01: prolog

700 84 7
                                    

Ayah berlari sambil menggendong tubuh mungilku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayah berlari sambil menggendong tubuh mungilku. Melewati koridor rumah sakit yang gelap gulita, demi bertemu sosok yang sangat kami berdua cintai. Aku melihat air muka ayah yang terlihat sangat khawatir. Sampai akhirnya, ayah sampai di depan ruang persalinan.

Ayah menurunkan tubuhku, setelah itu ada orang berbaju serba putih keluar dari ruang persalinan.

"Dok, bagaimana keadaan istriku? Apa operasinya lancar? Tolong biarkan aku masuk!" Bentak ayah pada dokter itu.

"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Tuhan berkehendak lain. Kami sungguh minta maaf karena tidak dapat menyelamatkan nyawa Nyona Seo." Ucap dokter itu lalu meninggalkan kami berdua.

"Apa maksudmu?!" Teriak ayah lalu masuk ke dalam ruangan itu. Aku yang sedang ketakutan pun menyusul ayah ke dalam.

Ada seorang wanita yang tubuh dan wajahnya tertutup oleh selimut, badannya dipenuhi alat rumah sakit yang tidak diketahui namanya. Perlahan ayah membuka selimut yang menyembunyikan wajah wanita itu.

Tiba-tiba ayah menangis dengan keras. Aku yang tidak dapat mengetahui siapa orang itu, aku pun berjinjit agar dapat melihat wajah wanita itu.

Hatiku teriris saat melihat wajah pucat ibu yang sedang tidur dengan pulas.

"Tidak, ini tidak mungkin! Seul, kau tega meninggalkan kami berdua? Putri kita bahkan belum genap enam tahun" ucap ayah sambil memeluk tubuh ibu.

"Ayah jangan membentak ibu, ibu sedang tidur" ucapku.

Ayah tiba-tiba memeluk tubuhku. Menangis di dekapanku sambil mengelus rambutku dengan lembut.

"Yerim, ibumu sudah tenang. Ibu sudah tidak merasakan sakit lagi." Ucap ayah.

"Tidak ayah, ibu hanya tidur." Ucapku mengelak.

"Ibu sudah meninggal nak." Ucap ayah dengan purau.

Mataku memanas, aku melepas pelukan ayah dan menghampiri ibu.

"Bu, ibu hanya tidur kan? Hiks, katakan sesuatu bu, kumohon!" Tangisku pecah saat mengetahui jika ibu sudah tidak bernyawa.

"Ayah, bangunkan ibu, kumohon hiks hiks." Pintaku pada ayah.

"Ibumu sudah tenang rim, ayah tidak bisa membangunkan ibumu lagi." Ucap ayah memeluk tubuh kami berdua.

"Lalu adik bayi bagaimana?" Tanyaku pada ayah.

"Dia juga sudah tenang di dalam perut ibu" Ucap ayah menahan tangis.

"Ibu... bangunlah kumohon hiks hiks. Mengapa ibu tega meninggalkan kami bu, Yerim belum menjadi anak yang baik, Yerim belum dewasa, mengapa ibu meninggalkan Yerim secepat ini?" Tangisku lagi.

Can We Love Each Other? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang