Chapter 3

9 0 0
                                    


Band Festival

Backstage

12.55 p.m.

Minggu

"Wow wow ada yang bawa boba nih," seru Chandra kegirangan ketika melihat Shea berjalan masuk ke dalam ruang backstage. Mereka sudah bersiap-siap untuk manggung lagi. Bianca tidak terlihat. Begitu pula Edgar. Hanya ada Chandra yang sedang memainkan handphone-nya dan Yuta yang sedang memegang bass-nya.

Shea tersenyum ke arah mereka berdua. Ia meletakkan sekantong plastik berisi bubble tea di meja di dekat mereka. "Mana yang lain?"

"Bianca lagi benerin make-up-nya. Edgar enggak tahu lagi ke mana tuh anak. Kayaknya sih dia lagi di luar."

Shea merasa tak melihat Edgar sebelum masuk ke sini. Tapi ia mengabaikannya dan tidak berniat memberi tahu Chandra.

"Winara mana?" tanya Yuta.

"Tadi dia dipanggil panitia," jawab Shea. "Aku disuruh menemui kalian dulu."

Shea duduk di samping Yuta dan memperhatikan Yuta dengan bass-nya. Seperti biasa Yuta selalu terlihat serius saat memegang instrumen itu.

Sementara itu, Chandra sudah mendekati kantong plastik berisi bubble tea dan mengambil satu. Lalu, ia kembali ke tempat duduknya untuk bermain game di handphone-nya—berpura-pura mengabaikan keadaan sekitarnya.

"Sorry tadi malam aku enggak balas pesanmu," kata Yuta mengawali pembicaraan dengan Shea. Ia menatap Shea dengan tatapan meminta maaf.

"Fine. Enggak apa-apa. Aku juga mengira mungkin kamu sibuk ngerjain tugas. Anak teknik pasti banyak laprak yang harus ditulis kan?" balas Shea dengan nada pengertian.

Yuta tersenyum. "Sebenarnya tadi malam aku juga ke studio buat latihan mendadak. Tadinya aku mau ngajak kamu makan malam bareng."

"It's okay, Yuta. Nanti malam kita bisa aja pergi makan malam bareng buat merayakan penghargaan yang kalian dapat."

"Jadi, tadi malam kamu ngapain? Nonton netflix?" tanya Yuta tiba-tiba. Ia hapal kebiasaan Shea kalau tidak ada pekerjaan yang harus dilakukannya atau tidak ada jadwal—menonton netflix.

Tidak biasanya Yuta bertanya seperti ini. "Yeah. Tadi malam aku mengerjakan proyek-ku di kost," jawab Shea—jujur. Ia memang benar sedang mengerjakan lukisannya yang harus menggunakan charcoal di kamar kost-nya—sebelum Johnny menelepon dan memberitahunya kalau ia butuh teman bicara.

Yuta meletakkan bass-nya di sampingnya. Kemudian, mereka menikmati ketenangan di antara mereka berdua. Shea menyenderkan kepalanya pada bahu Yuta. Sebagian poninya yang panjang menutupi wajahnya. Refleks, Yuta menarik poni yang jatuh itu ke belakang telinga Shea. Sekarang terlihat Shea memejamkan matanya sejenak. "Besok ada kelas?" tanya Shea penasaran.

"Iya. Kelas pagi malah. Semoga aku bisa bangun," jawab Yuta.

"Jangan bolos kelas."

"Memangnya aku pernah?"

"Sering."

Yuta terkekeh. "Emang kenapa kalau aku bolos kelas?"

"Teknik Mesin kedengeran enggak mudah," sahut Shea asal. Dia kan bukan anak teknik.

"Absenku penuh, kok, dan bukan hasil titip absen," balas Yuta.

Shea nyengir mendengarnya. Ia kan hanya bercanda barusan. Ia percaya Yuta bisa mengatur kuliahnya dengan amat sangat baik. "Aku mau bilang sesuatu soal Winara. Kayaknya dia keteteran," kata Shea memulai topik baru. Ia masih bersender pada bahu Yuta dan terlihat rileks.

Saudade | Nakamoto YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang