USAI mengembalikan tumbler berisi air putih ke tas, Tara terseok-seok berlari menuju lapangan. Di tengah jalan ia hampir tersungkur sebab tali sepatunya ternyata tidak tersimpul sempurna. Ia melipat satu lutut di lantai, membenahi ikatan sepatu kiri. Kendati tidak terlepas, simpul tali bagian kanan turut ia rapatkan sebagai antisipasi.
Tiba-tiba pantatnya ditendang oleh seseorang.
Namun Dewi Fortuna masih ada di sebelah Tara, jadi dalam lima belas menit ini peristiwa tersungkurnya dibatalkan untuk kali kedua. Dan ia lebih berterima kasih -sementara ini- karena memiliki tubuh yang dicap lingkungannya "kurang sempurna" bagi laki-laki -kulit putih, tubuh tambun, dan tidak terlalu tinggi- karena dengan itu ia tidak sampai terjatuh oleh ulah sosok iseng.
Kekehan pongah menyusul suara jejak sepatu yang perlahan menjauh. Tidak familier, artinya bukan Putra maupun teman-teman kelasnya. Kepalanya terangkat untuk cukup melihat siapa gerangan si pelaku. Dua orang, salah satunya melangkah dengan tangan yang dimasukkan ke saku jas bergaris putih, beda satu tahun dengannya.
Tara menggelengkan kepala, lalu lanjut berjalan. Bukannya ia mengglorifikasi senioritas, tapi siapa pun sejatinya tidaklah pantas untuk mendapat perlakuan seperti itu. Entah siswa baru maupun yang sebentar lagi bakal mengenakan toga.
Sinar surya menghujani tepat di ubun-ubun manakala ia mencapai lapangan. Jumlah siswa dan siswi yang sudah tiba di sana bisa Tara hitung dengan jari, di antaranya termasuk Abhi yang tengah duduk-duduk di salah satu tempat duduk berbentuk batang pohon di tepi.
"Bhi," tegur Tara, meluruhkan kontemplasi Abhi.
Pandangan Abhi yang terfokus pada lapangan sunyi berpindah menuju sahabatnya. "Eh, Tara. Duduk, Tar." Jarinya menunjuk salah satu kursi dengan bentuk sama di sampingnya.
"Pak Wi nggak masuk, Bhi?" tanya Tara. Mencoba memecah gelembung kecanggungan di antara mereka.
"Masuk kayaknya, Tar. Tapi semoga aja nggak." Abhi terkekeh, dan Tara benar-benar ikut terkekeh. Sebab semoga miliknya sendiri serupa dengan yang dirapalkan oleh Abhi.
"Woiyo wasap mamen!" Baik Tara dan Abhi sama-sama menoleh ke sumber suara. Putra berjalan dengan angkuh ke tengah lapangan ; diikuti Elang, Cakra, Jeremy, dan Panca. Kendati Cakra sering dijumpai berangkat dan pulang berboncengan dengan Putra, tapi di sekolah adalah Elang yang bagai perangko terhadap Putra yang ibarat amplop. Sedangkan Cakra sendiri tidak pernah ikut-ikutan tindakan hina mereka, tapi juga tidak pernah mencegahnya.
"Aduh, ada si babi di sana, Put!"
Otomatis mata Abhi mengarah pada Tara sebelum kembali ke Putra d.k.k yang saat ini tengah berlari kecil ke arahnya. Putra langsung menempati tempat kosong yang memang tersisa satu, tapi Abhi tidak sekali pun berharap Putra-lah yang duduk di sana.
"Halo, Tara!" Putra menyapa dengan semringah. Satu kakinya diletakkan di atas satu kaki lain. Senyum liciknya lalu dilemparkan pada Abhi. "Eh, ada Abhimanyu juga di sini. Siang, Abhimanyu."
Tara dan Abhi tersenyum kecil.
"El, katanya hari ini lari, ya, olahraganya?" tanya Putra ke Elang di belakangnya. Senyum muslihat itu masih terpatri.
"Yoi. Lima kali, Put. Kenapa?"
