Hujan deras membuat malam ini terasa sangat dingin. Aku berencana untuk mengunjungi makam kak Ellen pada hari minggu. Sejak mimpi itu muncul dan Ellen datang sebagai murid baru di kelas ku, kenangan itu semakin membuatku sedih, aku merindukan kak Ellen lebih sering dari biasanya, wajah mereka begitu mirip dari sisi manapun, setiap aku melihat Ellen, aku seperti melihat kak Ellen masih hidup. Dan yang sangat membuatku sedih, aku selalu teringat tentang semua kenangan yang telah kami lalui bersama. Kenangan masa kecil yang pernah kulalui dengannya.
"Oke, aku yang jaga. Zika sama yang lainnya sembunyi." Ucap temanku dengan semangat.
"Iya, aku harus bersembunyi ke tempat yang aman agar aku tidak ketahuan."
Waktu itu aku sedang bermain petak umpet dengan semua temanku waktu kecil, aku masih berumur 7 tahun. Karena terlalu jauh berlari, aku masuk kedalam hutan yang sangat jauh, lalu tersesat di hutan itu. Aku terlalu takut untuk berjalan hingga kuputuskan untuk menunggu seseorang yang lewat. Tapi tidak ada seorang pun yang kutemui. Yang kulakukan hanya bisa menangis sambil sesekali berteriak minta tolong.
Hanya desahan angin yang menemaniku berjam-jam sendirian di hutan itu. Semilir angin yang menambah dingin udara pada saat itu semakin membuatku menggigil. Berjam-jam akhirnya pertahanan tubuhku terkoyak. Aku terbaring sangat lemah dengan mata yang sedikit lagi akan menutup.
Tiba-tiba kulihat seseorang dari celah mataku yang masih terbuka sedikit. Dia berlari menghampiriku. Sosok laki-laki yang sedang menghawatirkanku.
"Hei, bangun." dapat kudengar suaranya yang lembut memecah kesunyian yang sangat tenang dihutan ini.
"Zika tersesat, tolong Zika." Suaraku yang parau dan hanya dapat mengigau lemah.
"Jadi namamu Zika, baiklah kakak akan menolongmu dan mengantarmu pulang. Dimana rumahmu?"
"Mmmm." aku menggelengkan kepala.
"Ya sudah kakak akan mengantarmu ke kota saja, siapa tahu ada yang kenal, ayo kakak gendong." Dia menjongkokkan badannya membelakangiku dan membantuku untuk berdiri agar dapat meraih punggungnya.
Dari belakang dapat kurasakan punggungnya yang bidang, datar dan kuat. Rambutnya yang rapi dan berwarna coklat ketua-tuaan membuatnya semakin terlihat sempurna. Baru kali ini aku menilai seseorang yang tidak kukenal dengan pengetahuanku yang terbatas.
Suasana hutan ini sangat tenang, hanya decakan kaki kak Ellen yang terdengar sepanjang jalan yang kami lewati. Mataku semakin berat, tapi aku terus berjuang agar mataku tetap terbuka. Takut jika orang yang sedang menggendongku ini akan membawaku kesuatu tempat yang tidak kukenal, lalu dia akan menjualku, seperti kejahatan yang sedang marak saat ini.
Aku memutuskan untuk berbicara dengannya meskipun tenggorokanku agak sakit karena sehabis berteriak tadi. "Kakak siapa namanya?"
"Nama kakak Ellen, Ellen Wristle."
"Zika panggil kak Ellen ya?"
"Iya."
"Oh ya, nama lengkapmu apa?"
"Nama lengkap Zika, Zills Karin, ibu dan ayahku selalu memanggilku Zika."
"Nama yang bagus."
"Kakak juga namanya bagus." Aku tersipu malu.
"Terima kasih."
Di perjalanan pulang, aku lebih banyak bertanya. Kak Ellen sama sekali tidak merasa berat menggendongku sambil berjalan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Novemberain
RomanceLuka mendalam memiliki kekuatan untuk mengingatkan kita bahwa masa lalu kita nyata, tetapi kenyataan menyisakan banyak imajinasi. Apakah kamu dapat mempercayai bahwa semua masa yang telah kamu lalui nyata?