Bahagia? Lo sampah, gue juga sampah. Lo tau jadinya apa? Pecundang!
🐥🐥🐥
Sudah satu minggu sejak pertemuan keluargaku dan Jemmy. Selama itu pula aku mati-matian menahan Jemmy melakukan hal-hal yang tidak biasa dia lakukan padaku. Kepeduliannya padaku tentu saja membuat yang lain menaruh curiga. Namun, mungkin karena kehebatan aktingnya pemuda itu selalu berhasil membuat alasan yang masuk akal.
Seperti hari ini. Di jam istirahat pertama aku duduk di bangku panjang paling pojok bersama Riko, Jeno, dan Jemmy. Kevin tidak selalu bergabung bersama kami karena cowok itu juga punya lingkup pertemanan sendiri dan kami tak pernah mempermasalahkan.
Kantin sekolah kami menjual makanan berat. Seperti bakso, mie ayam, nasi goreng, mie goreng, dan soto yang ada di bagian Timur. Untuk makanan ringan, kebutuhan sekolah, kebutuhan kelas, dan kebutuhan pribadi ada di sebelah Utara. Bangku panjang ada sekitar 12. Dengan tiap baris diisi 4 bangku panjang. Biasanya jika dalam satu ruangan dibuat masak udaranya akan terasa panas. Namun, itu tak terjadi karena di masing-masing kedai ada ventilasi yang membuat semua uap panas langsung keluar.
Kelakuan Jemmy hari ini memberikan satu kotak susu cokelat. Mataku melirik kecil pada Riko yang memasang wajah aneh melihat itu. Namun, Jemmy menyengir tanpa dosa seperti biasa.
"Dia, kan, perempuan sendiri. Princess in this circle," jelasnya kemudian.
"Tapi dia Princess gue," sahut Riko terkekeh dan menarik pipiku.
"Ish ... sakit Rik!"
Aku memukul tangan Riko agar melepaskan pipi. Bukannya marah dia malah terkekeh seolah-olah tadi itu kejadian lucu. Setelah itu kami bergurau berdua, tak memedulikan keberadaan Jeno dan Jemmy di sana. Toh, mereka juga pasti fokus pada makannya.
Riko menyuapkan potongan bakso ke mulutku dan hal itu dia lakukan tanpa jeda hingga membuat mulutku jadi menggelembung kebanyakan isi. Mataku memelot protes padanya. Bisa-bisa nanti aku tersedak dan menjadi pusat perhatian di kantin.
Raut wajah Riko berubah, alisnya mengerut memandang Jemmy yang duduk di depannya. Aku pun turut melihat dan benar saja pemuda itu terlihat berbeda dari biasanya. Dia seakan kehilangan semangat dan seperti tak makan satu minggu. Kulitnya yang tadi terlihat cerah sekarang memucat.
"Lo kenapa, Jem? Sakit?" tanya Riko.
Jemmy yang menunduk menggeleng. Kemudian dia meletakkan kening di atas meja membuat Jeno yang duduk di sampingnya jadi curiga dan menyelipkan tangan agar menyentuh dahi pemuda itu.
"Anget," ujar Jeno.
"Gue gak apa-apa," bantah Jemmy yang mengangkat kepala. Kemudian dia memilih pergi dan meninggalkan kami, padahal bakso pemuda itu masih utuh.
Gigiku mengigiti bibir bawah. Melihat jalan pemuda itu terlihat lemah dengan kepala sesekali tertunduk. Kalau begini, kan, aku jadi cemas. Kenapa pemuda itu tak pernah membiarkanku untuk bertindak biasa saja padanya? Semenjak ada sesuatu di antara kita keberadaannya tak lagi kuanggap biasa. Bukan berarti sudah ada perasaan, tetapi sekelibat pikiran tentang apakah benar dia akan menjadi calon tunanganku selalu muncul.
"Lo mau ke mana Ran?" tanya Jeno ketika aku tiba-tiba bangkit.
Jujur saja aku tidak tahu kenapa hal ini bisa terjadi. Ada sesuatu yang mendorongku untuk melakukannya dan aku tidak tahu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY THE BEST HUSBAND [13] Jaemin
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] [SLOW UPDATE] Lo pernah denger gak sih, kalau pilihan orang tua gak pernah salah? Mereka bilang gitu ke gue pas mereka mau jodohin gue. Tapi ... masa calon suami gue temen satu tongkrongan pas ngerokok sama bolos sekolah sih...