikan mobil di sebuah restoran.
"Kok berhenti Mas?" ucapku, ini bukan hotel untuk tempat acara.
"Kita makan dulu, sholat dulu. Masih jauh juga tempatnya."
Aku segera turun dan masuk ke restoran mengikuti Mas Ardi. Kami duduk di kursi yang langsung mengarah ke jalan. Restoran ini dilengkapi dengan kaca yang bisa menampilkan pemandangan keluar."Kamu mau pesen apa?"
"Teh anget, sop ayam sama nasi." jawabku dengan melihat menu yang disediakan disini.
"Sudah itu aja, nggak nambah tempe goreng?"
"Iya nggak pa-pa, itu juga boleh."
Mas Ardi melambaikan tangan untuk memanggil pelayan restoran dan menyebutkan berbagai pesanan. Aku masih fokus memandang ke luar restoran, suasana yang sejuk membuat hati menjadi tenang."Kamu kenapa melamun sih?" ujarnya, tangan Mas Ardi mengenggam tanganku yang berada diatas meja.
"Nggak melamun Mas, aku menikmati suasana ini. Enak ya kalau kita bisa hidup disini, udara sejuk, pemandangan bagus."
"Hmmm, enak sih. Ya besuk kalau ada rezeki kita beli tanah di daerah yang sejuk buat tempat tinggal kita kalau sudah tua."
"Nungguin tua Mas, nggak kasihan Gio kalau mau nengokin kita harus ke pegunungan?" jawabku, Mas Ardi ini bisa saja.
"Yakan Gio masih muda pasti nggak akan keberatan kalau mau jenguk Ayah sama Mamahnya disini."
"Iya ya Mas, pasti Gio kalau dewasa bakal jadi orang yang baik sama kaya Mas."
"Aamiin. Ngomong-ngomong soal Mamah tadi. Aku minta maaf ya, aku tahu mamah pasti berkata kasar sama kamu." ucapnya dengan ucapan tulus.
"Sudah biasa Mas, hatiku sudah kebal dengan omongan Mamah Mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Dia, Kamu ✔ - Dunia Gio (Karyakarsa)
RomansMemiliki keluarga yang bahagia adalah sebuah anugerah terindah. Ketika suami yang selalu mendukung dan membantu pekerjaan rumah yang belum selesai setelah habis bekerja. Rumah tangga kami selalu bahagia mesti ada batu krikil kehidupan, suara tangis...