"Kau membiarkannya pergi?" tanya Diego yang perutnya tengah diolesi salap oleh Lila. Katanya Five sudah menemukan dua saudaranya, Vanya dan Luther.
"Lalu pria yang mengejarnya?" tanya Diego.
"Geng Swedia."
Tuh-kan. Sudah Cessa duga. Ini lebih besar dari kelihatannya. Dan tada. Dia ikut terseret masuk ke black hole berbahaya yang hanya menunggu waktu untuk menghabisinya.
Elliott membawakan beberapa kopi dan coklat panas, "Bagaimana kalian tahu dia tidak akan mengejar lagi?"
Cessa menurunkan buku lalu mengambil secangkir coklat panas, menyeruputnya ikut mendengarkan tak lupa meraih sebuah toples berisi popcorn.
Seperti dugaannya kemarin, tenggorokannya sakit hanya untuk mengeluarkan suara. Makanya sejak tadi dia tak bertanya apapun. Padahal sudah seribu pertanyaan yang muncul difikirannya.
"Kami tak tahu," balas Five.
Lila meminum kopi, melirik Five, "Siapa yang mengutusnya?" Pandangan Cessa berhenti pada Lila, dia ingin sekali bertanya soal semalam, tapi diurungkan.
"Aku mencurigai seseorang." Five ikut mengambil secangkir kopi, "Tapi kini proritas kita mencari ayah dan mendapatkan jawaban. Karena semua itu tergantung padanya," sambungnya lalu terduduk disamping Cessa.
"Sebagai catatan. Aku sudah menemukannya," balas Diego dengan raut wajah kusutnya.
Five menoleh pada Cessa yang sibuk mengemil, agak heran kenapa gadis itu tak bertanya banyak hal lagi seperti biasa. Dia meraih popcorn membuat gadis disamping melemparkan tatapan malas.
Cih, pantas saja dia mau duduk didekat Cessa. Ternyata popcorn tersebut adalah incarannya, "Dan dia kabur. Sebelum kita bicara serius," balas Five.
"Dia menusukku," ujar Diego dengan nada tak bersahabat.
"Aku ragu dia menunggu selama ini, Diego. Kami semua berniat," sahut Five tenang. Cessa terkejut dan tersedak popcorn karena perkataannya. Five menoleh menyodorkan gelas milik Cessa yang langsung direbut gadis itu.
Dia meminum cepat. Tenggorokannya sakit. Cessa lalu menggeleng mendapati sebuah keluarga yang cukup aneh.
Tidak. Benar-benar aneh. Ibu, robot. Ayah, menusuk anaknya sendiri walau mungkin Diego menyebalkan dan mereka tidak saling kenal untuk saat ini, tapi siapa peduli. Tetap saja dia sudah menusuk anaknya sendiri.
Lalu Diego, masuk rumah sakit jiwa. Dan Five, tidak pernah mengganti seragamnya. Tapi pemuda itu tidak bau. Dia beraroma kopi. Jujur, wanginya enak. Poin plus, dia tampan.
Sedangkan Lila tertawa menanggapi, "Bagus," balasnya mengangkat tangan ingin tos dengan Five, tapi dia terlihat tidak peduli dan mengacuhkan membuat raut wajah Lila berubah bertekuk. Kali ini Cessa yang terkekeh.
"Untung aku tahu ayah dimana malam ini," katanya lalu menyodorkan sebuah kertas pada Diego.
Five kembali mengambil beberapa popcorn dari toples saat tangan Cessa masih didalam membuat kulit mereka bersentuhan.
Cessa menoleh bersamaan dengan Five hingga manik mata mereka bertemu. Perasaan hangat menelusup diam-diam diantara mereka.
Pandangannya kini mengarah pada bibir Five yang ujungnya sedikit terluka karena pukulannya kemarin. Sepertinya sakit.
Cukup lama keduanya berpandangan sampai Elliott muncul membuat Cessa menarik tangan menjauh. Jantungnya memompa lebih cepat dari biasa. Pipi Cessa ikut memanas entah karena apa.
Sial.
Jangan bilang dia su-oh tidak. Tidak. Dia hanya terkejut. Ya.... hanya terkejut karena tangan mereka bersentuhan. Hal kecil. Padahal Five sudah memegang tangannya beberapa kali. Kenapa baru kali ini Cessa gugup?
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐂𝐨𝐟𝐟𝐞 𝐁𝐫𝐞𝐚𝐭𝐡 - Five Hargreeves
Fanfiction[HIATUS] "𝐁𝐞𝐜𝐚𝐮𝐬𝐞 𝐲𝐨𝐮'𝐫𝐞 𝐭𝐡𝐞 𝐛𝐞𝐬𝐭 𝐬𝐮𝐫𝐩𝐫𝐢𝐬𝐞 𝐨𝐟 𝐦𝐲 𝐥𝐢𝐟𝐞." Terkadang hal yang tiba-tiba terjadi sangat menjengkelkan. Seorang remaja berseragam akademi elite jatuh dari langit mengaku punya kekuatan teleportasi yang...