"Gak ada alasan buat gue nolak lo, Kir."
🐥🐥🐥
Apa yang dikatakan mama kemarin terwujud ketika Jemmy datang ke rumah nenekku. Ternyata rumah kosong yang selalu dibersihkan di samping rumah nenekku adalah milik keluarga Jemmy. Aku benar-benar tak ingat jika kami dulu sangat dekat. Apalagi Jemmy tak pernah kulihat ada di rumah itu tiap kali aku berkunjung ke rumah nenek. Fakta yang kuketahui, dulunya rumah tersebut dihuni oleh nenek Jemmy yang sudah meninggal.
Tidak seperti kemarin yang sangat penasaran alasan utama perjodohan ini dilakukan. Sekarang aku tahu jelas setelah datang ke rumah nenek. Perjodohan ini adalah sebuah janji yang dilakukan oleh nenekku dan nenek Jemmy. Aku sangat kesal. Kenapa mereka menjanjikan sesuatu yang mempertaruhkan hidup orang seperti ini?
"Perasaan lo ngelamun terus dari tadi. Kenapa?" tanya Jemmy yang duduk di sampingku sambil memeluk tas selempang di pangkuannya. Kami saat ini ada di dalam kereta.
Aku melirik pada pemuda yang memakai topi bucket itu tanpa mengubah posisi leher sama sekali. Malas sekali menjawab pertanyaannya.
Sejujurnya aku merasa sangat lelah. Perjalanan Indonesia ke Jepang bukan perjalanan yang sebentar. Tetapi melihat keantusiasan Jemmy saat mengajak membuatku ikut penasaran. Barangkali jalan-jalan ini bisa menghilangkan beban sesaat. Entah kenapa hanya aku yang merasa terbebani di sini. Sementara Jemmy tampak biasa dan mulai menerima semuanya.
"Lo lapar ya?" tanya Jemmy lagi karena tak kunjung kusahuti.
Aku mengangguk. Percuma saja menjelaskan semua keluh resah yang kurasakan. Ia pasti tak akan banyak membantu.
"Nanti pas kita turun dari stasiun beli makan dulu kalau gitu."
"Hm."
Tadi Jemmy sudah mengatakan jika ia akan mengajakku ke pulau Enoshima. Sebuah pulau kecil yang terletak di sebelah selatan Prefektur Kanagawa tepatnya di Kota Fujisawa, tempat ini terkenal sebagai lokasi wisata untuk melihat Teluk Sagami dan Gunung Fuji. Aku hanya tahu, tetapi tidak pernah ke sana.
Setelah keluar dari Katase —stasiun Enoshima— kami berjalan lumayan lama untuk menuju pulau tersebut. Belum lagi menyebrangi jembatan yang panjang.
Aku berjalan santai sambil melihat-lihat. Memegang tali tasku dengan tangan yang memainkan resleting. Pemandangan di sini sangat indah. Bahkan, aku merasa nyaman dengan terpaan angin laut. Gemerlap lampu mulai terlihat mengingat sekarang matahari mulai terbenam. Keindahan semburan oren di langit tampak menyenangkan hati. Memandang langit di tengah laut seperti ini tak pernah kurasakan. Walaupun kakiku sudah merasa letih berjalan lama, tetapi semua seakan telah terbayarkan dengan keindahan ini.
Di depan sana pulau Enoshima tampak dengan jelas. Bahkan, aku bisa melihat ujung paling kanan dari sini. Terlihat kecil, begitu pun orang-orang di sekitar sana. Mendadak kakiku berhenti ketika Jemmy terdiam dan hampir kutabrak.
"Kesambet?" tanyaku sesaat setelah berdiri di samping pemuda itu.
"Lo jalan di belakang gue kayak buntut. Sini gandengan," ujarnya membuat garis keningku berkerut.
"Lah? Buat apa gandengan? Lo kira gue truk?"
"Lemes banget mulut lo," ujar Jemmy memasang wajah gemas dengan tangan ingin meremukkan wajahku dan refleks aku mundur untuk menghindari.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY THE BEST HUSBAND [13] Jaemin
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA] [SLOW UPDATE] Lo pernah denger gak sih, kalau pilihan orang tua gak pernah salah? Mereka bilang gitu ke gue pas mereka mau jodohin gue. Tapi ... masa calon suami gue temen satu tongkrongan pas ngerokok sama bolos sekolah sih...