Chapter 7

5 0 0
                                    


A Short Flashback

Umur mereka masih 13 tahun waktu itu terjadi. Malam itu, tujuh anak SMP duduk melingkar di sebuah ruangan. Ada acara camping di sekolah tapi mereka menyelinap keluar dari tenda malam itu. Mereka berlari menyusuri koridor kelas menuju sebuah ruangan yang kosong dan kelihatannya aman dari pantauan guru.

Ketika mereka sampai di ruangan itu, mereka menyalakan lilin dan senter yang sudah mereka bawa dari tenda. Mereka bertujuh cukup dekat walaupun sebenarnya ada satu anak yang hanya ikut-ikutan saja pada geng itu. Mereka pun duduk melingkar di tengah ruangan itu.

Awalnya, mereka hanya ingin mendengar cerita seram sambil memakan snack tapi kemudian salah satu dari mereka punya ide untuk bermain truth or dare.

"What? Truth or dare malam-malam begini?" protes salah satu cewek di geng itu. Ada empat anak laki-laki dan tiga anak perempuan.

"Come on... It's gonna be hilarious," ucap cowok di sampingnya mendukung ide itu.

"Dare-nya bisa pergi ke kamar mandi yang ada cermin di dalamnya..."

"No! Maksudmu melakukan Bloody Mary?" kata anak laki-laki berkacamata yang tubuhnya paling kecil di situ.

"It's just a joke! Tidak ada yang akan berani bermain itu... Lagipula kalau salah satu dari kita kesurupan gimana?"

Mereka bertujuh bergidik.

"Fine. No spooky dare, then," kata anak perempuan berambut pirang yang duduk paling dekat dengan lilin.

Salah satu dari mereka pun meletakkan sebuah botol minuman di tengah-tengah mereka. Kemudian, mereka menunggu botol itu berhenti berputar dengan jantung berdegup kencang.

Ujung botol itu berhenti berputar perlahan dan mengarah ke seorang anak perempuan dengan rambut pendek sebahu. Ia mengeluh dalam hati kenapa botol itu harus mengarah ke dirinya.

"Truth or dare?" tanya anak perempuan yang mencetuskan ide ini. Matanya berkilat di bawah sinar senter.

Hening selama beberapa saat. "Dare," jawab anak perempuan itu dengan malu-malu. Suaranya yang paling kecil di antara tujuh anak itu. Sudah dibilang, ia hanya ikut-ikutan geng ini.

"Kiss the person in front of yourself," ucap anak perempuan itu yang membuat ketiga anak laki-laki di sekelilingnya tertawa dan satu anak perempuan berambut pirang berniat untuk protes.

"Ditta, mungkin aku mundur aja dari game ini," kata anak itu sambil melirik cewek berambut pirang yang duduk tak jauh di sampingnya. Ia bisa merasakan tatapan panas terarah kepadanya.

"You can't quit the game, Shea," ujar anak lelaki berwajah iseng yang duduk di sampingnya.

"Can I kiss his cheek only?" tanya Shea, mencari excuse.

"Kiss him on the lips, Shea," jawab anak perempuan itu.

Shea menghela napas. Ia menatap anak laki-laki yang duduk di hadapannya dan berusaha keras menganggap salah satu temannya tidak ada di situ. "Fine. I will end this quickly."

Anak laki-laki itu tersenyum kecil. Rambutnya berwarna cokelat. Shea sudah mengenalnya sejak mereka masih berumur 9 tahun. Anak laki-laki itu maju perlahan agar Shea lebih mudah menciumnya... Shea menutup matanya agar tidak perlu membalas tatapannya. Ia memajukan bibirnya dan mengecup bibir itu—secepat mungkin. Meskipun ciuman itu hanya sekilas, tapi ciuman itu meninggalkan banyak hal pada Shea. Ia baru saja mencium sahabatnya tepat di bibir.

Shea bisa merasakan pipinya memanas saat ia duduk lagi di tempatnya. Ia mengalihkan pandangan dari anak laki-laki di depannya tapi anak itu tersenyum geli ke arahnya dan Shea tak mampu untuk tidak membalas senyuman itu. 



《CONTINUE 》


p.s. Shea dulu sekolah di Sekolah Internasional that's why beberapa temannya berasal dari luar negeri dan ia terbiasa bicara dengan Bahasa Inggris. 


And can you guess who was the boy Shea kissed? 

Saudade | Nakamoto YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang