Chapter 4

5 0 0
                                    

Kampus

"Sheraphine, kan?" tanya seseorang tiba-tiba yang membuat Shea terkesiap.

"Natalya?" Shea tersenyum canggung menatap cewek berambut merah tembaga di hadapannya. Saat itu ia sedang berdiri di koridor—menunggu Ten yang menemui seorang dosen—sebelum mereka akan berjalan bersama ke cafetaria kampus. Kedua tangannya memegang novel Pride and Prejudice.

"Panggil aja Natya," ucap Natalya.

"Oh oke, kalau gitu panggil aja aku Shea," jawab Shea sambil menaruh pembatas buku di halaman yang terakhir ia baca lalu memasukkannya ke dalam tote bag-nya. Natalya jarang bersosialisasi dengan orang-orang. Walau begitu, ia menjadi favorit banyak dosen. Meskipun Shea sekelas dengan Natalya dalam beberapa mata kuliah, ia belum pernah berbicara langsung pada Natalya.

Karena Natalya sangat jarang berbicara di kelas maupun di luar kelas, sampai beredar rumor kalau Natalya punya sindrom kesulitan berbicara. Itu sebabnya dosen-dosen tak pernah ada yang mempermasalahkan kepasifan Natalya. Tapi saat ini Shea mendengar suaranya langsung dan ucapannya terdengar lancar... Suara cewek itu juga terdengar indah.

"Uhm, ada apa?" tanya Shea, memecahkan keheningan mereka yang berlangsung selama tiga menit.

Natalya lebih tinggi dari pada Shea sehingga Shea harus agak mendongak untuk menatap langsung matanya dan betapa terkejutnya Shea ketika menyadari kalau warna matanya hijau.

"Sepertinya hari Jumat yang lalu kamu ketinggalan ini di kelas studio," kata Natalya sambil mengambil sebuah buku berwarna beige lantas mengulurkannya kepada Shea.

"Aku kira buku itu sudah hilang selamanya!" kata Shea sambil menerima buku itu dengan senang. "Makasih banyak, ya." Shea tersenyum sangat manis. "Kayaknya kamu lagi gelisah..."

"A-ah, aku sedang kepikiran kucingku yang hilang."

"Kamu pelihara kucing?" seru Shea.

Tiba-tiba Ten sudah kembali dari ruang dosen. Ia berjalan mendekati Shea dan terheran ketika melihat Natalya juga berdiri di situ. Sama seperti mahasiswa lainnya, ia tahu rumor yang beredar itu soal Natalya. Ia semakin terheran ketika melihat Natalya menunjukkan sesuatu di handphone-nya pada Shea. Ketika ia berdiri di samping Shea dan bersandar pada bahu Shea. "Ada apa?"

Natalya refleks menarik lagi handphone-nya. "Aku cuma beritahu Shea kalau kucingku hilang. Siapa tahu dia tiba-tiba menemukannya di jalan kampus..."

"Boleh aku lihat?" kata Ten.

Natalya menunjukkan foto seekor kucing hitam bermata kuning yang sedang tiduran di atas tempat tidur.

"Lucu banget," komen Ten. "Dari mana dapat kucing hitam?"

"Eh dia pemberian dari Oma-ku," jawab Natalya lagi.

"Wait, aku baru sadar matamu warna hijau," komen Ten lagi yang membuat Shea menyikut tulang rusuknya. "Itu bukan soft lens kan?"

Natalya langsung bersikap salah tingkah. "Bukan... Tapi aku benar-benar bukan warga negara asing, kok."

"Serius? Anyway, aku pernah lihat foto burung hantu-mu di Instagram. Kamu benar-benar pelihara burung hantu?"

Oh satu lagi rumor yang beredar soal Natalya. Dia pelihara hewan-hewan unik. "Kamu beneran pelihara ular juga?" tanya Shea hati-hati.

Natalya terlihat tak terbiasa ditodong pertanyaan bertubi-tubi. "Yeah tapi enggak mungkin mereka aku bawa ke kost."

"Jadi, benar-benar ada burung hantu?" tanya Ten penasaran.

Saudade | Nakamoto YutaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang