Sejak kejadian Rey menemukan Naya di arena balap liar kemarin, Rey jadi tak tenang apalagi tadi ia tak melihat Naya ada di sekolah membuat Rey dilanda kekhawatiran.
"Aelah melamun mulu nih bocah, mandi sana uyy udah mau gelap nih," tegur Vano.
"Males gue mandi, gak mandi aja udah ganteng gini apalagi mandi kalian kesemsem ntar." Seketika ketiga sahabat Rey kompak menjitaknya.
"Jijik gue," ujar Irgi seolah-olah ingin muntah.
"Apalagi gue," sahut Vano dan Edo bebarengan.
"Ceilah kompak nih, awas ada hati," ujar Rey ngakak lalu ngibrit masuk kamar mandi sebelum pukulan keduanya kembali menghantam kepala.
"Monyet lo Rey."
"Anjir awas lo yaa."
"Gesrek otaknya Rey sekarang nyet, ngeri gue," tambah Edo bergidik.
"Bukannya itu ajaran lo yaa do."
"Enak aja mulut lo kalo ngomong, gue sumpel kaos kaki juga lo ntar."
"Yess menang lagi gue kan," teriak Vano tiba-tiba membuat Edo dan Irgi menghentikan perdebatan mereka.
"Nj*ng kalah lagi gue, gara-gara lo nih Gi."
"Kalo kalah tu kalah aja udah do kagak usah salahin orang. Otak lo kan gak pernah bisa nandingin kita hhahahahaha..."
"Setan lo Gi, kek otak lo bagus aja dah."
"Ohh ten...-"
"Kalian bisa diem gak? Gue lakban juga ntar mulut lo pada," bentak Vano yang kesal melihat sikap keduanya yang sedari tadi tak berhenti berdebat seketika membuat keduanya terdiam.
Rey yang baru saja keluar kamar mandi tampak heran melihat ketiga sohibnya yang biasa rusuh tiba-tiba jadi pendiam.
"Ehh tumben pada diem, kesambet apaan nih?" tanya Rey heran.
"Diaamm!!" teriak ketiganya galak. Melihat tampang ketiganya yang sedang dalam mode kesal Rey pun meninggalkan mereka dan pergi bersantai dibalkon kamarnya untuk menikmati langit sore.
Hmm lo di mana sekarang Nay? lo baik-baik aja kan. Ntah kenapa gue kepikiran lo terus sejak pertemuan kita kemarin, batin Rey khawatir.
———————*****———————
Setelah selesai sholat berjamaah di masjid dekat rumahnya, Rey langsung pulang meninggalkan ketiga temannya yang sedang sibuk tebar pesona di belakang sana. Ehh buset mata keranjang semua ternyata temen gue, batin Rey menahan tawa.
Sepanjang perjalanan menuju rumah pikirin Rey sedari tadi terpusat pada seseorang, siapa lagi kalo bukan Naya. Karena terlalu sibuk memikirkan Naya, Rey hampir saja melewati rumah miliknya
"Astaga, mikirin lo sampe buat gue gak fokus gini Nay," ujar Rey mengusap wajahnya pelan, lalu melangkahkan kaki masuk ke dalam rumahnya.
Baru saja Rey sampai di depan kamarnya dan belum sempat membuka pintu, tiba-tiba Irgi dan Edo datang dengan setengah berlari menaikki tangga dan langsung menabrak dirinya. Rey yang saat itu tengah memegang knop pintu terkejut tak mampu menghindar alhasil ketiganya jatuh tersunggkur di dalam kamar Rey membuat Vano tertawa terbahak-bahak melihat nasib ngenes Rey yang tertimpa dua balokan kayu hhahaha.
"Kalian ngapain rebahan di lantai mending rebahan di kasur deh enak," ujar Vano ngakak.
"Njir pinggang gue, awas lo pada remuk nih gue ketimpa gajah."
"Emang lo pikir gue enggak apa hah," ujar Irgi mengusap pelan punggungnya yang terasa lumayan ngilu.
"Mending lo nyet kagak nyusruk di lantai, apa kabar gue yang cium lantai huh," sahut Rey lalu bangkit dan merebahkan diri di kasur kesayangan miliknya.
"Gara-gara lo nih Do, kita jadi nyusruk di lantai."
"Aelah salah lo juga ngapain pake rem mendadak, yaa kaget lah gue," jawab Edo santai.
Sementara itu Vano yang sudah duduk di sofa sedari tadi tak bisa berhenti menahan tawanya, "harusnya tadi gue foto yaa momen lo pada lagi nyusruk, hahahaha."
"Dasar gak ada akhlak lo jadi temen Van," ujar Irgi melempar Vano dengan bantal yang di sampingnya.
"Kek lho ada akhlak aja Gi," sahut Vano santai sembari mengambil stick ps yang tergeletak di meja.
"Ada woyy," teriak Irgi ngegas.
"Santai bro mending kita lanjut ps aja," ujar Vano menepuk bahu Irgi pelan.
Sementara ketiga temannya sibuk maen ps, Rey memilih turun dan duduk di halaman belakang rumahnya. Raganya memang ada di sini, tapi pikirannya berkelana entah kemana.
"Sh*t kenapa bayang-bayang lo selalu menghantui gue sih ahh."
"Lo kenapa Rey?" tanya Vano yang tiba-tiba saja sudah ada di sampingnya.
"Mumet gue Van," ujar Rey menghembuskan napas pelan.
"Soal apaan? Tugas? Perasaan gak ada tugas deh," sahut Vano lalu duduk di samping Rey.
"Yaa kali tugas Van, mumet gegara cewek, baru bener tuh," ujar Edo berjalan menghampiri mereka diikuti Irgi di belakangnya. Njir suka bener nih bocah kalo ngomong, batin Rey. Ya meski diantara ketiga temannya Edo adalah yang paling gesrek, tapi terkadang tak jarang apa yang di katakannya itu bener adanya.
"Jadi siapa orangnya Rey? Yang ngebuat lho kek orang bingung gini?" tanya Irgi penasaran.
Rey tampak menghela napas sebentar sebelum ia menjawab pertanyaan dari Irgi. "Kalian inget kejadian kemaren kan?"
"Yang di arena balap itu?"
"Iyaa Van, kalian mau tau siapa yang gue liat ada di sana?"
"Siapa Rey," tanya ketiganya berbarengan.
"Inget insiden sepatu kan? Nah ja-."
Belum sempat Rey menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba Edo berbicara, "Oalah jadi cewek itu yang lo temui di arena balap liar kemaren. Siapa sih namanya lupa gue? Ehh belum lho kasih tau deh namanya, siapa namanya Rey?"
"Nyet kalo gue lagi ngomong kagak usah dipotong mangkanya," ujar Rey geram, pasalnya Edo hobi sekali memotong pembicaraan orang tak perduli jika yang sedang dibahas itu adalah hal yang begitu penting.
"Namanya Naya, gue gak nyangka sih kalo tu cewek berani banget ikut balap liar gitu, apalagi para peserta di sana terkenal sadis." Rey pun menceritakan apa yang terjadi pada setelah kepergian ketiga temannya kemarin.
"Ehh buset tu cewek beneran ikut balap liar," teriak Edo terkejut.
"Biasa aja nyet, muncrat nih." Edo hanya tersenyum mendengar kalimat dari Irgi.
"Terus apa yang ngebuat lo jadi kek gini?"
"Gue juga gak ngerti Van, sejak gue nolong dia kemaren. Gue gelisah terus," jawab Rey pelan.
"Bau-bau asmara nih. Jangan bilang kalo lo ada rasa dan jatuh cinta sama tu cewek Rey."
"Nah bener tu kata Edo lo jatuh cinta kali sama dia mangkanya lo jadi gelisah gitu," ujar Irgi menambahi.
Jatuh cinta? Yang benar saja dirinya bisa jatuh cinta sama gadis seperti itu, rasa-rasanya gak mungkin deh, batin Rey.
"Mana mungkin gue jatuh cinta sama dia, gue cuma kasihan aja liat dia kemaren dan sedikit khawatir juga sih," ujar Rey membantah asumsi para sahabatnya itu.
"Dari rasa khawatir lo itu bisa tumbuh jadi cinta Rey, gue rasa yang dibilang dua curut ini ada benernya juga kalo lo mulai ada rasa sama Naya."
Rey terdiam mendengar kalimat Vano, ia meresapi semua yang Vano katakan tadi. Dia masih tak percaya kalo dirinya sudah jatuh cinta dengan Naya, karena ia yakin perasaan khawatirnya ini hanyalah rasa kasihan pada gadis itu tidak lebih.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Yuhuu Rara update lagi🥳🥳thanks buat yang udah baca cerita ini, jangan lupa tinggalkan jejak yaa😉 In Syaa Allah setelah ini Rara bakal rajin update kedepannya.Salam hangat
Rara😘
KAMU SEDANG MEMBACA
ANAYA [On Going]
ChickLitSenyumannya itu hanyalah kepalsuan belaka. Kebahagiaannya itu hanyalah kepura-puraan saja. Semua yang terlihat tak sesuai kenyataan yang ada. Akankah ia mendapatkan apa yang seharusnya ia terima? "Kalo kalian gak tahu siapa gue, mending gak usah ngo...