5. That Dinner

7.6K 730 80
                                    

Dysa memicingkan matanya guna memperjelas penglihatannya. Berharap apa yang dilihatnya sekarang salah. Sayangnya, harapan itu hanyalah semu. Sosok pria yang usianya sudah lumayan sepuh di depannya ini benar-benar Prof. Wisnu--mantan dosen pembimbing skripsinya sekaligus mantan mertuanya. Tulang selangka Dysa rasanya mau lepas dari bahunya begitu terciduk berpelukan dengan Jevano.

"Papa kok ke sini?" tanya Jevano berusaha mencairkan suasana yang sempat beku.

"Hmm, Papa ada Janji sama Prof. Arifin. Ya udah sekalian ketemu kamu." Prof. Arifin adalah teman Ayah yang sekarang menjadi dekan di kampus tempat Jevano mengajar ini.

"Oh," balas Jevano singkat.

Jevano punya pengendalian diri yang luar biasa. Bahkan sudah terciduk berpelukan dengan mantan istrinya pun, pria itu masih tampak tenang. Seolah tidak terjadi apa-apa di ruangan itu. Berbeda dengan Dysa yang wajahnya mendadak pias. Tangannya juga gemetaran.

"Kamu ... kok bisa ada di sini?" tanya Prof. Wisnu seraya menatap Dysa intens. Tatapan itu masih tetap sama seperti dulu, dalam dan mampu membuat siapa pun segan. Kewibawaan seorang Prof. Wisnu memang tak pernah luntur meski umurnya sudah tidak muda lsgi.

"Sa-saya kuliah S2 di sini, Prof." Dysa menjawabnya terbata. Sejak dulu ia sering mati kutu saat berhadapan dengan Prof. Wisnu.

Dysa jadi ingat saat ia bimbingan skripsi dulu. Setiap akan masuk ke laboratorium fisiologi menemui Prof. Wisnu, ia selalu komat-kamit merapalkan doa. Satu hal lagi yang sulit dilupakan saat Dysa salah dalam prosedur penelitian dan perhitungan statistika. Prof. Wisnu memarahinya habis-habisan dan menyuruhnya mengulang penelitian dari awal. Wajahnya memucat saat skripsinya disuruh revisi total oleh Prof. Wisnu. Parahnya saat itu ada seorang pemuda yang melihatnya ketika dimarahi Prof. Wisnu. Dysa tidak mengenal pemuda itu. Ia hanya menduga mungkin pemuda itu kakak tingkat yang menjadi asisten Prof. Wisnu.

Sekeluarnya dari laboratorium fisiologi, Dysa menaiki tangga menuju rooftop gedung jurusan. Ia menangis kencang di tempat sepi itu. Mengulang penelitian sama saja memperpanjang semester. Artinya Dysa bisa molor lulusnya. Di tengah deru tangisnya, tiba-tiba pemuda yang ada di laboratorium fisiologi itu datang membawakan air mineral untuk Dysa. Kemudian pemuda itu menawarkan bantuan pada Dysa. Entah mengapa saat itu Dysa menerima saja bantuan dari pemuda itu.

Berkat bantuan pemuda itu Dysa mampu menyelesaikan penelitiannya lebih cepat, sehingga ia bisa lulus tepat waktu. Dan setelah sidang skripsi, ia baru tahu bahwa pemuda yang membantunya itu adalah putra dari Prof. Wisnu yang sedang menempuh S3 di Columbia University. Ia kembali ke Indonesia dalam rangka liburan sekaligus mengerjakan proyek penelitiannya.

"Dysa?" panggil Prof. Wisnu membuyarkan lamunan Dysa.

"Iya, Prof. Ada apa, Prof.?"

"Nanti malam Jevano mau ke rumah. Kamu ikut ya, Dysa. Kita makan malam bersama."

"Makan malam?"

"Iya. Di rumah saya."

"Tapi saya ...."

"Kamu mau membantah guru kamu?" ujar Prof. Wisnu dengan tatapan menusuk. Dysa otomatis kikuk dan ngeri sendiri dengan tatapan itu. Rasanya ini seperti bimbingan skripsi.

"Dysa bisa ikut kok, Pa. Biar Jevano nanti yang jemput," tukas Jevano membuat Dysa kicep.

"Tapi ...."

"Aku minta alamat kamu. Nanti malam aku jemput," potong Jevano. Terpaksa Dysa menurutinya.

***

Dysa akhirnya berangkat juga ke rumah mantan mertuanya. Ia sempat digodai Tarissa dan Karin saat akan berangkat tadi. Namun, ia justru tidak mempedulikan kedua teman kontrakannya itu karena jujur saja saat ini ia tidak bisa tenang. Bertemu dengan kepingan-kepingan masa lalu tentu saja tidak mudah. Apalagi ia bukan apa-apa di keluarga Jevano sekarang. Untuk ikut makan malam saja rasanya ia tidak pantas.

Dear, Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang