Waktu berjalan cepat. Sudah hampir enam bulan. Waktu pertandingan antar sekolah sesi dua sudah hampir dekat. Semua sekolah tentu saja mempersiapkan timnya masing-masing dengan sangat giat, termasuk tim sepak bola sekolah Mean.
Pengumuman mengenai jadwal pertandingan keluar. Sekolah Mean lawan sekolah Joss sebagai pembuka pertandingan. Sungguh tidak biasanya! Meskipun demikian, tak ada satupun yang membantah. Mereka patuh aturan komite antarsekolah itu.
Mean semakin sibuk berlatih dan tak ada waktu untuk bersama dengan Neena dan ini membuat Neena kesal. Sikap Mean seperti Joss dulu. Ia merasa diabaikan dan itu menjadi sumber pertengkaran mereka.
Pada suatu sore saat Plan dan Sammy selesai berbelanja di sebuah mal, mereka memutuskan untuk makan malam dulu sebelum pulang. Mereka memasuki sebuah restoran Jepang dan langsung memesan.
Mereka tengah asyik makan saat Sammy menatap perempuan yang tengah bermesraan dengan seorang lekaki. Keduanya memakai seragam SMA.
"Bukankah itu pacar Mean?" bisik Sammy kepada Plan yang duduk di depannya. Plan menoleh dan ia membelalakkan matanya. Yang dikatakan Sammy benar. Neena tengah bermesraan dengan seorang lelaki berseragam sama dengannya. Artinya, lelaki itu teman sekolahnya.
Astaga mereka berciuman dan lihatlah tangan sang lelaki di bawah meja itu! Ia tengah memasukkannya ke dalam rok Neena dan Neena dengan santai membuka pahanya dan membiarkan tangan sang lelaki memasuki celana dalamnya dan mengobok nonanya.
"Sam, ayo pergi!" ujar Plan dan dengan cepat ia menggusur Sammy sambil membawa semua barang yang mereka beli. Mereka sudah bayar saat pesan. Itu peraturan di restoran itu. Bayar dulu baru makan. Itu bagus sebab Plan menjadi lebih mudah saat menghadapi situasi seperti ini tentunya.
"Sam, kau tak boleh bilang ini kepada Mean. Ingat ini bukan urusan kita," ujar Plan lagi memperingatkan.
"Iya, aku tahu. Kasihan Mean!" sahut Sammy dan mereka pergi ke tempat makan lain melanjutkan makan malam mereka sebab mereka masih lapar.
***
"Kau kenapa, Mean?" tanya Plan seusai latihan. Mean tampak sedang memikirkan sesuatu. Ia berdiri di depan lokernya cukup lama."Aku, uhm! Sudahlah! Tidak apa-apa," ujar Mean lagi. Ia memasang senyum di wajahnya.
"Kau bisa bicara denganku kalau kau mau," sahut Plan lagi sambil menepuk bahunya pelan. Ia pergi membawa cucian ke ruang loker.
"Uhm," ujar Mean.
Dia diam sejenak dan kemudian menyusul Plan ke ruang loker.
"Plan!" Mean menyapa dari belakangnya. Plan menoleh. Wajahnya terlihat penasaran.
"Kalau aku curhat tentang masalah pribadi, uhm, kau tak keberatan?" Mean menatapnya.
"Ini tentang Neena?" Plan seolah mengerti. Mean menganggukkan kepalanya.
"Ya, kalau kau percaya padaku!" sahut Plan. Mereka duduk di tepi ranjang bersebelahan.
"Beberapa hari yang lalu, aku pergi ke rumah Joss untuk bicara soal pertandingan ini, dan aku melihat Neena ada di sana. Ia menangis dan mereka berpelukan," sahut Mean sambil mengembuskan napas panjang.
"Neena dengan Joss?" Plan mengernyitkan alisnya. Ia ingat kejadian tempo hari di restoran.
"Aku ingin membuang jauh pikiran bahwa dia ada sesuatu dengan Joss. Aku pernah berada pada kejadian yang sama saat Neena mendatangiku menangis dan aku menghiburnya dan kami kebablasan. Kau tahu maksudku dengan kata itu. Joss tak akan melakukan hal yang sama, bukan? Dia tak akan membalasku, bukan?" Mean menatap Plan. Matanya berkaca-kaca.