03. Tidak Masuk Akal

1.1K 197 16
                                    

Cessa mencuatkan bibirnya memandangi pintu rumah. Berharap Five sudah pergi dan tidak akan kembali.

Dia membuka pintu pelan dengan mood yang sudah hancur lalu tersentak mendengar percakapan seseorang dan yang pasti itu bukan Elliott.

"Kita harus mencegah ayah membunuh presiden." Suara barithon itu membuat Cessa membulatkan mata. Mengambil tongkat bisbol dan menaiki tangga.

"Apa yang kau lakukan pada ayahku?" tanya Cessa memekik membuat mereka menoleh. Elliott terikat dengan kaki terangkat dan kuku kakinya tengah diwarnai oleh perempuan berambut Dora. 

Pegangannya pada tongkat bisbol terlepas. Cessa berlari turun ketangga dan terkejut saat cahaya biru muncul dihadapannya membuat dia kehilangan keseimbangan.

Gadis itu sudah menutup mata siap merasakan sakit saat tubuhnya menghantam lantai, tapi ada yang sesuatu ditimpanya bersamaan dengan sebuah tangan melingkar dipunggung Cessa.

"Aww shit," umpat Five saat badannya menghantam lantai.

Mata mereka bertemu. Cessa terkejut melihat Five yang berada dibawahnya. Jarak keduanya sangat dekat sampai bisa merasakan detak jantung satu sama lain. Aroma kopi memenuhi indra penciuman Cessa saat nafas Five menyapu wajahnya.

Gadis itu tersadar lalu mendorong dada Five sebagai tumpuhan untuk bangkit, tapi tangan pemuda itu memeluk pinggangnya erat, "Lepaskan aku bodoh," pekik Cessa keras membuat Five melepaskannya.

Dia bangkit lalu berusaha berlari menuju pintu saat Five kembali berada dihadapannya lagi. Cessa sudah membuka mulut ingin berteriak, sayangnya Five lebih dulu membekap mulutnya dan mengunci tangannya.

Dalam sekejap mereka sudah berada dikamar gadis itu. Five mengikat tangan Cessa dan juga kakinya menggunakan tali yang tidak tahu sejak kapan berada ditangannya.

Cessa terkejut dan memundurkan diri ketepi kasur, berusaha memberontak, "Buka bajingan. Lepaskan ayahku," pekik Cessa penuh amarah dengan suara serak karena terlalu banyak berteriak. Dia pastikan besok, suaranya akan hilang.

Tapi Five terlalu kuat mencengkram tangannya membuat Cessa mengaduh kesakitan. Mata mereka bertemu, Five mengendorkan cengkeramannya lalu mengalihkan pandangan.

Setelah semuanya terikat dengan kuat, dia menggapai lakban dimeja untuk menutup mulut Cessa yang melotot tak terima.

Pemuda itu menghela nafas, "Sudah lama aku ingin menutup mulut berisikmu itu," katanya menyeringai lalu berjalan keluar dan menutup pintu tak lupa menguncinya.

Kau fikir aku bodoh?!

Tangan Cessa yang terikat menyusup kebagian bawah ranjang. Sekarang dia harus berterima kasih pada sifat paranoidnya setelah gosip tentang sekelompok remaja merampok rumah tersebar. Ya, sifat paranoidnya terkadang menjadi keuntungan.

Ah, dapat. Dia berusaha melepaskan selotip pada pisau yang tertempel disana. Setelah berhasil, Cessa memutar ujung pisau susah payah dan menggerakkannya kasar agar talinya terputus. Butuh waktu cukup lama untuk melakukannya.

Gadis itu bersorak kecil saat berhasil lalu melepaskan ikatan dikakinya dan juga lakban dimulutnya kasar. Cessa mendecih dan melangkah pelan menuju jendela.

Matanya menoleh kebawah. Sial. Kamarnya berada dilantai dua. Dan ini sangat tinggi.

Tak ada pilihan lain, kakinya dengan pelan keluar dari jendela lalu mencari pijakan. Dia terus merapalkan agar tidak melihat kebawah. Nafasnya memburu. Lima menit Cessa berada disana tanpa berniat mencari pijakan lain untuk turun. Dia takut jatuh.

Cessa menarik nafas dan menghembuskannya pelan. Berusaha menenangkan diri. Dia lalu menurunkan salah satu kakinya mencari tumpuan lain disisi tembok rumah. Tapi naas kakinya terpeleset membuat tubuhnya hilang keseimbangan dan hampir jatuh, untung saja tangannya mencengkram ujung pembatas jendela.

𝐂𝐨𝐟𝐟𝐞 𝐁𝐫𝐞𝐚𝐭𝐡 - Five HargreevesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang