Chapter 6

327 46 7
                                    

Hanya tinggal satu bulan sebelum pertandingan antar wilayah. Semua sekolah sibuk mempersiapkan timnya.

Entah apa yang ada di pikiran Mean sebab pada suatu malam seusai berlatih, ia kedapatan oleh Plan dan Sammy serta beberapa orang anggota sepak bola lainnya berciuman dengan Dream di dekat kamar mandi klub.

Semuanya bersorak dan bertepuk tangan dan Mean kaget dan ia menatap Plan yang ikut menyunggingkan senyuman meski Mean tahu jelas itu tak sama dengan tatapan Plan yang terlihat sangat sedih, kecewa, dan terpukul.

Sejak kejadian malam itu yang terus menjadi buah bibir tidak hanya di kalangan sesama klub, melainkan juga di sekolah, Mean dan Plan tak pernah bertemu secara khusus dan melakukannya. Mean seolah sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan besar dan ia bahkan tak berani memberikan alasan atau menjelaskan. Ia memilih diam.

Plan juga sama. Ia memilih diam dan tak meminta penjelasan apa-apa. Haruskah? Mean menganggap dirinya hanya pelampiasan saja. Dan Plan terlena dalam permainannya. Itu artinya kesalahannya juga.
Memang hubungan mereka menjadi agak canggung baik di kelas maupun di klub. Mau bagaimana lagi? Ini pasti akan terjadi.

Kecanggungan itu ditambah dengan kejadian-kejadian yang membuat Mean pada akhirnya menyadari dan merasa kehilangan.

Salah satu kejadiannya adalah pada suatu akhir Minggu. Plan diajak Noon suttipha dan Mook Waranit, sepupu-sepupunya menemani mereka berkencan buta. Ini seperti goukon di Jepang. Anak muda nongkrong  bersama dan kalau ada yang suja mereka bisa berbicara lebih dan melakukan lebih.  

Kedua sepupu Plan ini  tak mau pergi  hanya berdua dan mereka juga ingin memperomosikan Plan. Pasalnya, setelah God pergi, Noon dan Mook tak pernah melihat Plan berkencan lagi. Plan menyetujuinya karena ia malas berdebat dengan mereka dan akhirnya mereka pergi.

Tak disangka dalam kumpulan itu, Mean dan Dream juga ada di sana ikut nongkrong. Mean sangat kaget, tapi Dream terlihat senang. Ia bahkan mempromosikan Plan dengan baik sehingga satu lelaki yang manis dan duduk tepat di depannya langsung mengajaknya berkenalan.

Plan melayaninya dengan baik, bukan untuk memanasi Mean, tapi karena topik yang dibicarakan sang lelaki yang bernama Blue Pongtiwat ini sangatlah menarik. Ia juga seorang manajer, bukan bola melainkam basket. Jadi, obrolan keduanya menyambung.

Mereka asyik mengobrol, bercanda dan tertawa dan akhirnya Blue mengajak Plan jalan ke tempat lain. Plan mengiyakan. Ia sangat tahu permainan itu dan ia mengikuti alurnya dengan baik.

Mereka pamit dan Mean hanya bisa menatapnya dengan hati yang kecewa. Kenapa Mean? Bukankah sudah ada Dream? Nah, nikmati Dream sepuasnya dan biarkan Plan dengan hidupnya.

Keesokan harinya, mereka bertemu di klub dan seperti biasanya Plan membagikan jadwal dan menjelaskan semuanya.

"Gaya baru, Plan?" tanya pelatih saat melihat format jadwal dalam kertas yang dibagikan.

"Uhm, Blue membantuku. Kurasa lebih praktis Coach," jawab Plan santai. Mean tersentak.

"Blue?" Pelatih bingung.

"Pacar Plan yang baru," sahut Sammy.

Semuanya menyoraki Plan, kecuali Mean. Pelatih hanya tersenyum.

"Maksudmu Blue Pongtiwat anak  Bangsawan Pongtiwat?" Perth bertanya kepada Sammy yang duduk di sebelahnya.

"Iya. Sepadan dan sangat cocok, bukan?" Sammy tersenyum.

