Shea's Room
Shea tak terbiasa menerima banyak perhatian. Sejak masih kecil, perhatian orang tua-nya lebih banyak terpusat untuk kakak laki-laki-nya yang umurnya terpaut sepuluh tahun di atasnya. Di keluarganya, tidak berlaku aturan anak bungsu mendapat seluruh pusat perhatian apalagi kalau punya kakak laki-laki yang segala-galanya—pintar, dapat diandalkan, dewasa.
Tapi hari itu, Shea terbangun karena telepon dari kakaknya. Ia mengangkat telepon itu dengan mata setengah tertutup. Ia berdeham sebelum berbicara.
"Halo?" ucapnya.
"Pulang sekarang."
"Hah?" Shea mengacak-acak rambut panjangnya. Dahinya berkerut. Apaan sih suruh-suruh pulang tanpa basa-basi dulu? gerutunya dalam hati. Lalu ia teringat kalau hari ini ia harus mengembalikan mobil kakaknya—kakaknya sudah pulang dari dinas luar kota jadi ia harus kehilangan mobil lagi. "Iya, nanti sore aku ke rumah buat antar mobil kakak. Aku mau bobok lagi. Dah."
"Bukan buat itu," ucap Shan cepat-cepat.
"Terus buat apa?"
"Udah, pokoknya pulang sekarang juga. Kamu boleh pakek mobil itu seminggu lagi. Belom ada lecet sedikit pun kan?"
Tidak biasanya kakaknya jadi baik seperti ini. Ia memikirkan apa motif di balik ini semua. "Enggak ada lecet kok. Kalem," jawab Shea. "Kenapa aku harus pulang? Sekarang kan udah hari Minggu. Besok aku harus kuliah."
"She, jarak rumah ke kampus kan enggak jauh-jauh amat. Pokoknya pulang sekarang. Papa bakal marah kalau kamu enggak pulang," balas Bang Adrian dengan nada menakut-nakuti.
Shea cemberut mendengar ancaman itu. "Iya deh... Aku siap-siap dulu."
"Oke. Aku bakal telepon lagi nanti."
"Yaaa..." Shea mematikan telepon itu lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur lagi. Ia memejamkan matanya selama beberapa saat. Tapi ia teringat kejadian tadi malam bersama Yuta. Ia pun berguling ke sisi lain kasur dan membenamkan wajahnya ke bantal. Astaga... Tadi malam aku melakukan apa? Ia merasakan darah berdesir di pipinya.
Lalu, ia meraih handphone-nya yang tadi ia lempar sembarang di atas selimut. Pukul delapan pagi. Ia melihat beberapa notif chat dari beberapa orang. Chat dari Mama berada paling atas. Lalu—seperti biasa—ia mendapat chat dari Ten dan Johnny. Ia menscroll lagi dan menemukan chat dari Yuta dan... Winara?
"Dari mana Winara tahu ulang tahun-ku? Perasaan aku enggak pernah bilang soal itu. Lagian enggak penting banget ngasih tahu hari ulang tahun ke orang lain," gumamnya sambil membuka aplikasi lain—Instagram. Ia berniat mengecek sebuah akun.
yuu_taa_1026 just uploaded a new post!
Dan benar saja. Yuta mengupload foto dirinya yang sedang memegang bass milik Yuta dengan canggung. Ia melihat caption-nya yang intinya 'Selamat ulang tahun, Sayang'. Lalu, ia paham dari mana Winara tahu hari ulang tahunnya.
**
Sekitar pukul sembilan, Shea sudah siap untuk pergi. Hari itu ia memakai kemeja, celana jeans, dan sepatu sneakers warna kuning favoritnya. Ia mengikat asal rambut panjangnya. Setelah beberapa lama mengecek pakaian dan make up-nya, ia menyambar tas ranselnya lantas berjalan keluar kamarnya.
Ia hampir menabrak Vandra yang baru saja dari dapur.
"Hai," sapa Vandra. Tangannya memegang semangkuk sereal.
"Oh, hai." Shea tersenyum ramah.
"Mau ke mana?" tanya Vandra sambil memperhatikan penampilan Shea yang rapih.

KAMU SEDANG MEMBACA
Saudade | Nakamoto Yuta
Fanfic⌜ Baginya, Yuta adalah bintangnya. Inspirasinya. Baginya, Johnny adalah mataharinya. Pelindungnya. Hingga suatu hari, Shea harus kehilangan salah satunya. ⌟ ⌜𝐬𝐚𝐮𝐝𝐚𝐝𝐞 ; a feeling of longing, melancholy, nostalgia ⌟