one

339 28 0
                                    

WILL'S POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


WILL'S POV

"Aku tak menyangka kau akan benar-benar menikah dengan Matt."

Kalimat itu yang pertama kali terlontar dari mulut sahabatku; Zach, ketika seorang pelayan baru saja beranjak dari meja kami.

"Kau sangat beruntung," ucapnya lagi.

Sebelum Zach mengatakan semua itu, aku sendiri tak tahu bagaimana mengutarakan kebahagiaanku. Siapa mengira angan terbesar dalam hidupku akan terwujud bak kisah dalam novel romansa dengan akhir yang bahagia. Siapa mengira aku akan hidup bersama dengan pria yang telah kukenal nyaris sepuluh tahun yang lalu. Tak kusangka mengaguminya dalam diam ketika aku dan dirinya berada di satu yang sekolah yang sama adalah awal dari segalanya.

"Jadi, menurutmu bagaimana?" aku bertanya menatap Zach di seberangku.

"Apanya?"

"Pernikahan kami. Apa kami terlihat pantas untuk hidup bersama?"

"Kau bicara apa? Kau dan Matt sudah bersama nyaris sepuluh tahun." Zach merengut sembari memangku tangan.

"Ada apa? Kenapa kau terlihat sedih begitu?" aku menyadari air muka sahabatku itu menjadi sendu.

"Sejujurnya, aku akan merasa kesepian begitu Matt membawamu tinggal di California." Zach memandangku dengan sorot mata yang tak rela melihatku pergi meninggalkannya.

Aku bisa memahami perasaannya; merasakan kesedihannya. Zach adalah sahabat karibku yang bahkan telah kukenal jauh sebelum mengenal Matt. Aku dan dirinya, kami pernah berada di satu panti asuhan yang sama. Masing-masing dari kami tak pernah tahu siapa ayah dan ibu kami, atau bahkan mereka yang bisa kami sebut sebagai sauadara atau keluarga. Zach adalah saudaraku, keluargaku, begitu juga sebaliknya.

"Andai saja aku bisa membawamu juga," ucapku berharap. Sejujurnya, aku merasa bersalah jika meninggalkannya sendiri di kota ini.

"Itu tidak mungkin. Kau dan Matt sudah berumah tangga. Bisa saja di masa mendatang kalian akan membangun sebuah keluarga. Mengisi rumah kalian dengan tawa riang anak-anak yang kalian rawat bersama."

Zach sialan. Dia membuatku terharu seiring mencuatkan senyum. "Kau akan selalu menjadi keluargaku, Zach. Kau adalah satu-satunya saudara yang kumiliki di dunia ini. Aku akan selalu mengingat saat kau merawatku, menjagaku, dan menjadi sahabat terbaik dalam hidupku."

Kuakui antara aku dan Zach, aku lebih lemah dibanding dirinya. Aku lebih pemalu, penakut, cengeng, sedangkan Zach sebaliknya. Dia periang, berani, dan mudah berbaur dengan orang yang baru dikenalnya.

"Jadi, kalian akan tetap pergi besok?" Zach bertanya.

"Ya, kami harus melakukannya sebelum berangkat ke California," jawabku.

Satu minggu sebelum kami pindah ke California, besok Matt akan membawaku mengunjungi makam kedua orang tuanya. Sekaligus menjadi salam perpisahan karena mungkin kami tak akan kembali dalam waktu dekat.

"Omong-omong, kau bisa ikut bersama kami," tawarku.

"Yang benar saja. Aku tak mau mengusik perjalanan kalian."

"Tidak apa, aku sudah menanyakannya pada Matt semalam. Dia tak keberatan kau ikut bersama kami besok."

Zach menggeleng. Dia menolak ajakanku. "Kalian baru saja menikah. Nikmatilah waktu berdua."

"Kami sudah sering melakukannya. Lagi pula, kalau kau ikut pasti perjalanannya tak akan membosankan. Kau bisa menghibur kami dengan guyonanmu."

Zach terkekeh. "Maaf, aku tak bisa."

"Ayolah," sungutku memelas.

"Jangan memaksa."

"Kumohon ...."

Zach tertawa melihat tingkahku. "Aku tak bisa karena besok aku ada janji dengan seseorang."

Mataku membuka lebar. Aku penasaran dengan siapa seseorang yang Zach maksud barusan. Seringkali kami pergi ke klub untuk sekadar bersenang-senang. Dan beberapa pria biasanya akan mendekati Zach dan mencoba untuk merayunya. Hanya saja, Zach tak pernah benar-benar serius menanggapi mereka. Baginya pria-pria itu hanya teman satu malam untuknya. Zach akan mengabaikan mereka begitu meninggalkan klub.

Sebelum kami kembali bercengkerama, seorang pelayang datang menghampiri meja kami membawa serta makanan yang kami pesan dan menghidangkannya satu per satu ke atas meja.

BetrayalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang