02. Tamu Tidak Tahu Diri

1.3K 201 18
                                    

Cessa merenggangkan tangan. Silau matahari menyusup masuk melalui ventilasi kamarnya. Hari minggu yang baik setelah mengalami mimpi fantasi tentang teleportasi, kiamat dan Five.

Mungkin Cessa harus mengurangi membaca novel-novel fantasi agar dia berhenti berimajinasi yang aneh-aneh.

Dia bangkit, membasuh wajah lalu keluar dari kamar berniat sarapan, "Pagi yah," sapanya melihat Elliott bersama pemuda berseragam elite.

Eh tunggu.

Five?

Berarti yang kemarin malam benar-benar nyata. Sadar perubahan wajah Cessa, Elliott menyuruhnya duduk, "Kau kenapa?"

"Dia-dia nyata?" tanyanya melongo tidak percaya. Elliott tertawa dan Five tidak menoleh. Memasang wajah angkuhnya seperti biasa, "Tentu saja. Dan Five akan tinggal disini untuk beberapa hari."

"Apa?!"

Five menggelengkan kepala. Lama-lama disini, telinganya bisa rusak karena pekikan seorang gadis yang selalu bertanya hal yang sama.

"Dia orang asing ayah," ujar Cessa tidak setuju dengan keputusan Elliott.

Elliott memakan serealnya berjalan menuju Five dan menoleh pada Cessa, "Kiamat sebentar lagi. Dan kita membutuh dia untuk menyelamatkan dunia. Kau tidak maukan, kiamat terjadi?"

Cessa mendengus lalu memakan serealnya kesal. Sesekali membanting sendokknya membuat bunyi memeking. Dia lalu menengadah, "Lagipula kenapa Ayah harus percaya bahwa kiamat akan terjadi. Bisa saja kan dia berbohong. Atau mungkin dia sama gilanya dengan Diego," ujarnya mengingat kemarin Five mengumamkan nama itu saat melihat koran.

"Siapa Diego?" tanya Elliott. Cessa mengangkat bahu acuh.

Five muncul disamping Cessa, yang terkejut setengah mati dan menengadah memandangnya, "Aku tidak berbohong," balasnya dingin. Seakan kepercayaan Cessa adalah sesuatu yang cukup penting.

Tanpa takut Cessa membalas tatapan tajam Five. Layaknya mengibarkan bendera perang dan siap saling melemparkan bom atom, "Ohya?" tanyanya dengan nada mengejek serta alis terangkat menantang.

Five berusaha terlihat tenang walau wajahnya sudah memerah, "Ahya, aku ingat. Otakmu terlalu kecil untuk mencerna semua ini. Jadi, anggaplah apa yang aku bicarakan tentang kiamat hanya dongeng, anak kecil."

Wahh. Ngajak berantem?!!

Cessa menggertakkan giginya kesal ikut memajukan wajah menantang hingga jarak mereka hanya beberapa inci, "Aku bukan anak kecil?!"

Alis Five terangkat, memasang wajah mengejek tak lupa seringainya, "Ohya? Pertanyaan mu saja seperti bocah tujuh tahun."

Gadis itu berdesis kesal, merasa kalah karena tidak tahu akan menjawab apa lagi, "Menjauhlah dariku!!"

Cessa menarik diri saat indra penciumannya sudah dipenuhi oleh aroma kopi dari tubuh Five, ia lalu menatap Elliott lagi, "Aku tidak akan bicara dengan Ayah kalau dia masih disini," balasnya mengabaikan Five yang terlihat puas.

"Baiklah," jawab Elliott enteng membuat Five tersenyum penuh kemenangan lalu beranjak. Cessa melotot tidak suka. Elliott lebih memilih Five dari Cessa anaknya sendiri.

Apa-apaan ini?!

"Bisakah kau cetak ini?" tanya Five.

"Rekaman Flamel. Temanmu?"

"Sepupu dari sisi ibuku, robot."

Cessa terkejut lalu menyemburkan serealnya menoleh tidak percaya pada Five yang menatapnya jijik karena sudah melakukan hal tidak pantas untuk seorang gadis, "Ibumu robot?"

𝐂𝐨𝐟𝐟𝐞 𝐁𝐫𝐞𝐚𝐭𝐡 - Five HargreevesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang