3# Hapus Fotonya Sekarang

17 9 0
                                    

Aku tersenyum kecil saat melihat sebuah foto itu tergantung di depan daskbord mobil.

Dua orang anak kecil sedang tertawa bersama. Satu anak perempuan dengan memegang tangan anak laki-laki di sampingnya, Anak laki-laki tersebut sedang memakai mahkota bunga di kepalanya.

Kak Nash masih menyimpan foto itu, bahkan ditaruh di mobilnya sampai sekarang. Imut sekali kami berdua saat itu.

"Tia, kamu belum sarapan kan tadi?"

"Iya, tapi aku nggak lapar sekarang. Nanti saja kalau sudah sampai rumah", jawabku malas.

Tak ada suara lagi dari Kak  Nash, sepertinya ia kembali fokus ke jalan. Aku kembali melihat sepanjang jalan.

Tunggu, ini kan bukan jalan menuju rumah.

Kak Nash menghentikan mobil di suatu cafe. Turun duluan, dan membukakan pintu untukku.

"Ayo turun, kita sarapan dulu", seraya mengulur tangannya.

"Hah .. Kenapa kita ke sini? Bukannya ke rumah ya?", tanyaku bingung.

Aku meraih tangannya, Kak Nash hanya diam tak menjawab. 

Kami memilih duduk di area outdoor,  Kak Nash memesan semua menu favoritku.

"Ini, makan dulu. Jangan sampai kamu pingsan. Aku gak mau gendong kamu nanti", jawabnya sembari sibuk dengan ponsel. 

Tentu saja, aku makan semua dengan senang. Untung aku punya kaka seperti Kak Nash. Aku tersenyum riang sembari melahap semua di atas meja.

Cekrek.

"Lagi! Dugaanku pasti benar", batinku.

Aku menoleh ke Kak Nash, benar saja dia sedang mengambil fotoku sedang makan. Entah seperti apa wajahku saat difoto. Yang pasti, aku merasa sangat jelek.

"Kak Nash, tadi foto aku diam-diam ya?", rengekku. Mendadak aku kehilangan nafsu makan.

"Iya, saat makan-pun kamu terlihat bodoh", jawabnya.
Ekspresinya datar tapi ada senyum kecil di sudut bibirnya. 

"Kak Nash jahat! Hapus seka-"

Cekrek

Tanpa rasa bersalah Kak Nash kembali memotretku. Lalu, menyimpan ponsel di saku kemejanya. Sepertinya ia mengetahui niatku yang ingin merebut dan menghapus paksa fotoku sendiri.

"Sudah, lanjut makan dulu. Kita sudah telat nih", ucapnya lembut sembari membersihkan sisa makanan di sudut bibirku dengan tisu lalu mencubit pipiku.

Aku menyerah, sangat sulit marah saat dia bersikap baik.

***


Kak Nash sedang membayar total bill di kasir. Aku menunggu di luar. Ku perhatikan, kasir wanita itu terus menatap ke Kak Nash. Pegawai yang lainnya pun demikian. Ada juga pengunjung yang menatap Kak Nash, lalu berbisik ke teman sebelahnya.  

Ah ... aku paham betul sorot mata mereka.
Kak Nash memang tampan. 

"Tia, lama nunggunya?"
Kak Nash kini sudah berada di depanku.

"Engga kok, dibanding Kak Nash yang nunggu dari jam 8 pagi. Ini sih biasa saja", jawabku.

Kak Nash tersenyum sembari menyentil dahi ku.

"Apa sih?! Sakit tau!".

Aku langsung berjalan cepat ke arah mobil. Tak nyaman dengan tatapan orang- orang itu. Kak Nash mengikutiku, meraih tanganku dan menggenggamnya.

"Pelan-pelan saja jalannya, nanti kamu jatuh", ucapnya khawatir padaku.

Aku merasakan tatapan menusuk dari balik punggung. Benar saja, orang-orang yang tadi menatap Kak Nash berbalik menatapku tak suka.

Jangan bilang kalian tak suka aku bersamanya.

Hei, kami bersaudara!

***

Lakuna: Perasaan Yang TertinggalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang