I am not the kind of girl
Who should be rudely bargin' in on a white veil occasion
But you are not the kind of boy
Who should be marryin' the wrong girl(Speak Now by Taylor Swift)
***
Aku memasuki kelas ramuan lebih dulu dibanding Harry dan Ron, karena mereka berdua masih sibuk dengan kekasih mereka masing-masing. Terakhir aku lihat, mereka masih mengobrol dengan Ginny dan Lavender di koridor. Daripada aku menjadi nyamuk di tengah orang kasmaran, lebih baik aku masuk kelas lebih dulu.
Aku mengira kelas ramuan masih kosong karena toh masih 15 menit sebelum kelas dimulai. Ternyata, di dalam kelas sudah ada murid dengan rambut pirang platinanya sedang melamun. Dia sendirian, dan tidak menyadari kehadiranku.
Sebisa mungkin aku tak mengacuhkan Malfoy, aku sibuk menata buku-bukuku di meja, sebelum aku mengambil buku ramuan untuk tingkat 6 yang sebenarnya sudah kubaca berulang kali.
Sialnya, aku tidak bisa fokus pada buku ini. Sesekali aku melihat Malfoy yang masih melamun dengan tangan yang bertopang pada dagu.
"Arghhhhh!" Aku kaget mendengar seruan Malfoy. Aku melihat dia mengacak rambutnya sendiri, sehingga rambut dia yang tadi rapih menjadi tak beraturan.
Tak usah hiraukan dia, Hermione!
Aku mencoba memotivasi diriku sendiri, dan mencoba semakin fokus pada bukuku. Tapi hal itu sulit dilakukan, aku mempunyai jiwa yang mudah sekali penasaran. Melihat gelagat Malfoy yang akhir-akhir ini sangatlah aneh, membuatku ingin mencari tahu apa penyebabnya.
Well, aku langsung menggeleng menyangkal pikiran itu. Untuk apa aku penasaran dengan kehidupan pribadi Malfoy.
"Apa yang kau lakukan disini, Granger?!"
Aku kaget atas pertanyaan dadakan Malfoy yang akhirnya memutus kesunyian di kelas ramuan ini. "Well, aku masuk ke kelas ramuan."
"Sudah berapa lama kau disini?"
"Bukan urusanmu, Malfoy."
"Fokuslah pada bukumu, Granger. Jangan terus menatapku."
Baru saja ingin kubalas kata-kata dia yang terlalu percaya diriku, tapi Ron dan Harry berserta beberapa anak lain masuk ke kelas.
"Bloody Hell, Hermione. Kau daritadi berduaan dengan Malfoy? Apa dia menganggumu?" Ron langsung mencecarku dengan pertanyaannya.
"Dia yang datang lebih dulu ke kelas."
"Dia benar-benar tidak menganggumu, kan, Hermione?"
"Tidak, Harry. Dia sibuk melamun, aku sibuk baca buku." Kataku sambil mengangkat sedikit buku terbuka yang sedang kubaca.
"Well, guys..." aku berhenti bicara, niatnya aku ingin bertanya pendapat mereka tentang sikap Malfoy yang berubah sekali. Tapi aku langsung mengurungkan niatku. Tidaklah penting mengurusi hal pribadi Malfoy. Malah aku berharap sikap dia sampai nanti hari kelulusan tetaplah seperti ini. Aku butuh kehidupan damai tanpa usikan Malfoy.
"Ya, Hermione." Jawab Harry dan Ron serempak.
Aku menggeleng dan tepat pada saat itu Profesor Snape datang membuat kelas seketika sunyi.
***
"Kali ini kita akan mempelajari Amortentia." Bisa dipastikan hampir banyak anak yang bersemangat untuk memulai ramuan ini, terutama dari anak perempuan.Setelah situasi kembali reda, Snape melanjutkan, "Kita hanya akan membuatnya dan mengenali karakteristik dan bahan-bahan yang terbuat di dalamnya. Jangan kalian harap untuk mencuri ramuan darisini untuk kalian salahgunakan."
Well, memang Amortentia adalah ramuan cinta tingkat paling atas. Banyak sekali disalahgunakan seseorang untuk memikat yang mereka suka. Tapi yang aku suka dari ramuan ini adalah bahan-bahan dan cara pembuatannya yang sangatlah sulit.
"Adakah yang tahu apa saja yang terkandung di dalam ramuan ini?" Tanya Snape yang membuat tanganku refleks untuk terangkat ke atas. Pertanyaan yang sangat mudah, aku bahkan sudah membacanya di tingkat tiga.
Seperti biasa, Snape tak mengacuhkan aku. Dia terus berkeliling berharap ada murid lain selain diriku yang menjawab. Tentu saja harapan terbesar dia adalah Malfoy, agar jika Malfoy menjawab benar, poin Slytherin akan ditambah.