Yang lain langsung bersorak lagi. Pelatih langsung menenangkan dan mereka kembali pada momen serius mereka.

Baiklah. Sekarang sudah jelas. Mean berhubungan dengan Dream dan Plan dengan Blue. Apa kabar Neena? Dia semakin kacau, berhubungan dengan siapa saja. Tapi ada yang lebih kacau, dan ia adalah Joss. Ia diam-diam berhubungan dengan dokter di klinik sekolahnya bernama Nune yang sering ia sambangi karena Joss sering meminta perekat untuk kakinya.

Pertandingan antarwilayah berlangsung. Pertandingan demi pertandingan dilalui dan tim sepak bola Mean memenangkan pertandingan setelah perjuangan yang berdarah-darah. Puncaknya adalah tim sepakbola sekolah Mean melawan tim sepakbola sekolah Joss yang dulunya kalah. Keduanya bisa mengalahkan tim sepakbola sekolah yang dulunya menjuarai triwulanan antarsekolah. Pada akhirnya cita-cita tim sepakbola sekolah Mean  tercapai, menjadi juara antarwilayah.

Mereka pulang dengan isak tangis kebahagiaan. Mereka merayakan kemenangan mereka pada akhir Minggu dan di sana sekali lagi Mean menyaksikan kemesraan Plan dan Blue yang kini lebih terang-terangan.

Tak ada kata di antara mereka. Hanya ucapan terima kasih Plan kepada Mean melalui line secara pribadi karena sudah mewujudkan mimpi Plan dam yang lainnya juga. Mean membalasnya dengan panjang. Namun, Plan hanya membacanya dan tak ada respons lagi darinya.

Klub sepi sekarang. Semua junior menjadi senior sekarang. Manajer tim diserahkan kepada Pray yang lebih akrab dipanggil Lay atau Lemon. Semuanya sudah kelas tiga sekarang. Mereka tak lagi berfokus pada sepak bola untuk sementara waktu. Ada ujian menanti.

Hubungan Mean dan Plan semakin jauh. Di luar klub, mereka hanya teman kelas dan mereka berinteraksi seperlunya sebab biasanya mereka lebih banyak berbincang tentang sepak bola.

Plan juga menikmati hubungannya dengan Blue. Sementara Mean putus dengan Dream karena Dream mengikuti kelas akselerasi dan ia ikut ujian daring sebab ia mendapat beasiswa ke Amerika.

Semuanya berjalan pada rel masing-masing. Mean dan Plan tak lagi bersama. Plan sudah bersama dengan yang lain dan mereka terlihat sangat bahagia.

Masa ujian tiba. Semuanya serius sebab itu bagian dari masa depan mereka juga. Dan setelah semuanya selesai, mereka hanya bersantai menunggu pengumuman.

Hampir semua anggota sepakbola di sekolah Plan sudah direkrut klub pro dan ini tentunya menjadi kebanggaan sekolah juga.

Begitulah masa SMA selesai dengan cepat, menyisakan kenangan pahit dalam hati Mean sebab meski ia sudah bisa melihat arah masa depannya, hatinya kosong.

Ia sengaja mengumpulkan Neena, Joss, dan Yacht sebelum akhirnya ia akan direkrut klub UT dan  berlatih di Inggris. Ternyata mereka punya kampus di Inggris dan Mean tidak akan berkuliah di Thailand. Ia meminta maaf kepada semuanya. Ia ingin memulai hidup baru di Inggris dan oleh karena itu, ia ingin semua yang terjadi di masa lalu menjadi baik kembali.

Terakhir, sebelum ia pergi, ia menemui Plan dan berbicara dengannya. Plan hanya tersenyum.

"Sudah kubilang kau akan berada di atas sana dan kau akan menjadi salah satu orang yang dikenang dunia. Selamat Mean dan selamat tinggal," sahut Plan sambil mengulurkan tangannya dengan bahagia.

Mean memeluknya. Ia tak peduli Plan akan berontak atau memakinya. Tapi tak Plan lakukan. Ia hanya tersenyum dan membalas pelukannya.

"Semoga kau bahagia dimanapun kau berada," sahut Plan.

"Selamat tinggal." Itu kata-kata terakhir Plan.

Bersambung







THE LOCKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang