Part 15

6 1 0
                                    

"Papah disini!"

Sabine teriak manggil bokapnya yang baru aja masuk cafe saat ini. Bokapnya yang liat Sabine ngelambai tangan sembari senyum lebar, ikut tersenyum.

Tapi senyuman di muka bokapnya ilang gitu aja pas ngeliat kami-gue sama mama-mungkin(?) Soalnya muka dia kayak sebel plus gak suka gitu.

Dan gue sama Mama cuman bisa saling pandang. Tapi kalo boleh jujur kayaknya bokapnya Sabine lebih gak suka liat Mama deh, soalnya dia ngeliat Mama sampe gitu banget.

Gak lama setelahnya dia jalan ngedeketin kita. Dan sekali lagi tatapan mata tajamnya cuman fokus ke Mama. Auranya mulai gak enak nih :(

"Pah, kenalin ini temen aku. Namanya Natasha. Yang disebelahnya itu Mama nya. Nah, Nata, Tante, ini Papah Sabine" Sabine bangkit berdiri memperkenalkan bokapnya ke kita berdua dengan ramah dan senyum sumringah di wajahnya. Tapi muka yang lagi diperkenalkan, sama sekali gak ramah.

Bokapnya Sabine natap kami berdua bergantian sebentar. Sampai Sabine mengalihkan perhatiannya dengan mengajak bokapnya buat duduk bareng kita.

Tapi baru aja Sabine mau duduk, bokapnya dengan kasar langsung narik tangan Sabine dan memintanya buat berdiri lagi.

"Apa?" Sabine bertanya dengan bingung.

"Pulang!"

"Iya, nanti dulu." jawab Sabine tapi setelahnya gue liat Sabine meringis karena cengkraman tangan bokapnya mengerat.

Namun setelah Sabine merintih kesakitan dan mengaduh pada bokapnya cengkraman itu lalu ia longgarkan. Mungkin dia ngelakuin itu cuman buat ancaman doang, tapi kok segitunya. Kan kasian.

"Kita pulang sekarang, Bine!"

"Emangnya papah udah mau pulang?" tanya Sabine dan bokapnya ngangguk.

Namun Sabine memohon pada bokapnya untuk mengizinkannya pamitan ke gue dan Mama. Yang malah entah karena apa gak dibolehin sama bokapnya.

Sabine yang ditarik sama bokapnya malah mencoba untuk melepaskan dan menyentak pegangan tangan itu. Tentu aja bokapnya marah karena perlakuan Sabine yang seperti itu, bokapnya negur dia dan Sabine menjawab. "Iya. Sabine pukang. Tapi tunggu sebentar. Papah ini kenapa sih? Dateng-dateng langsung ngomel-ngomel, gak jelas."

Gue sadar kalo omongan Sabine itu agak kelewatan buat di denger orang tua. Makanya gak salah kalo bokapnya bentak dia. "Kamu ini denger gak sih apa yang Papa bilang? Kalo Papa bilang pulang, ya pulang?" diakhir kalimat bokapnya Sabine meninggikan suaranya, lebih ke arah ngebentak kalo menurut gue.

Gue bahkan sampe kaget denger bentakan itu, apalagi Sabine yang sampe dipelototi dan dibentak kayak gitu. Seketika seisi ruangan jadi hening dan beberapa pasang mata menatap kearah kita.

Tapi uniknya, Sabine bukannya takut sama bentakan itu dia malah dipelototi balik lah bokapnya itu. Gue kalo jadi Sabine dah berlinang kali tuh air mata.

Sampai di detik berikutnya sebuah suara mencoba untuk menengahi pertengkaran kecil antara Ayah dan anak ini. "Jangan kasar sama anak. Anak itu bukan untuk dikasari." Mama membuka pembicaraan di tengah keheningan itu.

Bokapnya Sabine yang tatapan matanya udah tajem, makin tajem pas liat Mama. Dan mama hanya menatap lurus bokapnya Sabine.

Sementara Sabine sendiri menoleh dan ia tersenyum ke arah Mama seolah menandakan kalo dia itu baik-baik aja sekarang.

Sabine menatap kembali bokapnya dan berkata. "Pah, jangan kayak anak kecil deh. Sabine cuman mau pamitan aja kok. Dah, diem." suruh Sabine dan bokape dia cuman iyain aja.

We Are Twins But Diffrent (versi 1: Nata)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang