☁ミ✲ junkyu
─untuk kamu, yang tak pernah singgah apalagi menetap.
"waktu itu perkataanku tak lengkap, maka hari ini akan ku lengkapi kerumpangan itu bersama ucapan berbahagialah selalu dimanapun kamu."
Lewat pesan singkat, aku mengabari bapak kalau pulang sekolah ini aku telat karena ada beberapa urusan di sekolah yang harus diselesaikan. Sebenarnya setengah berbohong, sih, karena urusannya hanya satu yaitu bicara sama Junkyu. Hanya saja ga mungkin aku bilang gitu karena bapak pasti bakal tanya macam-macam. Jadi ini sejenis white lies agar tidak merembet kemana-mana.
"Lo daritadi?" tanyaku setelah menemukan Junkyu yang sedang meletakkan tangannya di atas balkon. Aku ikut bergabung, menikmati semiliar angin jam tiga sore yang untungnya matahari bersahabat hari ini. Ia bersinar sewajarnya ditemani awan putih yang menggantung berseri di langit biru.
"Lumayan. Tapi gapapa, sih. Sekaligus merekam pemandangan yang kayanya bakal gue rindukan."
Aku baru ingat, besok Junkyu sudah pindah. Mungkin itu juga alasan kenapa Hana sedikit terburu-buru mengejar deadline. Aku cuma tersenyum, turut bergabung menyaksikan mobil dan motor yang berlalu-lalang di dua jalur.
"Lo pindah kemana, Jun?"
"Bandung, Nar."
"Oh... Kenapa pindah emang?"
"Kampung halaman gue disana dan papa ditugasin di kantor yang awal. Jadi sekeluarga harus pindah juga. Kebetulan pacar gue juga di Bandung"
"Oh... Ya wajar, sih."
Hening. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Niatnya aku mau bertanya lagi perihal apa yang mau dia omongin sama aku, tapi gajadi.
Sebenarnya, ada banyak sekali hal yang mau aku sampaikan, Jun.
"Nar..." iya gajadi karena Junkyu sudah bicara duluan. "Ya?" aku bisa lihat Junkyu ngeluarin sesuatu dari saku celananya.
"Maaf, tapi... Ini dari lo, kan?"
Saat itu bukan hanya suasananya yang hening, aku juga langsung membeku melihat beberapa kertas origami berbagai macam bentuk berada dalam genggaman Junkyu. Junkyu menatap kertas-kertas itu lalu beralih menatap aku yang langsung menunduk melihat ke arah sepatu kami berdua.
"Iya. Dari gue." sudah kepalang basah, aku memilih pasrah dan ga mau mengelak. Walaupun aku ga berani menatap Junkyu, tapi aku bisa liat gestur laki-laki itu sama canggungnya dengan aku.
Diawal saja kami memang canggung, apalagi sekarang.
"Maaf gue lancang."
"Gue senang." ucapan Junkyu barusan langsung membuat aku bergeming kembali menatap wajah dia. "Makasih, surat-suratnya bagus dan enak banget dibaca."
"O-oh iya..."
"Jangan minta maaf soal perasaan lo, Nar. Gue tau betul perasaan itu bisa jatuh sama siapa aja. Dan mungkin perasaan lo kali ini menuntun lo buat suka sama gue."
Aku diam. Benar-benar diam karena untuk berucap saja lidahku rasanya kelu. "Makasih udah suka sama gue, Nar. Makasih buat surat yang udah lo rangkai dan bentuk sedemikian rupa seperti ini. Gue bisa liat upaya lo buat menyiapkan ini."
"Makasih dan maaf, Nar. Maaf belum bisa punya perasaan yang sama."
Aku menggeleng, "Jangan minta maaf juga karena perasaan ga bisa dipaksain dan kali ini, mungkin perasaan lo jatuh bukan pada gue. Gue justru makasih lo tetap menghargai dan ga memarahi gue karena suka sama lo dan surat itu... Gue sebenernya takut lo risih dikirim begituan."
"Gue besok pindah, apa ada yang mau lo sampaikan lagi sama gue?"
Ditengah kebingungan dan perasaan yang campur aduk, sebuah kalimat muncul di otakku. Mungkin, ini saat yang paling benar mengatakan ini,
"Tiga hari yang lalu, lo ulang tahun, kan?"
Junkyu mengangguk, "Gue udah baca surat dari lo itu, makasih, Nar."
"Sebenarnya ada yang belum sempat gue sampaikan di surat itu."
Junkyu diam, menunggu. "Semoga panjang umur untuk hal-hal baik yang membersamai Junkyu Kalingga. Semoga dimanapun lo, bersama siapapun lo, itu menjadi hal-hal baik buat lo. Selamat tanggal sembilan bulan sembilan untuk ke enam belas kalinya, Jun."
Aku gatau, saat ini air mata yang aku coba bendung perlahan berlomba mendesak untuk keluar. Tapi aku tahan, disatu sisi aku ngerasa lega karena aku bisa menyampaikan kelanjutan surat waktu itu.
Setidaknya, belum terlalu telat, kan?
"Makasih, Nar. Makasih buat semuanya. Doa-doa lo, harapan lo semuanya, semoga bisa terjadi juga sama lo. Lo orang baik, lo juga berhak bahagia."
Aku tersenyum lalu mengangguk-angguk, lantas menyadari bahwa sesak menggunung tadi mulai luruh seiring gagalnya aku menahan desakan air mata yang berlomba-lomba ingin keluar.
Ngga, Junkyu ga sedang melihat ke arahku sekarang. Dia hanya diam menatap jalanan setelah mengatakan hal tersebut.
Ah, gapapa. Begini sudah lebih dari cukup.
Momen ini akan kurekam baik-baik dalam otak agar sewaktu-waktu bisa kembali ku ulang lewat proyektor ingatan.
"Untuk Binar Dipalung Senja, semoga panjang umur untuk hal-hal baik yang membersamai dia. Makasih buat semuanya, Nar."
Selesai sudah semuanya. Perjalanan ini sudah sampai ke garis finishnya. Selamat berjumpa di lain waktu, Junkyu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
• •
Dan pamit ketika purnamaku penuh seutuhnya.
---
"semoga panjang umur untuk hal-hal baik yang membersamai kalian."