Pinter ya, jadi selama ini lo berklamufase
🐥🐥🐥
Hal yang aku pikirkan saat duduk di bangku yang berhadapan langsung dengan kolam ikan adalah ketenangan. Kepala menjadi sangat dingin karena udara sejuk yang kuhirup dan terpaan angin yang membelai wajah sungguh nyaman. Aku selalu tersenyum sembari memejamkan mata, seperti tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya.
Namun, ada alasan lain yang membuatku tersenyum seperti ini. Saat aku kembali mengingat dia. Dia yang selalu jadi musim panas, dingin, dan semuanya. Lewat hangatnya sinar matahari pagi ini aku bisa merasakan setiap sentuhannya. Bagaimana dia dulu merengkuh, menjaga, dan mencintaiku.
Walau pada awalnya semua terlihat hanya kebencian, tetapi sekarang semua yang kulihat adalah cinta tulus yang dia miliki.
Dulu ... aku pernah sangat naif.
Dua puluh tahun yang lalu....
"Kiran!" Jeritan yang berasal dari ponsel membuatku berjengit, lalu berdecak sebal sambil menjauhkannya. Suara mama memang sangat luar biasa. Terkadang aku berpikir dari mana mama mendapatkan kekuatan menjerit seperti itu karena walaupun tiap hari mama menjerit suaranya tidak pernah habis.
Sepertinya di dalam kerongkongan mama ada peluit. Kapan-kapan aku akan menggalinya, ingin mencoba suaraku yang cenderung berat ini akan terdengar seperti apa saat memakainya.
"Iya, Ma?" tanyaku yang sudah mendekatkan ponsel kembali.
"Kamu di mana? Udah mau maghrib, selesai sekolah bukannya langsung pulang, malah masih ngeluyur. Kamu itu anak gadis, Kiran!"
"Mama ini gimana, sih? Aku bukan anaknya bu Gadis. Kan, aku anaknya bu Tias. Mama lupa sama nama sendiri?" protesku karena sudah bosan mendengar mama berulang kali menyebut anak gadis. Seperti tidak diakui sebagai anak saja.
Apa aku seburuk itu di mata mama? Padahal aku juga tumbuh sebagai anak yang sehat dan normal, seharusnya kata bangga disematkan dalam setiap perkataannya.
"Kamu tuh ya! Ngeledek aja terus, ayo pulang! Pokoknya maghrib kamu harus sudah di rumah! Kalo enggak, jangan harap kamu bisa masuk rumah ya, Kiran!"
"Oh gitu, yaudah aku masuk ke panti asuhan depan aja. Bu Parti selalu ngajak aku nginep di sana kok."
"Kiran! Bukan gitu maksud mama! Ih kamu ya, nyebelin! Intinya cepet pulang atau papa kamu yang nyeret buat pulang!"
"Iya, iya. Kiran pulang sekarang."
"Cepet! Jangan lama!"
"Iya, Ma ... dahh seeyou." Aku menghela napas lalu memasukkan ponsel ke saku almamater. Hal pertama yang aku lihat setelahnya adalah wajah menyebalkan para teman tongkronganku. Tidak tahu kenapa mereka seakan mengejek tentang telepon barusan.
"Apa lo!"
Cowok dengan setelan almamater kebesaran itu meringis setelah kubentak. Dia menunjukkan gigi sok manis padaku. Satu-satunya cowok yang akan memberikan sisi keimutannya di waktu-waktu yang tidak berguna seperti sekarang. Siapa lagi jika bukan Jeremy Sebastian. Cowok terandom yang ada di kelompok ini dan kerap dipanggil Jemmy.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY THE BEST HUSBAND [13] Jaemin
Novela Juvenil[FOLLOW SEBELUM BACA] [SLOW UPDATE] Lo pernah denger gak sih, kalau pilihan orang tua gak pernah salah? Mereka bilang gitu ke gue pas mereka mau jodohin gue. Tapi ... masa calon suami gue temen satu tongkrongan pas ngerokok sama bolos sekolah sih...