Jadi... ini latar waktunya setahun setelah Geovanni. I mean, di situ kan masih di kelas sepuluh, ya. Kalo di Perfeksi ini mereka udah sebelas."OTTAWA!"
"ORLANDO!"
"O-GAN-I-LIR, OGAN ILIR!
"OKLAHOMA, WOI, OKLAHOMA."
"ONTARIO, ONTARIO. Di Kanada, tuh!"
"Oalah... Pamekasan."
Kalimat terakhir datang dari bibir Antara Kalabhumi yang lantas dihadiahi timpukan botol kosong oleh Abhi. Kelas XI MIA 2 sedang jam kosong. Alhasil permainan ABC Lima Dasar menjadi pilihan siswa-siswi. Bersimpuh di lantai dengan formasi membentuk lingkaran besar. Bu Ratna yang seharusnya mengisi subjek fisika hari ini rupanya absen karena sebuah urusan yang hanya Tuhan yang tahu.
"Goblok. Apa-apaan 'Oalah... Pamekasan'?" ujar Desi, memimik perkataan Tara dengan intonasi olok-olok.
"Pamekasan nama daerah. Rumah kakek gua, tuh," jawab Tara.
"Hadah. Ngonok-ngonokno koen iku, cok*," celetuk cowok dengan rambut digel rapi di samping Desi, tepat berhadapan dengan Tara -Putra.
"Lanjut deh, lanjut."
Aira yang memiliki inisiatif itu sudah meletakkan lima jari di atas lantai, namun sebaliknya, Ibrahim malah mengangkat lima jari di udara dan berujar, "Eits, tunggu dulu. Bedaknya belum, bosku."
Tara sedikit bergeser dari tempatnya. Menghindar dari Ibrahim yang sudah bersiap menempelkan jarinya yang sudah terbalut bubuk putih. "Loh, yang lain juga belum. Kok, malah gue doang yang jadi target utama?"
"Lo aja deh, Tar. Seru kalau lo yang kena," jawab Ibrahim, polos.
"Ye, nggak bisa gitu dong, bos." Ia bergerak menjauh lagi, baru berhenti tepat di belakang punggung Cakra. "Harusnya, tuh, nama-nama tumbuhan atau binatang gitu, loh. Kita, kan, anak IPA. Jadi biar lebih meng-alam-kan diri," usulnya.
"Mengalamkan diri apaan, sih, woi? Astaga-dragon." Dewinta setengah tertawa mengatakannya.
"Haduh, iya, nih. Apaan sih lu, Tar. Nggak jelas banget," cibir Panca.
"Makanya... masa baru mulai langsung ganti?" ucap Danil yang duduk setelah dua orang di samping kanan Elang.
Desi sesuara, "Iya, nih. Lima belas atau tiga belas lagi ah, Tar."
"Lima lagi," tawar Tara, mencoba peruntungannya -yang jelas-jelas ia tidak punya di kelas ini.
"Lima belas."
"Enam?"
"Lima belas."
"Tujuh, deh, tujuh."
"Li-ma be-las."
"Delapan."
Desi menggeleng. Teman-temannya ikut mengamini.
"Ya udah, sepuluh. Gimana?" Tara bersikeras. Sayangnya, satu pastilah kalah telak dengan dua puluh. Jadi ia harus menerima dengan ikhlas hati. Pipinya yang tembam makin mengembung kala ia pura-pura membentuk ekspresi mencebik.
"Idih, si babi ngambek nih, ye?"
"Waduh, ampun, bos. Gue takut diseruduk."
Putra dan Elang sama-sama tertawa usai mengatakannya. Dan tawa itu bagai virus yang menular ke sekitar. Siswa-siswi yang duduk melingkar turut membuat suara tawa semakin keras sambil sesekali mengolok Tara dengan nama panggilan yang diciptakan khusus oleh mereka.
Tara sendiri ikut tertawa.
Tapi dalam hati, ia tidak.
"Duh, jangan nangis, Tar. Uluh-uluh. Cup-cup-cup." Putra mengambil kain yang tergeletak di bawah gantungan sapu, hendak mengusapkannya ke wajah Tara. Warna merahnya nyaris hilang, tertutupi oleh noda-noda kecokelatan yang aromanya sungguh tidak ramah di hidung. Maklum saja, kain lap tersebut biasanya dipergunakan untuk membersihkan jendela saat piket kelas.
Badan Tara makin merengsek ke dinding. Dan bau tidak sedap dari kain lap merah kembali menerobos masuk penciumannya.
"Nah, toletin, Put! Ke pipi bola volinya, noh," seru Panca memprovokasi.
Suara tawa kembali mengeras ketika adegan Tom & Jerry antara Tara dan Putra terjadi. Postur Putra yang tinggi dan lebih ramping daripada Tara membuat cowok itu dengan mudah meraih sasaran. Cekatan, ia mencekal pergelangan kanan Tara yang barusan menjatuhkan salsatu kursi karena aksi berlarinya yang berantakan.
"Eeh, kena, bos. Makanya, punya tubuh tuh kurusin, Tar. Masa cowok kok..." Putra membuat gestur membulatkan pipi dan melebarkan tubuh, "...kayak lo gitu, sih? Malu ah, Tar," pungkas cowok itu dengan kekehan. Teman-teman kelas yang berada tak jauh dari titik keduanya berhadapan kembali tertawa.
Tara turut terkekeh kecil.
Dalam hati, ia tidak.
•••
*Lo cuma mengada-ada. (Jw)
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfeksi ✓
Fiksi RemajaKata lingkungannya, Antara bukanlah deskripsi sosok cowok ideal. Seakan tubuhnya adalah produk gagal dan contoh pembangkangan dari standar yang selama ini ditetapkan. 01.07.20 © 2020 @vestarazed Pic : Pinterest