08. Makan Siang Yang Kacau

1K 168 18
                                    

Kakinya menyusuri trotoar menuju toko perkakas tempat Steve bekerja. Sepanjang perjalanan, berbagai pasang mata menatapnya aneh. Lah. Ada yang salah dengan wajahnya?

Pemikiran itu membuat Cessa berkali-kali bercermin saat melewati toko dengan dinding kaca, mengamati wajahnya. Tidak ada yang aneh.

Dia sampai didepan toko bersamaan dengan Dave membuka pintu, "Hai," sapanya. Cessa tersenyum dan mengalihkan pandangan saat Steve muncul dengan seorang pria.

Steve buru-buru menghampirinya, "Hai Cessa," sapanya. Lagi-lagi gadis itu hanya tersenyum lalu menyodorkan tas kertas padanya, "Bukumu."

"Ah iya. Aku kira kau tidak akan datang," ujarnya mengambil alih tas kertas.

"Jangan lama Steve," ujar pria itu berjalan keluar toko bersama Dave. Steve mengangguk, "Kami ingin makan siang. Kau mau ikut?"

"Eh-"

Pemuda jangkung itu memotong perkataannya, "Aku mentraktirmu," jawabnya membuat Cessa menyunggingkan senyum. Siapa yang tidak ingin sesuatu yang gratis??

Dia mengangguk lalu jalan bersisihan dengan Steve yang memandangi kakinya, "Kau terlihat lucu memakai kaus kaki panjang dengan sendal," ujarnya. Cessa terkejut ikut memperhatikan kakinya.

Sial.

Dia lupa melepas kaus kakinya. Bodoh sekali Cessa. Gadis itu memang mempunyai kebiasaan memakai kaus kaki dirumah saat tidak ada acara. Pantas saja sejak tadi banyak pasang mata melayangkan pandangan aneh padanya.

"Ouh. Astaga, aku lupa melepasnya," jawab Cessa kikuk. Wajahnya memerah karena malu dan Steve suka ekspresi itu.

"Tak apa. Kau terlihat lucu," balasnya menepuk puncuk kepala Cessa. Sedangkan gadis itu sudah meringis, "Kau tahu, konyol dan lucu berarti sama."

Steve tertawa lalu menoleh pada Cessa, "Lucu dalam artian baik."

Alis Cessa terangkat, "Memangnya ada." Pemuda itu mengangkat bahu, "Dalam kamusnya Steve, ada."

Kali ini Cessa yang terkekeh. Langkah mereka melangkah memasuki sebuah Cafe. Gadis itu menghembuskan nafas membuang rasa malunya dan menampilkan tampang percaya diri walau tetap saja dia akan terlihat konyol.

Melihat itu, Steve merangkul membuat Cessa terkejut, "Jangan malu. Aku disini," jawabnya.

Ya, lalu hubungannya apa!!

Cessa menahan diri untuk tidak meneriakkan kata-kata itu. Keduanya sampai pada meja yang ditempati Dave dan pria tadi.

"Paman, kenalkan ini Cessa, temanku," ujar Steve Pria itu tersenyum dan menyodorkan tangan, "Brian."

"Cessa."

Brian menarik tangannya lalu berdiri dan menoleh pada Cessa yang memilih duduk disamping Dave dan Steve didepannya, "Kalian mau pesan apa?"

Gadis itu tak menjawab, pandangannya teralih pada seorang pria berambut gondrong yang duduk tak jauh dari tempat mereka.

"Hei. Kau mau pesan apa?" tanya Steve menyadarkannya membuat Cessa tersentak bingung sendiri, "Ah, sama denganmu saja," balasnya kikuk.

Brian lalu pergi. Cessa tak begitu peduli karena atensinya masih pada pria yang kini berjalan kearah mereka.

"Kau kenapa?" tanya Steve. Cessa menatapnya lalu menggeleng pelan, "Tenanglah Steve. Aku baik-baik saja," jawabnya sedikit menekankan membuat Dave tertawa.

"Dia memang begitu Cessa. Suka mengomel tidak jelas," sahut Dave yang dihadiahi tatapan tajam oleh Steve.

Pria berambut gondrong itu duduk ditempat Brian, disamping Steve.

𝐂𝐨𝐟𝐟𝐞 𝐁𝐫𝐞𝐚𝐭𝐡 - Five HargreevesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang