Chapter 6

7 0 0
                                        


Ten's Apartement

Ternyata malam itu mereka terlalu lelah untuk menonton apa pun lagi di laptop Ten. Mereka ketiduran di atas tempat tidur Ten yang luas. Lampu kamar sudah dimatikan sebelum mereka menonton tadi. Hanya lampu tidur yang selalu dibiarkan Ten menyala sampai pagi.

Beberapa jam setelah mereka ketiduran dengan posisi telungkup, Ten terbangun. Ia berniat pindah ke sofa dan merebahkan tubuhnya di sana, tapi Shea menarik piyamanya. "Jangan pindah." Ternyata ia terbangun karena gerakan Ten.

Ten yang sudah hampir berdiri merebahkan tubuhnya lagi di atas tempat tidur. "Oke... Tapi jangan aneh-aneh."

Shea mendengus tertawa. "Iya. Jaga jarak oke."

"Sekalian tidurlah dengan posisi yang benar. Kenapa bantalmu jatuh hah?"

Shea terkekeh lagi. Ia memungut bantalnya yang jatuh ke lantai dan meletakkannya di dekat bed head. Ia memejamkan matanya lagi namun pikirannya belum benar-benar terlelap.

Sementara itu, Ten menaruh laptopnya di nakas samping tempat tidurnya. Kemudian ia bertanya lagi pada Shea, "Mau nyalakan lampu tidur atau enggak?" tanyanya, menyesuaikan pada kebiasaan tidur Shea.

"Matikan aja," jawab Shea.

Ten pun menurut lalu mengambil selimut dan merebahkan tubuhnya di sisi lain tempat tidur. Mereka tidur cukup berjauhan. Ten selalu ingat. Jaga jarak.

"Jadi begini rasanya tidur sama pacar orang..." gumam Ten yang disambut dengan tendangan kaki Shea ke tulang keringnya.

"Auwww..." Ten mengaduh. Ia tertawa. "She, kadang aku benar-benar bertanya-tanya. Bagaimana caranya kamu bisa seimbang menyayangi Yuta dan aku dan Johnny...?" Pertanyaan itu ternyata terdengar bodoh dan aneh. "Kamu enggak selamanya bisa kayak gini kan? Maksudku... mungkin suatu hari kamu akan menikah atau aku akan menikah..."

Shea terdiam selama beberapa saat sampai Ten mengira cewek itu sudah terlelap. Tapi kemudian, ia menjawab dengan lancar, "Aku menyayangi kalian semua... Kalian semua punya arti tersendiri buatku..."

"Apa kata Yuta kalau tahu kamu tidur denganku?"

Shea hampir menendang Ten lagi karena Ten mengucapkan tidur seolah-olah dalam arti yang lain. "Entahlah. Yang jelas kalau dia marah... aku tetap akan membelamu."

Ten mengernyit, terkadang tidak bisa memahami jalan pikiran sahabatnya. "Yuta enggak pernah tahu apa pun ya?"

Butuh waktu cukup lama sebelum Shea menjawab, "Iya."

"Apa kamu merahasiakannya?"

Shea menghela napas. "Ten, untuk apa aku bilang kalau aku menginap di rumah sahabat sendiriku?"

"Dia pacarmu, Shea... Kalian sudah cukup lama berdua."

"Aku enggak mau ditinggal olehnya..."

Mereka terdiam selama beberapa saat lagi.

"Apa kamu pernah bingung, Shea?"

"Tentang apa?"

"Tentang perasaanmu..."

"Aku paham perasaanku sendiri." Shea menangkap maksudnya Ten. "Aku paham menjadi Shea-nya Yuta atau Shea-nya kalian berdua."

Kali ini giliran yang mendengus. "Manusia enggak bisa memiliki manusia lain, Shea. Seorang manusia hanya bisa memiliki dirinya sendiri."

Shea memejamkan matanya dan menarik napas perlahan. Pertama kalinya mereka hanya melakukan random talk berdua. "Ya, kamu benar, Ten." Tanpa ia sadari suaranya terdengar lelah. "Aku memang menyimpan banyak rahasia dari Yuta, pacarku. Tapi setiap orang pasti punya rahasia, kan?"

Saudade | Nakamoto YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang