"Zika, kau sudah datang? Maaf barusan kakak pergi dulu karena...."
"Kak Ellen kumohon jangan tinggalin Zika."
"Zika kenapa? Sudah, kak Ellen selalu ada disamping Zika. Sudah ya Zika jangan
menangis lagi. Tunggu, kenapa bibirmu berdarah?"
"Mana?" kuseka bibirku, ternyata benar, bibirku berdarah, bahkan aku tidak
menyadarinya.
"Diam."
Kak Ellen memegang tanganku wajahnya kemudian mendekati wajahku, nafasnya harum sekali, bahkan wangi parfum ditubuhku pun terkalahkan hanya dengan satu hembusan nafasnya saja. Tak pernah aku sedekat dengannya seperti ini, ini membuatku tak menentu, jantungku berdegup sangat kencang, keringat mendadak berjatuhan dari keningku dicuaca sedingin ini seperti ada air panas yang telah melelehkan es di dalam tubuhku.
Wajahnya semakin dekat, tarikan nafasku semakin kencang dan kuat bagaikan atlet yang sedang lari marathon untuk mengejar garis finish didepan. Aku tak kuat menahan rasa bahagia ini. Kak Ellen mengecup bibirku yang berdarah dengan bibirnya. Pelan-pelan dia menyapu sisa darah yang keluar tadi. Aku tak sengaja malah merasakan bibirnya.
"Sudah, sekarang bersih."
"Ya, mu... mungkin sebaiknya kak Ellen... mmm, kak Ellen..."
"Ya, kenapa?" aduh dadaku berdetak semakin kencang, dan jika aku bercermin, tak dapat kubayang semerah apa wajahku saat ini.
"Kak Ellen akan menunjukan sesuatu sama Zika, ayo." Ajaknya.
Tiba di tempat yang akan dia janjikan kepadaku. Kaki ku menginjak rumput basah yang semalam kehujanan. Angin menghantarkan harum semilir bunga-bunga wangi yang sepertinya sedang mekar, tapi ini musim hujan, apa memang ada bunga yang mekar dimusim ini? Mataku tak henti-hentinya melihat keseluruh bagian hutan yang belum pernah kujamah ini dan sesekali banyak burung yang beterbangan saling mengejar satu sama lain.
"Kita sudah sampai?" aku melontarkan pertanyaan karena melihat kak Ellen tiba-tiba berhenti dua langkah di depanku. Kepalanya hanya mengangguk menjawab pertanyaanku. Tangannya menyibakan semak-semak yang menghalangi pemandangan kami seolah semak-semak itu adalah pintu gerbang menuju tempat yang kami tuju.
"Here we come." aku heran tak mengerti apa yang diucapkannya. Tapi setelah melihat apa yang ada didepan mataku, aku tak menghiraukan lagi apa maksud ucapannya tadi, karena yang kupikirkan sekarang hanyalah betapa indahnya tempat ini. Wangi bunga yang seiring perjalanan menemani kami asalnya dari sini, dari hamparan padang berbunga.
"Wow, ini... Ini sangat sangat indah. Bagaimana kakak dapat menemukan tempat ini? Bunga-bunga yang sedang mekar ini? Bagaimana mungkin bunga dapat bermekaran di musim hujan?" alangkah takjubnya aku melihat tempat seindah tempat ini yang bahkan belum pernah kutemui. Bahkan menurutku pemandangan dipuncak gunung yang begitu indah pun kalah dengan pemandangan yang ada disini.
"Aku menemukan tempat ini minggu kemarin, tepatnya satu minggu sebelum hari ulang tahunku. Dan sengaja aku merencanakan semua ini untuk kita. Hanya inilah tempat yang bisa kita kenang suatu hari nanti. Yang harus kamu tahu saat ini, hanya... ingatlah tempat ini dan yakinlah bahwa aku selalu ada di hatimu selamanya. Tak peduli apapun yang akan terjadi nanti, aku telah benar-benar jatuh di hatimu Zika."
Suatu pagi yang telah membangunkanku dari mimpi-mimpi indah pun terjadi. Dia telah pergi meninggalkanku untuk selamanya. Dia mengingkari janji-janjinya, aku benci itu!
Kini hidupku tidak pernah bisa tenang lagi. Bahkan aku pun ragu, apakah aku masih hidup, karena aku selalu merasa hatiku sudah mati semenjak kepergiannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Novemberain
RomanceLuka mendalam memiliki kekuatan untuk mengingatkan kita bahwa masa lalu kita nyata, tetapi kenyataan menyisakan banyak imajinasi. Apakah kamu dapat mempercayai bahwa semua masa yang telah kamu lalui nyata?