"Zika... bagaimana kabarmu? Aku sangat merindukanmu." aku terkejut karena Reva langsung memelukku ketika aku masuk kelas, sudah dua hari Reva tidak sekolah.
"Zika, bagaimana lenganmu? Apa kau baik-baik saja? Aku minta maaf atas kejadian kemarin, aku benar-benar menyesal." Susul Kate.
"Hei, memangnya apa yang terjadi dengan Zika?"
"Kemarin aku tidak sengaja membuat tangannya terkilir."
"Bagaimana bisa?" Reva sedikit marah terhadap Kate.
"Kemarin aku......" Kubiarkan mereka untuk berbincang-bincang dulu, kepalaku menoleh kekanan dan kekiri mencari sesuatu, pandanganku berhenti di bangku paling kanan barisanku. Ellen terlihat duduk sendirian, dan tidak ada seorang pun yang menemaninya.
"Zika, kau belum menjawab permintaan maafku, apa kau marah padaku?" Kate merengek menyesal.
"Oh, apa? Maaf, aku tidak bermaksud seperti itu, aku sudah memaafkanmu, lagi pula itu kan hanya kecelakaan kecil, tidak ada luka yang serius pada tubuhku."
"Lalu apa tanganmu terasa sangat sakit?"
"Sedikit, tetapi sudah agak membaik."
Pagi ini mereka benar-benar mengintrogasiku seperti tahanan dan Kate tak henti-hentinya meminta maaf padaku sampai bel masuk berbunyi. Ellen masuk ke kelas dan aku pun tidak diberi kesempatan untuk berbicara dengannya.
"Ellen?!" Tiba-tiba Reva menoleh dan berteriak kepada murid baru itu.
"Hai Reva, sudah lama kita tidak bertemu." Ellen pun menjawabnya dengan senang.
"Tunggu, kalian saling mengenal?" Aku terkejut.
"Ya, kami dulu satu SD saat di Siberia. Dia adalah orang yang sering aku ceritakan saat SMP!" ucap Reva dengan semangat.
Kalau diingat lagi, Reva memang pernah becerita kalau dia berasal dari Indonesia. Tapi, dia sekolah di Siberia sejak kecil sebelum akhirnya pindah ke Oregon untuk melanjutkan pendidikannya ke Junior High School. Disana aku mulai bersahabat dengan Reva hingga sekarang. Dia sering menceritakan tentang laki-laki yang ia sukai sejak kecil, dan ternyata... itu Ellen. Aku sangat cemburu mengetahui kenyataan bahwa Reva adalah orang yang Ellen maksud.
Saat pelajaran berlangsung, aku benar-benar tidak dapat berkosentrasi. Mataku tak henti-hentinya ingin menoleh kearah meja Ellen.
"Zika hari ini kau terlihat aneh." Reva membuatku kaget. Aku seperti orang yang habis mencuri lalu keatahuan.
"Ah, emmm. Tidak ada apa-apa." Aku malu.
"Ha, aku tahu, pasti Ellen kan? Diam-diam kamu memperhatikannya ya?"
"Emm, tidak. Aku tidak memperhatikan siapapun."
"Ayolah, aku tahu kamu. Ceritakan padaku, apa saja yang terjadi semenjak aku tidak sekolah?"
"Hmm... Tidak ada yang berubah, hanya saja dia mengingatkanku pada seseorang."
"Apakah orang yang kau ceritakan kemarin lusa di handphone? Dari nama memang mirip. Tapi kamu kan yang cerita sendiri kalau dia sudah... sudah tidak ada." Reva ragu-ragu saat mengucapkan kalimat terakhir.
"Lagipula Ellen berasal dari sekolah yang sama denganku di Siberia."
"Yah, mungkin aku terlalu melebih-lebihkannya." Aku kembali memperhatikan pelajaran.

KAMU SEDANG MEMBACA
Novemberain
RomanceLuka mendalam memiliki kekuatan untuk mengingatkan kita bahwa masa lalu kita nyata, tetapi kenyataan menyisakan banyak imajinasi. Apakah kamu dapat mempercayai bahwa semua masa yang telah kamu lalui nyata?