Kerudungku pernah ditarik-tarik dari belakang hingga nyaris lepas di luar kelas, dan kejadian itu dilihat oleh adik-adik kelas. Itu benar-benar kejadian yang sangat memalukan saat itu. Penutup kepala yang seharusnya dipakai untuk menutup aurat sekaligus menjadi bagian dari seragam sekolahku, ditarik seperti itu. Aku tidak tahu apa kesalahanku sampai mereka tega melakukan itu kepadaku.
Dan pelecehan pun pernah hampir dilakukan di dalam masjid. Saat itu ada salah satu mata pelajaran yang mengharuskan seluruh siswa di kelasku untuk berkunjung ke dalam masjid sekolah. Seluruh siswa diharuskan untuk melakukan shalat duha sebelum pelajaran tersebut dimulai. Waktu itu aku tidak ikut shalat karna sedang datang bulan. Beberapa siswi lenjeh mendekatiku untuk menanyakan mengapa aku tidak ikut shalat.
Mereka berkata, "Hey, kenapa kamu gak ikut shalat?"
Dan aku jawab, "Aku gak shalat, aku lagi dapet."
Terus mereka ngerasa gak percaya, "Masa sih lagi dapet? Coba kita telanjangin ya buat lihat pembalutnya."
Salah satu siswi hendak menarik bajuku dan menyentuh pembalut yang aku pakai dari tubuh bagian belakangku, sedangkan teman-temannya yang dia ajak bicara itu tidak ikut menarik bajuku dan hanya melihatku saja. Aku otomatis berontak dengan melindungi bagian tubuh yang hendak dia sentuh, dan akhirnya dia menghentikan perlakuannya. Meskipun dia hanya berniat untuk bercanda, namun itu sudah keterlaluan. Kejadian itu berlangsung di dalam mesjid yang adalah tempat ibadah yang suci.
Merasa paling tersakiti? Oh tidak. Disana aku juga sering melihat tindakan pelecehan seksual antar sesama siswa maupun salah seorang guru terhadap siswanya. Bahkan ada yang sampai menangis di tempat saat tindakan pelecehan baru menimpa salah satu teman sekelasku. Aku belum pernah melihat satu orangpun murid yang berani speak up atas tindakan pelecehan itu. Semuanya merasa malu dan takut, bahkan media sosialpun belum buming seperti saat ini. Speak up masih menjadi tindakan yang tabu saat itu.
Aku tetaplah seorang gadis yang berhati rapuh. Setiap kejadian pelecehan yang telah menimpaku, aku selalu menangis seorang diri dengan menutup wajahku dengan bantalku ketika waktu sebelum tidur di rumah. Ingin rasanya bercerita kepada orang tuaku, namun mereka pasti tidak akan bisa bertindak apapun. Aku benar-benar tersiksa selama bersekolah disana. Sekolah berbasis agama yang seharusnya bisa mengayomi dan mendidikku untuk jadi lebih baik, malah bagaikan neraka karna perundungan dan pelecehan yang kerap kali menimpaku.
Sikapku berubah menjadi dingin dan pemurung seolah-olah membenci semua hal yang aku miliki. Merasa tidak ada satupun yang mau berpihak padaku. Sebagian masa remajaku diisi oleh hal-hal yang kelabu dengan orang-orang menjijikan yang aku temui.
Aku hanya bisa menahan semua itu sambil terus berharap bahwa badai akan segera berakhir. Dan akhirnya badaipun telah berakhir saat aku naik ke kelas 9. Aku mendapatkan teman-teman yang baru di kelasku, dan beruntung mereka bersikap normal dan sudah tidak ada yang selalu membullyku. Kegiatan selama duduk di kelas 9 semakin padat dengan berbagai latihan untuk persiapan Ujian Negara (UN). Membuat sebagian besar siswa di tingkat tersebut jarang ada waktu untuk bersenang-senang.
Hari kelulusanpun menjadi pertanda lepasnya belenggu dari tempat yang pernah aku anggap sebagai neraka. Aku tidak pernah menyalahkan sekolah maupun pelajaran-pelajaran yang telah diberikan disana, tapi aku hanya membenci beberapa teman yang pernah membully dan melecehkanku. Kedua orang tuaku belum mengetahui hal itu, aku masih enggan untuk bercerita kepada mereka.
Setelah lulus aku mencoba mendaftar ke salah satu SMK negeri yang ada di Bandung, namun ternyata aku tak lulus tes masuk. Hingga aku terpaksa mendaftar ke SMK swasta. Sebuah SMK swasta dengan bangunan yang tidak terlalu besar dan terletak di dekat komplek perumahan. Orang tuaku tetap menyuruhku untuk memakai seragam berkerudung. Mau tak mau aku harus tetap menurutinya demi bisa melanjutkan pendidikannku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ibu, Aku Takut Menikah ✔
General Fiction[ Berdasarkan kisah nyata dari temannya author ] Danita (bukan nama asli), seorang wanita lajang berusia 26 tahun, harus berjuang seorang diri mengatasi INNER CHILD yang masih melekat kuat dalam kepribadiannya. Berbagai kecemasan dan kekhawatiran sa...