Pura-pura terkejut, Putra kembali menatap Tara. "Waduh, lima kali, Tar. Gimana, tuh? Lu dua kali aja udah pingsan ya kayaknya?" Di akhir kalimat tawanya meledak, disusul oleh anggota gengnya yang hanya terkekeh kecil, kecuali Elang yang persis seperti Putra. "Tenang, Tar. UKS deket, kok."
Lagi-lagi tawa meledak.
"Eh, tapi emang ada yang kuat angkatnya?"
Sudah yang entah keberapa kalinya Putra memantik tawa atas sesuatu yang sama sekali tidak lucu. Senyum tipis Tara terpulas, menutupi segala macam emosi yang tak pernah ditampilkan. Ia tidak sengaja melirik Abhi yang hanya diam, sama seperti Cakra yang bersedekap di samping Panca.
"He, Ge!" pekik Putra ke tengah lapangan.
Tara mengikuti arah mata Putra. Dua cowok dengan jas garis abu-abu berjalan mendekat dengan santai. Seingatnya, si jangkung di sebelah kiri Geo adalah Nares. Geo sendiri termasuk salah satu siswa yang segugus dengannya meski tidak cukup akrab.
"Put! Lapo?" Geo menaikkan alis. Posturnya tinggi tegap, kulit kecokelatan karena ia memang salah satu atlet futsal andalan sekolah. Melihat Geo yang tampak benar-benar sempurna, Tara lantas merasa rendah diri. Ia tidak seperti Geo yang dipuja lantaran daya pikat yang menempel ke mana pun dia melangkah. Tidak, ia adalah bentuk kontradiktif dari Geo yang sudah merupakan definisi perfeksi.
"Nanti jadi futsal sama kelas gue?"
Seolah menimbang sejenak, Geo tampak menggigit pipi bagian dalamnya sebelum menjawab, "Jelas jadi. Ke DuaDelapan, 'kan?"
"Ho-oh. Ke DuaDelapan aja. Nanti gue yang booking. Kenal deket gua sama orangnya." Dagu Putra makin terangkat ketika mengatakannya.
"Jos! Nanti gue kabarin temen-temen gue."
"Lo ngajak siapa aja, ngomong-ngomong?"
"Nares, jelas." Kepalanya tertoleh ke sebelah. "Yang lain masih belum pasti. Lo sendiri?"
"Elang, Panca, sama Jeremy yang pasti. Terus nanti gue tanyain lagi ke anak-anak."
Geo manggut-manggut. Dagunya mengedik pada Cakra. "Cakra nggak ikut?"
"Nggak. Ke rumah saudaranya dia. Ya, Cak?"
"Heem," jawab Cakra.
"Oalah. Oke dah." Geo mengangguk. Dengan tangan disimpan dalam saku celana, ia mengamati lapangan yang telah dipenuhi murid-murid MIA 2. "Gue tadi papasan sama Pak Wi di IIS 1. Pas gue duduk-duduk sama Nares di depan sana."
"Kok nggak ke sini-sini?" Putra mengernyit.
Bahu Geo terangkat. "Ya... nggak tahu. Paling-paling nanti juga cuma latihan lari-"
"Eh, itu Pak Wi, cok."
Kalimat Geo terpotong oleh Panca. Tara mengikuti arah jemari cowok itu. Di seberang, pria berkaus polo hijau dan celana panjang Adidas hitam berdiri menjulang.
"Nah, itu. Ya udah. Gue duluan, Put." Kepala Geo mengangguk ke Putra, lalu pada Tara dengan senyum. "Tar," ucapnya. "Duluan, semua."
"Yoi, Bos!" balas Putra. Dengan sengaja menepuk punggung Tara ketika tubuh Geo dan Nares sudah menjauh. "Ayook, Tar. Nggak sabar lihat lo lari."
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfeksi ✓
Ficção AdolescenteKata lingkungannya, Antara bukanlah deskripsi sosok cowok ideal. Seakan tubuhnya adalah produk gagal dan contoh pembangkangan dari standar yang selama ini ditetapkan. 01.07.20 © 2020 @vestarazed Pic : Pinterest