"Kau belum sepenuhnya hancur. Di sini, aku mau membuatmu menyesal karena telah dilahirkan."
※
※
※
※
※"Sialan! Dasar Brengsek!" Amarah Dio sudah mencapai puncaknya. Tidak dapat dibendung lagi. Bak sebuah bom rakitan yang sumbunya terlanjur disulut dan siap meledak hanya dalam hitungan detik. Tanpa babibu lagi, Dio meluapkan semua emosi yang sejak tadi ditahannya itu dengan menghantam sudut bibir Dylan sekuat mungkin hingga berhasil membuat pria iblis itu terhempas dengan keras.
Suasana seketika berubah riuh. Dalam sekejap, suara jerit tertahan, erangan kesakitan, dan teriakan emosional sekaligus penuh amarah, melebur jadi satu memenuhi seisi ruangan. Mengalahkan suara derak kayu-kayu yang pecah saat dibakar—yang sebelumnya sangat mendominasi.
Dio hampir saja memukuli pria itu sampai babak-belur jika saja para anak buah Dylan tidak lebih dulu membuat seluruh persendiannya remuk akibat dihujani pukulan dan tendangan keras secara bertubi-tubi. Tanpa ampun. Seolah-olah, tubuhnya adalah setumpuk padi yang harus ditumbuk sekeras mungkin agar menghasilkan biji beras yang pulen.
Kelsie menangis sekeras yang dia bisa ketika melihat Dio terbatuk-batuk sambil memuntahkan cairan kental bewarna merah pekat. Dio tampak menggeliat beberapa kali karena rasa sakit yang luar biasa mendera tubuhnya dengan sangat hebat.
Kelsie sampai takut kalau-kalau sampai ada organ tubuh Dio yang pecah dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Orang-orang bengis itu tadi sangat bernafsu memperlakukan Dio bak binatang yang ketahuan mencuri hasil panen. Mereka seakan-akan ingin memusnahkannya saat itu juga.
Dylan melangkah perlahan mendekati tubuh Dio yang masih tergeletak tak berdaya, sesaat setelah ia menyeka sedikit darah segar yang membasahi sudut bibirnya. Sensasi perih dan nyeri terasa menusuk-nusuk sebagian wajahnya ketika ia menggerakkan sedikit saja bibirnya untuk membuka mulut.
Dio masih sesekali terbatuk sambil memuntahkan darah ketika Dylan berjongkok di sebelah tubuhnya untuk memeriksa keadaannya. Meski ia tampak sama sekali tidak peduli, tapi Dylan berdecak lirih. Seakan-akan dia berempati dengan sepenuh hati. Menyayangkan mengapa para anak buahnya sampai bertindak sebrutal ini. Padahal, sesungguhnya sebuah senyuman akan terukir sangat lebar di wajahnya jika seandainya saja tidak ada sebuah luka robek yang menyakitkan di sana.
Dylan membuat pandangan Dio kembali menatapnya dengan cara menarik rambut bagian depan saudara tirinya itu dengan kasar. Kedua telinga Dylan bahkan sempat mendengar Dio mengerang untuk sesaat. Menandakan bahwa ia sudah terlalu keras menarik, namun sungguh, dia tidak peduli.
"Kau benar-benar orang paling tidak tahu berterima kasih yang pernah ketemui. Bahkan seekor anjingpun tahu caranya berterima kasih meski hanya diberi remahan roti."
Tanpa disangka, tawa Dio menyembur di detik berikutnya. Memamerkan sederetan giginya yang telah diselimuti sepenuhnya oleh darah bercampur dengan cairan liur. Hal itu sontak membuat Dylan mengernyit bingung soal apa yang lucu dengan ucapannya. Dylan tahu, mereka memang tidak akan pernah bisa saling mengerti dunia satu sama lain.
"Kau tertawa?" tanya Dylan, tidak habis pikir. "Menurutmu aku sedang melucu sekarang?"
Dio kembali memusatkan pandangannya ke arah Dylan yang tampak kebingungan. Kedua rahang Dylan kembali mengeras, dan tanpa sadar ia mengendurkan cengkeraman jemarinya dari kepala Dio ketika lagi-lagi ia melihat tatapan yang paling dibencinya. Sudah berulang kali dia mencoba untuk membiasakan diri, tapi Dylan masih tetap saja selalu berhasil terintimidasi.
"Kau, sungguh tidak tahukah, bahwa seekor anjing jauh lebih memiliki hati nurani dan jauh lebih pintar ketimbang dirimu? Karena itulah mereka tahu bagaimana caranya berterima kasih. Insting mereka sangat kuat. Jika mereka tahu orang sepertimu yang memberinya makanan, mereka pasti tidak akan sudi menyentuhnya. Tapi sebaliknya, mereka akan menyerangmu, menggigit, serta mencabik-cabik dagingmu dan melumat semua tulang belulangmu hingga lenyap tak bersisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
THAT CRAZY CLUMSY MESSY GIRL
Storie d'amore"Ohh, lihat, betapa kampungannya wanita ini. Apa dia ini muncul dari jaman batu? Bagaimana mungkin seorang gembel bisa diterima bekerja di perusahaan se-elit ini? Yang benar saja! Coret namanya dari daftar pegawai sekarang juga!" - Gerardio Alexande...