Ada sebuah rahasia besar di sini. Dan ini hanya antara Mean dan Plan yang tahu. Pertama kali mereka diperkenalkan, mereka sangat terkejut dan wajah mereka sangat pucat, tetapi keduanya memilih untuk tetap tenang.
Rahasia mereka bersumber pada kejadian satu tahun lalu saat Mean dan Plan berlibur ke Jepang. Sebenarnya, pertemuan mereka di lapangan sepak bola itu bukanlah yang pertama kalinya. Pertama kali mereka bertemu adalah di Jepang saat mereka sama-sama tertinggal kapal yang membawa mereka ke sebuah pulau bernama Wish. Mereka terpaksa mencari motel dan karena hanya satu kamar yang ada mereka memutuskan untuk menyewa satu kamar bersama.
Satu tahun lalu itu, Mean tengah patah hati dan Plan sedang bertengkar hebat dengan God sebab God lebih memilih pergi berlibur dengan tim basketnya daripada dirinya. Mereka berkeluh kesah bersama, seperti mengeluarkan semua uneg-uneg yang ada di dalam hati dan pada akhirnya mereka kebablasan. Mereka bercinta semalaman, menghabiskan dua belas babak dan mereka sama-sama mengakui bahwa percintaan itu adalah yang terbaik dan terhebat seumur hidup mereka tepat sebelum mereka berpisah.
Tak ada yang tahu bahwa takdir menggiring mereka lagi bersama dalam sebuah wadah bernama klub sepak bola dan kini mereka berada dengan pasangan masing-masing.
Saat mereka berkenalan, Mean dan Plan mengadakan rapat tambahan di belakang. Mereka berjanji tak akan membicarakan hal yang terjadi di Jepang dan mereka sudah mengambil keputusan bahwa yang terjadi di Jepang akan tetap berada di Jepang. Artinya, itu akan menjadi rahasia mereka sampai mereka mati.
Tapi, benarkah?
Ya, lihat saja perkembangannya.
***
Mean cedera saat pertandingan antar sekolah. Saking parahnya, ia masuk meja operasi dan kena dispensasi latihan selama pemulihan. Namun, ia juga punya jadwal sendiri untuk latihan yang tak membuat lukanya semakin parah.Yang bertanggung jawab mengurusnya adalah Plan. Sekali lagi kedekatan mereka terbangun. Tidak apa-apa! Mereka toh tak canggung seolah tak pernah terjadi sesuatu di antara mereka.
Sebuah mobil mewah terparkir di halaman rumah Mean. Plan keluar dari dalamnya dan kemudian berjalan ke pintu pagar rumah Mean yang cukup besar.
"Selamat pagi!" Plan menyapa orang tua Mean yang tengah berbincang di halaman.
"Kau teman Mean?" tanya ibunya sambil menghampiri Plan.
"Benar, Bibi. Saya manajer di klub sepak bola di sekolah Mean. Nama saya, Plan Rathavit," ujar Plan sambil wai dan tersenyum ramah.
"Ah, kau datang untuk membawa Mean ke rumah sakit. Ia sudah bilang tadi malam. Silakan masuk. Mean ada di lantai atas. Kamarnya kedua di kanan sesudah puncak tangga.
"Baik, terima kasih," ujar Plan dan ia wai lalu memasuki rumah dan berjalan menuju kamarnya.
Plan mengetuk kamar Mean beberapa kali. Tak ada jawaban. Perlahan, ia membukanya dan tak dikunci. Ia memasuki kamar Mean dan membelalakkan matanya sebab kamarnya sangat berantakan.
"Astagaa! Apa ini? Kandang babi?" bisik Plan kepada dirinya sendiri. Ia mulai memunguti baju kotor Mean yang berserakan di mana-mana dan kemudian mengumpulkannya menjadi satu. Setelah itu, ia mendekati ranjang kecil berada di pojok dengan Mean terbaring nyaman di atasnya.
"Mean, bangun!" Plan duduk di tepi ranjang dan menepuk bahu Mean pelan. Mean membuka matanya malas dan kaget mendapati Plan di depannya.
"Banguuuuun! Buruan mandi! Kita ke rumah sakit!" ujar Plan dengan nada memerintah.
Mean duduk dan mengucek matanya."Astaga! Jam berapa ini?" tanya Mean lagi saat ia mengumpulkan kesadarannya.
"Jam sembilan. Kita ada janji dengan dr. New jam sebelas. Buruan mandi!" perintah Plan lagi.