Aku melirik ke arah Malfoy sekilas, anak itu tampak sedang banyak pikiran, tatapannya pun kosong. Biasanya, dia paling bersemangat di kelas ramuan. Akhir-akhir ini Malfoy memang sangat pendiam, well, itu sangat bagus untuk ketentraman kehidupanku. Dia diam, aku tak diusik, aku aman, dan aku bisa menikmati hidup.
Berhubung anak kesayangannya masih terpaku dengan pikirannya sendiri, mau tak mau Snape mempersilakan aku menjawab. Seperti biasa, jawabanku sebagus dan sedetail itu, tapi jangankan mendapat poin asrama, mendapat ucapan terima kasih atas jawaban yang aku berikan saja tidak.
"Berhubung ramuan ini agak terlalu rumit untuk dikerjakan sendiri, maka aku akan membuat kelompok untuk kalian bisa berdiskusi. Satu kelompok terdiri dari dua orang. Kelompoknya aku yang akan pilih."
Snape mulai memanggil nama-nama yang akan menjadi pasangan dalam membuat ramuan ini. Aku terus berdoa semoga aku mendapat Harry atau Ron.
Bagaikan bom, hal yang sama sekali tidak aku sangka malah diucapkan oleh Snape, "Draco Malfoy dan Hermione Granger."
Aku melongo, terlalu kaget untuk merespons apapun. Hingga terdengar suara gebrakan meja dari meja Slytherin. "Aku tak mau berpasangan dengan dia!"
Malfoy dan arogansinya yang memuakkan. Aku tak terima harga diriku seakan dijatuhkan, jadi aku ikut berdiri, "Aku juga tak mau berpasangan dengan dia!"
Snape memandang kami bergantian, "Itu terserah kalian. Kalau kalian tak mau berpasangan, kalian tidak akan mendapatkan nilai."
"Aku tidak peduli," sahut Draco.
"Aku juga tidak ped-" Tunggu, tadi apa yang Snape bilang, aku tidak akan mendapat nilai? Aku? Hanya karena masalah seperti ini, nilaiku yang sudah sempurna akan hancur? Tentu saja aku tidak terima, apalagi kita sekarang sudah tingkat enam. Aku butuh nilai sempurna, persetan dengan Malfoy.
"Well, aku peduli." Dengan santainya aku berjalan menuju tempat Malfoy, yang wajahnya kian menegang saat aku mendekat ke arahnya.
"Kita akan berpasangan!" Seruku sambil membawa tangan Draco ke atas untuk menandakan bahwa kita sudah menjadi satu tim.
Draco buru-buru menghempas tanganku, "Apa-apaan kau?! Aku tidak sudi satu kelompok denganmu."
"Memangnya kau kira aku sudi? Ini semua demi masa depanku, Malfoy!"
Tiba-tiba saja Malfoy memucat, "Ma-masa depan?"
"Ya, nilai yang bagus artinya masa depan bagus."
"Tidak, masa depanmu tidak ada sangkut pautnya denganku!" Wajahnya yang tadi memucat kini sudah memerah akibat amarah. Wow, separah itukah dampakku untuk hidup Malfoy?
Suara dehaman kencang mengintrupsi argumen kami. Snaps berdiri dengan tatapan tajamnya, "Kalian berdua mendapat detensi 2 bulan karena menganggu kelasku. Dan sebaiknya kalian menyelesaikan masalah kalian di luar, jika kalian masih mau berargumen. Jika kalian ingin belajar, kalian bisa tetap disini. Pilihan ada di tangan kalian."
"Detensi 2 bulan bersama dia? Apa kau bercanda, Profesor?"
"Apakah aku terlihat sedang melempar lelucon, Mr. Malfoy?"
"Brengsek." Umpatnya pelan sekali tapi masih bisa dijangkau oleh telingaku.
"Sebaiknya kau kembali dulu ke tempat duduk asalmu, Miss Granger." Aku menurut, kembali duduk di tempat semua. Malfoy pun sudah duduk tapi tatapan matanya yang tajam terus menusukku.
Snape melanjutkan, "Keputusanku sudah final, kalian bisa rundingkan itu nanti. Proses pembuatan ramuan masih satu minggu ke depan. Sekarang, aku mau kalian mengenal bahan-bahannya terlebih dahulu."
****
Pretty please comment about your thoughts on this story.Btw, ini ff pure romance ya guys. Terus Voldemort disini nggak bangkit dari kubur, kok. Wkwkkwkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love, My Future
FanfictionApa yang akan kau lakukan jika kau diberi tiga kali kesempatan untuk mengintip masa depan? Apakah kau akan menerimanya atau akan menentangnya? Draco mendapat keistimewaan itu - terima masih pada Professor Snape, sayangnya apa yang dia lihat adalah h...