If You Understand

82 14 2
                                    

Mungkin, yang tergambar dalam hidupmu adalah aku yang jahat ketika aku harus meninggalkanmu. Jika aku boleh bilang, sebenarnya meninggalkanmu adalah proses menyelematkan kita. Menyelamatkanmu juga.

Temaram lampu jalanan kota menemani perjalanan pulangku malam ini. Aku mengendarai motor matic 110CC. Bersama angin malam yang bergantian ingin masuk ke sela-sela jaket. Sungguh, malam ini dingin sekali. Perjalanan pulang rasanya tidak pernah semencekam ini. Ada rasa yang tertahan di dada. Jalanan kota selalu menyimpan cerita dari berbagai anak manusia sepertinya. Terlebih, jika perjalanan dilakukan seorang diri. Tempat terbaik untuk mengasingkan diri dan mencari ketenangan di tengah bisingnya suara dalam kepala.

Setelah aku memutuskan untuk pergi meninggalkanmu malam ini. Hatiku mati rasa. Jika boleh jujur, aku meninggalkanmu bukan karena sudah tidak ada cinta. Melainkan, kita terlalu banyak menyakiti. Kita sudah terlalu banyak terluka oleh perbuatan bersama. Seperti menggenggam ribuan paku di tangan. Semakin kuat, semakin luka. Mungkin, aku akan terlihat sangat jahat di matamu. Biarlah. Aku lebih ikhlas dianggap penjahat dari pada harus terus melukaimu sebegitunya.

Jika aku boleh bilang, sebenarnya melepasmu adalah bunuh diri bagiku. Bagaimana tidak? Aku sungguh sangat mencintaimu. Kamu harusnya paham itu. Mengucapkan kata perpisahan tidak pernah benar-benar mudah. Aku memacu kecepatan motorku hampir maksimal. Jalanan malam cukup lengang. "Manusia jika sedang sedih, rupanya tidak takut mati." Kataku lirih dalam hati. Jika kamu ingin menyumpahiku, lakukanlah. Aku bisa menerima itu. Keluarkan segala rasamu yang tersimpan. Hingga kamu merasa tenang dan tidak merasakan sakit lagi.

Di matamu, aku sudah tidak layak hadir. Aku paham itu. Kamu membenciku dengan sungguh, ketika aku bilang aku akan pergi. Aku paham itu. Maka, bencilah aku hingga kamu merasa nyaman. Hingga pada akhirnya, kamu akan lupa tentang si brengsek ini yang telah menghancurkan hatimu sebegitunya. Namun, perlu kamu sadari, bahwa aku meninggalkanmu demi keselamatanmu. Aku tidak sanggup jika harus melanjutkannya dan akan kutancapkan lebih dalam luka ini. Maka, ikhlaskanlah. Dengan cara apa pun. Meski kamu harus membenciku sebegitunya, aku akan mengerti itu.

Motor ini bergetar, rasanya motor milikku tidak pernah melaju secepat ini. Seakan belum puas, aku masih memaksa motor ini melaju lebih cepat. "AH! DASAR CENGENG!" Aku kesal karena air keluar dari mataku. Jalanan lengang sekali, tidak banyak kendaraan yang berlalu-lalang. Aku memejamkan mata, merasakan sesak di dada. Jalanan lengang membuat aku seperti melayang. Ada yang mengalir hangat dari wajahku menuju bibir, rasanya agak asin dan sedikit berbau amis. Aku membuka mata, jantungku berdebar kencang, seperti memompa darah dengan terburu-buru. Cairan asin yang mengalir dari wajahku ini ternyata berwarna merah dan rupanya mengalir dari kepala. Aneh sekali, nafasku menjadi berat. Jantungku bergerak semakin lambat, padahal tadinya cepat. Aku merasakan udara semakin dingin, sepertinya jaketku kurang tebal. Mata ini semakin berat, aku masih berusaha keras membukanya, tapi ia melawan seribu kali lebih gila. "Maaf." Lirihku dalam gelap.

Stories about Letting You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang