14

2.5K 473 41
                                    

Pagi ini Lluvena harusnya sarapan bersama Ratu Camille, tapi karena kematian Isabella sarapan pagi itu dibatalkan. Pelayan dari kediaman ratu datang memberitahu Lluvena yang sudah siap untuk pergi ke istana ratu.

"Sangat menyedihkan. Saya dengar Nona Isabella masih berusia 20 tahun, ia wafat di usia yang masih sangat muda." Sarah merasa iba. Ia menghela napas berat.

"Tidak ada yang tahu kapan orang akan meninggal, Sarah. Usia tidak jadi patokan kau akan hidup lebih lama." Lluvena duduk di bangku taman. Pagi ini ia akan sarapan di sana seperti biasanya.

Sarah menganggukan kepalanya, ia tahu ucapan majikannya memang benar. "Keluarganya pasti sangat terpukul."

"Waktu akan berlalu. Yang pergi akan tetap pergi. Yang tinggal harus melanjutkan hidup." Lluvena telah mengalami kehilangan yang juga menyakitkan. Ibunya wafat ketika ia masih remaja. Namun, seiring berjalannya waktu ia bisa kembali meneruskan hidupnya. Yang perlu dilakukan ketika ia kehilangan adalah merelakan.

Benar, merelakan memang sangat menyakitkan, tapi lebih menyakitkan lagi menolak kenyataan. Selamanya akan terjebak dalam penderitaan yang lama kelamaan akan menyeretnya ke dalam kegelapan. Lluvena masih memiliki ayahnya, ia harus kuat agar ayahnya juga kuat.

Jika ia rapuh, maka siapa yang akan menghibur ayahnya. Ia tidak ingin kepergiaan ibunya membuat ayahnya merasakan kehilangan dua orang. Istri dan anaknya yang tidak bisa melanjutkan hidup karena menolak kenyataan.

"Yang Mulia benar. Semua pasti akan berlalu." Sarah menuangkan teh hijau ke cawan Lluvena. "Ah, saya dengar Nona Isabella merupakan calon istri Jenderal Drake. Sepertinya kematian wanita itu jauh lebih baik daripada menikah dengan Jenderal Drake."

Lluvena menatap Sarah tajam. Kenapa Sarah harus menyebutkan nama itu sepagi ini. Ia jadi kembali teringat apa yang Drake lakukan padanya semalam.

"Maafkan saya, Yang Mulia." Sarah tiba-tiba berlutut. Ia menyadari kesalahannya. "Saya pantas dihukum," lanjutnya.

"Berdirilah, Sarah." Lluvena meraih cawan kemudian menyesapnya. Ia mencoba untuk kembali menjadi dirinya sebelum bertemu dengan Drake. Wanita yang tidak mudah terpengaruhi. Wanita yang bisa mengendalikan emosinya dengan baik.

Dua pelayan lain datang, mereka membawakan sarapan untuk Lluvena.

Bau sedap menghampiri penciuman Lluvena. Sup ikan dan beberapa cemilan lain kini berada di meja di depannya.

"Kalian bisa pergi!" Lluvena memberi perintah pada dua pelayan yang tadi mengantarkan sarapan. Lluvena tidak seperti putri raja pada umumnya. Ia tidak terlalu suka dilayani, ia juga memiliki tempramental yang baik. Tidak memarahi pelayannya sesuka hati jika sesuatu tidak berjalan sesuai dengan keinginannya.

Lluvena mulai menikmati sarapannya. Makanan di Artemis memiliki sedikit perbedaan dengan makanan di Onyx, tapi Lluvena bisa dengan cepat menyesuaikan lidahnya dengan makanan yang dihidangkan untuknya.

Ketika Lluvena baru menyantap makanannya, suara langkah kaki terdengar mendekat ke arahnya.

"Memberi salam pada Yang Mulia Putra Mahkota." Sarah menundukan kepalanya.

Lluvena membersihkan mulutnya dengan sapu tangan kemudian berdiri. "Memberi salam pada Yang Mulia Putra Mahkota." Ia menunduk dengan anggun.

Senyum nampak di wajah Putra Mahkota. "Apakah kedatanganmu mengganggu sarapanmu, Putri Mahkota?" tanya Putra Mahkota pelan.

"Tidak, Yang Mulia." Lluvena menatap lurus ke mata Carl. Ia selalu bicara dengan menatap mata lawan bicaranya.

"Itu bagus." Putra Mahkota terlihat senang. "Kau tidak keberatan aku bergabung denganmu, kan?"

Destiny's EmbraceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang