Let it be Like This

116 17 1
                                    

Proses mengikhlaskanmu pergi sudah berjalan dua tahun. Terhitung sejak kau memutuskan untuk memilih hati yang lain. Aku masih cukup sering memerhatikan di sosial media milikmu. Terlihat bahagia. Bahkan, lebih bahagia jika dibandingkan ketika bersamaku dulu. Kontak Whatsappmu masih hal yang selalu aku buka, hanya sekadar melihat kau sedang aktif atau tidak. Padahal, sudah dua tahun sejak kau pergi tanpa menoleh sedikit pun ke arahku. Jika mencintaimu adalah kebodohan, sepertinya aku akan nyaman dalam kebodohan itu. Tenggelam di dalamnya, bersamamu. Maaf, maksudku, bersama bayangmu.

Waktu terlalu cepat berjalan, yang tadinya kita masih menikmati waktu bersama. Berjalan-jalan di antara gemerlap lampu taman kota, menikmati jajanan pinggir jalan bersama, berbagi cerita tentang kerasnya kehidupan kita masing-masing. Sekarang, aku harus menerima bahwa hadirmu sudah tidak di sini. Apa pun hal indah yang kita lalui, ternyata itu hanya sebatas masa lalu. Beruntung sekali manusia yang mendampingimu sekarang. Aku pernah di posisinya.

Aku pernah menjadi manusia yang paling beruntung ketika bersamamu. Bahagia selalu hadir jika itu tentang kamu. Apakah kamu merasakan hal yang sama? Ketika kita berkencan untuk pertama kalinya, memesan pop corn, berbagi tiket bioskop. Aku merasakannya. Entah, kamu merasakannya juga atau tidak. Waktu memang selalu menjadi musuh bagi setiap senyum yang terlukis di wajah anak manusia. Cepat atau lambat, waktu akan menghapusnya.

Sejujurnya, aku tidak siap jika nanti kita dipertemukan kembali. Bahkan, jika kita hanya berpapasan ketika sedang mengantre ATM, bertemu di mini market, atau bahkan hanya sekadar pertemuan dalam pesan singkat. Aku takut, pertahanan ini runtuh kembali, meskipun sebenarnya aku tidak pernah benar-benar membuat pertahanan ini. Karena sepertinya aku sudah mulai terbiasa. Terbiasa terluka. Terbiasa masih mengharapkanmu di sisiku. Terbiasa dengan segala angan yang bahkan kamu tidak pernah mengharapkannya. Sementara biarlah begini. Aku kepalang keras kepala perihal kamu.

Untuk sementara, biarlah seperti ini . Menelan kenyataan pahit dan menikmati segala harapku denganmu. Untuk sementara, biarlah luka ini terbuka lebar. Hingga nanti aku bahkan lupa akan sakitnya. Untuk sementara, biarlah seperti ini. Melepasmu tidak mudah, tetapi jika itu hal yang kau inginkan maka akan kulakukan.

Stories about Letting You GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang